Oktober 27, 2017

Jokowi dan heboh Jaminan Hari Tua

Setelah maki-maki Jokowi dan dendamnya terlampias dengan #jokowisalahteken yang menjadi trending topic, baiknya diketahui mengapa 1 Juli 2015 aturan kepesertaan 10 tahun Jaminan Hari Tua yang diatur UU No 40 2004 Sistem Jaminan Sosial Nasional itu baru diberlakukan.

Turunan UU No 40/2004 adalah UU No 24/2011 tentang BPJS, disahkan DPR 28 Oktober 2011 dan ditandatangani SBY 25 November 2011. UU No 40/2004 memberi batas masa transisi lima tahun, namun DPR dan SBY gagal melaksanakan perintah UU ini yang seharusnya diberlakukan pada 2009.

Pada 2011 itulah DPR dan pemerintah SBY baru berhasil mengesahkan RUU BPJS. Ada yang menyebut peran serikat buruh sangat besar dalam mendesak pengesahan RUU BPJS. Jika gigih mendesak pemberlakukan UU BPJS, mestinya mereka faham dengan aturan JHT UU No 40/2004 yang mensyaratkan kepesertaan 10 tahun untuk mencairkan sebagian uang.

Pasal 37 UU No 40/2004 itu berbunyi: (1) Manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap. (2) Besarnya manfaat jaminan hari tua ditentukan berdasarkan seluruh akumulasi iuran yang telah disetorkan ditambah hasil pengembangannya. (3) Pembayaran manfaat jaminan hari tua dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 (sepuluh) tahun. (4) Apabila peserta meninggal dunia, ahli warisnya yang sah berhak menerima manfaat jaminan hari tua. (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Di dalam UU BPJS 2011 itu disebutkan pada pasal 62 d bahwa "BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, dan program jaminan kematian yang selama ini diselenggarakan oleh PT Jamsostek (Persero), termasuk menerima peserta baru, sampai dengan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan yang sesuai dengan ketentuan Pasal 29 sampai dengan Pasal 38 dan Pasal 43 sampai dengan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456), paling lambat 1 Juli 2015."

Sehingga eksekusi UU No 40/2004 pada 1 Juli 2015 yang lalu adalah pada batas deadline sesuai ketentuan yang diperintahkan oleh UU No 24/2011 tentang BPJS pasal 62 d itu. Tapi begitulah, orang dengan gampang menuduh Jokowi salah, salah pilih pemimpin, Indonesia berkabung, membuli #jokowisalahteken, dan menghina dengan umpatan lainnya.

Beruntung Jokowi bukan pemimpin yang gampang tersulut emosinya. Tidak pula ia mengeluh prihatin karena terus dihina. Ia memaklumi bahwa sakit hati yang sangat dalam sisa pilpres lalu butuh penyaluran. Ada pula korban provokasi yang tersesat, dan mafia yang ia babat. Ia terima cacian, ketimbang rakyatnya jadi gila karena tak ada saluran pelampiasan.

Jokowi bisa membedakan antara kulit dan esensi, antara makian dan aspirasi. Aspirasi ia tangkap, makian tak ia anggap. Itu karena ia tak punya kepentingan pribadi yang perlu dibela. Mengutip cuit @STNatanegara: Petuah orang bijak "kualitas hidup seseorang diukur dari bagaimana sikap dia menghadapi orang yang gemar menghina dan mencaci makinya".
Label: Blog, Inspirasi, Jokowi, Percikan, Politik
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.

aroengbinang, seorang penyusur jalan.
Traktir BA secangkir kopi? Scan via 'Bayar' GoPay.