Januari 30, 2018

Berpetualang ke Pulau Biawak Indramayu

Pertama kali mendengar nama Pulau Biawak Indramayu adalah dari seorang teman yang ingin ke sana. Awalnya asing terdengar ditelinga, apalagi pengetahuan tentang keberadaan pulau tersebut benar-benar nol. Namun setelah ditelusuri, ternyata lokasi Pulau Biawak terletak di Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat.

Nama asli Pulau Biawak adalah Pulau Rakit atau Menyawak, dinamakan Pulau Biawak karena banyaknya Biawak di sana. Sebenarnya tak ada rencana, hanya teman itu minta dibuatkan trip ke sana. Meski teman itu tidak jadi pergi, saya memutuskan tetap berangkat bersama 7 teman. Pilihan transportasi pertama untuk pergi ke Indramayu adalah dengan menggunakan bus ekonomi non-AC yang berangkat dari Slipi atau Terminal Kampung Rambutan dan beroperasi 24 jam, atau bus ekonomi AC yang berangkat terakhir jam 6 sore dari Kampung Rambutan.

Harga tiket berkisar antara Rp. 25.000 – Rp. 85.000 per orang sekali jalan. Pilihan transportasi kedua adalah kereta api, berangkat dari Stasiun Kota-Beos, Gambir atau Senen, dan turun di Cirebon, atau KA Cirebon Express dari Stasiun Gambir yang terakhir berangkat jam 20.10. Kami naik KA terakhir Cirebon Express. Harga tiket Bisnis Rp. 75.000 / orang, dan Eksekutif Rp. 110.000 / orang untuk sekali jalan.

Dari Cirebon kami menyewa angkot ke TPI Karangsong, Indramayu, berjarak sekitar 55 km, dengan lama perjalanan 1 jam. Di Karangsong mestinya menunggu Pak Darji yang akan membawa kami dengan kapal ikannya ke Pulau Biawak. Tapi ternyata yang menyambut kami adalah Toni, fotografer lepas di Indramayu yang katanya peduli dengan pariwisata Indramayu. Ternyata ia minta tambahan dana untuk perizinan, padahal sebelum berangkat saya sudah memastikan soal izin dengan Pak Darji. Karena sudah tengah malam akhirnya kami membayar Rp. 350.000 per orang untuk izin, inap dan sewa kapal. Kapalnya sebenarnya tak layak membawa 13 orang berikut ABK dan 2 guide selama 4-5 jam di laut lepas.

pulau biawak indramayu
Kapal nelayan yang membawa kami dari Muara Karangsong ke Pulau Biawak. Ini mungkin perjalanan termahal yang pernah saya lakukan. Alat keselamatan pun sangat minim, padahal buat saya itu keharusan. Jaket pelampung hanya seadanya. Akhirnya kasur angin kami jadikan alat keselamatan, tapi Puji Tuhan semua berjalan baik sampai pulang ke Jakarta.

Kami berangkat dari Karangsong tepat jam 3 pagi. Selama perjalanan sebagian kami tertidur. Ada yang tidak bisa tidur karena menahan pipis, dan ada yang mabuk karena gelombang cukup tinggi, meski sudah minum obat anti mabuk 2 tablet sekaligus :-). Tepat jam 8 pagi kami sampai di Pulau Gosong, pulau persinggahan pertama sebelum Pulau Biawak. Pulau ini adalah atol berbentuk cincin yang ditengahnya ada karang dangkal. Menurut Pak Adul, salah seorang awak kapal, dulunya Pulau Gosong merupakan tempat menarik untuk berenang dan snorkeling. Terumbu karang dan ikannya cantik, dan itu dibuktikan beberapa teman yang sempat turun, dengan air laut yang jernih serta berpasir putih…

Namun semenjak pasir dan karangnya dikeruk untuk pembangunan Pengolahan Kilang Minyak di Balongan pada tahun 1980 oleh Pertamina, terumbu karangnya banyak yang rusak parah, dan kini hanya tersisa beberapa terumbu karang yang bagus yang sudah mulai tumbuh lagi disana. Karang atolnya juga bagus jika digunakan sebagai lokasi pemotretan. Sayang kami tidak sempat ke Pulau Cendikian yang juga berupa pasir dan karang dikarenakan air sudah mulai surut, jadi kapal tidak bisa sampai disana. Selepas makan siang dan puas berenang di Pulau Gosong, kami menuju Pulau Biawak yang tinggal 1 jam berlayar. Dari kejauhan sudah tampak sebuah mercusuar berdiri dengan gagah, tampan sekali.

pulau biawak indramayu
Mercusuar yang menjadi kebanggaan Pulau Biawak tampak berdiri tegak dengan gagahnya berlatar depan kapal yang tengah merapat dermaga, tempat perahu ditambatkan. Dermaganya cukup panjang, sebagian sudah dibeton dan sebagian masih berupa kayu yang mulaa agak rapuh, jadi kami harus berjalan dengan hati-hati saat melintasinya.

Keberadaan Pulau Gosong dan Pulau Candikian memang sangat berbahaya bagi kapal yang melintas, terutama malam hari. Oleh sebab itu pada 1872 Pemerintahan Belanda melalui ZM Willem III membangun mercusuar Pulau Biawak dengan ketinggian 65 m terdiri dari 16 tingkat anak tangga, untuk memandu setiap kapal yang melintas di perairan ini.

Gerbang masuk kami lalui setelah menginjakkan kaki di Pulau Biawak. Tulisan KKLD pada gerbang merupakan kependekan "Kawasan Konservasi Laut Daerah". Melewati gerbang, kami ke Mercusuar Pulau Biawak yang masih berfungsi baik. Lampu sonarnya memakai tenaga surya. Bangunannya kokoh, hanya saja beberapa kerangka besinya tampak tua dimakan waktu.

Tangga Ulir Mercusuar Pulau Biawak cukup cantik dilihat dari bawah. Saat menuruni mercusuar sebaiknya posisi badan menghadap ke belakang menghindari betis terkena tangga. Di Pulau Biawak ada tempat penginapan yang dikelola Angkatan Laut atau ASDP. Salah seorang penanggung jawabnya adalah Bapak Manto, yang sudah berdinas selama 25 tahun.

Pulau Biawak menjadi kawasan konservasi endemik bagi burung-burung liar dan satwa liar Biawak. Biawak-biawak di pulau ini tidak takut manusia. Mereka cukup berani mendekat, dan bila ingin melihat dari dekat, usahakan untuk selalu melihat dari depan sebab kalau dari belakang bisa terkena sabetan ekor Biawak yang cukup berbahaya.

Biawak adalah satwa endemik Pulau Biawak yang memiliki penciuman cukup tajam, pandai berenang dan sangat suka dengan air asin. Populasi Biawak cukup banyak di pulau ini, dan jika kita ingin melihatnya cukup dengan meletakkan sepotong daging atau ikan di dermaga, dan tidak berapa lama mereka akan datang berbondong-bondong.

Selain hutan bakau, pinus dan biawak liar, di Pulau Biawak ini juga ada beberapa makam tua. Dua makam diantaranya sempat saya kunjungi, yaitu makam Syeh Syarif Hasan dan makam orang Belanda. Syeh Syarif Hasan adalah orang Cirebon asli yang menyebarkan agama Islam di wilayah Jawa Barat dan sering bertapa di Pulau Biawak.

Sedangkan si orang Belanda, menurut si Emak istri Pak Manto yang menemani saya mengunjungi makam, adalah orang yang turut membangun Mercusuar Pulau Biawak. Ketika saya tanya kenapa bisa tahu itu makam orang Belanda, kata Emak dulunya makam itu memiliki nama tapi akibat ulah tangan jahil nisan yang ada disitu telah hilang entah kemana.

Saat matahari turun, wajah senja di Pulau Biawak dari dermaga kayu terlihat cantik sekali. Sayang Pulau Biawak belum dikelola dengan secara profesional. Alangkah baiknya jika pariwisata Pulau Biawak bisa berkembang lebih baik lagi dan penduduk di sekitarpun bisa ikut menikmatinya juga, jangan hanya dimanfaatkan oleh pihak ketiga.

Buat yang perduli pariwisata Indramayu, khususnya Pulau Biawak, hendaknya tidak memberi ikan kepada para nelayan tapi berilah mereka kail agar belajar bagaimana melayani wisatawan lokal maupun mancanegara, mulai dari hal yang terkecil seperti cara mengurus perizinan, sampai pada penyediaan perlengkapan keselamatan di kapal.

Catatan kecil buat yang ingin ke Pulau Biawak:
  1. Jakarta - Indramayu lebih baik mempergunakan bis.
  2. Turun di perempatan Celeng, lalu sewa angkot Rp.75.000 – 100.000 sampai di Tempat Pelelangan Ikan Karangsong.
  3. Membawa kendaran dari Jakarta ke Indramayu juga lebih baik, karena transportasi dari Indramayu ke Jakarta agak susah kalau sudah malam.
  4. Transportasi dari Karangson ke Pulau Biawak adalah kapal nelayan yang dialihfungsikan. Jadi siap-siap menahan amis selama 4-5 jam perjalanan.
  5. Ombak dari Muara Karangsong ke Pulau Biawak lumayan tinggi. Sebelum berangkat pastikan perut terisi penuh untuk menghindari mabok laut, atau minum obat anti mabuk supaya tertidur pulas.
  6. Di kapal tidak ada toilet, jadi usahakan buang air kecil sebelum berangkat, menumpang di rumah penduduk di Karangsong.
  7. Perlu diperhatikan pasang surut saat kembali dari Pulau Biawak, karena kalau malam air surut sehingga perahu yang ditambatkan di dermaga menjadi terdampat dan perahu baru bisa keluar dari dermaga saat air pasang antara jam 12.00 - 16.00.
    Travelog ini ditulis oleh Decyca Saune (R.I.P)


Pulau Biawak Indramayu

Alamat : Perairan Laut Jawa, Kecamatan Indramayu, Indramayu, Jawa Barat. Lokasi GPS : -5.937246, 108.3814627, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Rujukan : Tempat Wisata di Indramayu, Peta Wisata Indramayu, Hotel di Indramayu.
Label: Decyca Saune, Indramayu, Jawa Barat, Pantai, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.

aroengbinang, seorang penyusur jalan.
Traktir BA secangkir kopi? Scan via 'Bayar' GoPay.