Di perhelatan JavaJazz ini, nama besar Dewa Budjana dan Tohpati telah mampu menyedot jumlah penonton musik yang besar, sampai menyesaki sebuah ruang di JCC. Meskipun penuh, dan sebagian penonton di baris belakang memilih untuk berdiri, namun suasana konser terasa sangat menyenangkan. Tak ada desak-desakan atau suara bising teriakan.
Bagusnya adalah penonton yang duduk di bagian depan berlapang dada untuk duduk ndeprok di atas lantai, lantaran tak tersedia kursi, dan agar penonton di bagian belakang bisa leluasa menonton, meski dari jauh. Panggung yang rendah membuat para penonton yang duduk di bagian depan itu merasa cukup nyaman menikmati tontonan.
Bagaimana penggemar musik dengan ringan dan santai duduk di lantai bisa dilihat pada foto di atas, membuat semua orang menjadi lebih mudah dan lebih enak untuk menikmati pertunjukan dan enak pula mengambil gambar Dewa Budjana dan Tohpati yang tengah main di atas panggung.
Sistem suara sangat baik yang menjadi salah satu kekuatan setiap panggung konser di Java Jazz Festival. Betapa pun hebatnya pemain, tanpa dukungan sistem suara dan sound engineer yang baik maka penampilan tidak akan pernah bisa maksimal. Pengaturan tata lampu panggung dan lampu ruangan juga sangat mendukung.
Dewa Budjana dan Tohpati terlihat sangat santai di panggung dan bermain tanpa cela dengan gitar mereka masing-masing. Ini seolah menegaskan kembali posisi mereka yang begitu kuat di komunitas pemusik lokal, baik jazz maupun pop.
Ketika penggemar musik lebih biasa memberi apresiasi kepada vokalis ketimbang para musisi, pertunjukan Dewa Budjana dan Tohpati ini telah membuktikan bahwa orang tetap bisa menikmati musik dan terpesona dengan permainan jemari yang menari pada tali-tali gitar, meskipun tanpa vokalis.
Sesekali Tohpati terlihat tengah bertukar tatap dengan Dewa dan sama-sama senyum. Sebuah cara untuk sesekali mensinkronkan frekuensi rasa dalam bermain musik, agar lebih bisa dinikmati bukan saja oleh penonton namun juga oleh mereka sendiri.
Di banyak komposisi, Dewa Budjana dan Tohpati bertukar peran dengan mulus beberapa kali, dari bermain melodi ke bermain rhythm/bass, mempertontonkan kepiawaian mereka sebagai gitaris kelas atas. Bermain sendiri atau bermain berdua memiliki kesulitan dan keunggulannya sendiri-sendiri. Komposisi musik yang dimainkan juga ikut mempengaruhi.
Dewa Bujana terlihat sedikit lebih banyak aktif ketimbang Tohpati dalam membangun komunikasi dengan penonton. Mungkin memang sebaiknya begitu, agar panggung tak ramai dengan sahut-sahutan suaran diantara mereka sendiri. Komposisi yang mereka bawakan diambil dari album Tohpati, dan juga album Budjana, seperti Layang-layang.
Di sepanjang konser, para penonton tetap duduk dan mendengarkan dengan baik dan tertib, serta royal dalam memberi tepuk tangan yang hangat setiap kali sebuah komposisi selesai dimainkan. Ada cukup banya juga yang sesekali mengambil foto atau video dengan telefon genggam atau kamera digital kecil. Terima kasih pada kemajuan teknologi digital yang sangat pesat.
Sebagian besar, jika tidak semuanya, para penggemar musik itu tetap berada di dalam ruangan sampai penampilan Dewa Budjana Tohpati berakhir. Memang menjadi tantangan bagi pemusiknya untuk menjaga agar penonton tidak pindah ke panggung konser lainnya, apalagi jika yang main di sana adalah pemusik atau grup musik yang terkenal.
Pertunjukan ini jelas menuai sukses. Dewa Budjana dan Tohpati telah menunjukkan kelas mereka sebagai salah dua dari gitaris paling berbakat di negeri ini, dan juga telah membuktikan bahwa musik bermutu bisa dihasilkan dan diapresiasi hanya dengan menggunakan dua buah gitar, tidak harus dilakukan dengan sebuah band besar lengkap dengan vokalis ganteng dan cantik.
Dewa Budjana dan Tohpati Java Jazz
Alamat : Java Jazz Festival, JCC Jakarta. Rujukan : Tempat Wisata di Jakarta, Peta Wisata Jakarta Pusat, Peta Wisata Jakarta, Hotel di Jakarta Pusat.Label: Hiburan
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.