Oktober 28, 2017

Manusia yang Telanjang

Setelah cukup lama membaca blog saya, seorang teman akhirnya memberi komentar bahwa blog ini hanya berisi sisi baik pemiliknya. Saya mengangguk setuju. Dia benar, lantaran di blog ini saya berbagi sedikit masa sulit sebagai ilustrasi untuk pemikiran yang saya tawarkan, dan itu bukan sesuatu sisi yang buruk.

Dalam hubungan antar individu yang normal, ada pintu tak terlihat yang harus dilewati sebelum seseorang bisa menjadi bagian dari dunia kelam terang yang paling dalam. Ada orang yang lebih suka menjaga ketat pintu dunia kecilnya itu dan tidak pernah membukanya bahkan untuk teman terdekatnya sekalipun, tidak peduli seberapa lembut atau kerasnya pintu-pintu itu diketuk.

Namun ada pula orang lain yang selalu membiarkan pintu pikir-hati-jiwanya terbuka lebar tanpa rasa takut bahkan kepada kenalan baru sekalipun. Menjadi manusia yang telanjang, secara emosional dan mental, seperti dalam arti fisik, sering justru akan membuat orang terbebas dari sebagian besar beban yang dipanggulnya, walau tak jarang pula menyeret beban baru.

manusia yang telanjang
Menjadi telanjang adalah menjadi manusia tanpa penyamaran, tanpa tipuan.

Setelah mencapai tingkatan itu, orang akan merasa nyaman untuk dilihat dan dianggap sebagai diri yang sebenarnya. Masih akan menghormati pendapat orang tentang dirinya, namun tidak akan pernah takut atau jengah dengan penilaian orang.

Hanya, tidak setiap masyarakat siap menerima ketelanjangan, toleran dengan kejujuran hati dan pikiran. Keterbukaan bisa berjalan dengan baik di masyarakat dengan tingkat toleransi tinggi, atau akan ada martir, dihukum oleh mereka yang punya pikiran pendek yang merasa menjadi pemegang kebenaran tunggal. Di bumi, hari ini, untuk menemukan masyarakat dengan tingkat toleransi semacam itu sedikit langka.

Sama seperti bumi, dunia batin manusia tidak sempurna berupa dataran atau pun bulat bundar. Akan sangat membosankan untuk tinggal di bumi tanpa pegunungan, lembah, dan jurang. Juga akan membosankan untuk hidup dengan orang yang benar-benar sempurna, yang benar-benar lemah atau sebaliknya sangat kuat, dalam segala hal.

Bila seseorang memiliki kekuatan yang menjulang tinggi, pastilah ia memiliki lubang kelemahan yang amat dalam. Kekuatan itu akan membawa kemuliaan setelah bertahun-tahun perjuangan; akan tetapi kelemahan terdalamnya yang tak terkendali bisa menghancurkan segala keagungan yang ia bangun dengan susah payah itu dalam waktu kurang dari sehari saja. Dia yang ingin menikmati kemuliaan karena kekuatan terbaiknya, oleh karena itu, harus siap menanggung rasa sakit karena malu dan aib oleh sebab kelemahan terburuknya.

Meski tidak setiap orang dapat atau perlu untuk benar-benar menjadi manusia yang telanjang ke dunia luar, karena hal itu bertentangan dengan kodratnya, namun semakin telanjang seseorang akan semakin damai di hati dan pikir. Sepanjang perjalanannya, bagaimanapun, akan ada konsekuensi psikologis dan fisik hebat yang mungkin akan dihadapi dengan keterbukaan menembus batas itu. Dengan pemikiran seperti itu, kapan kita akan siap? (Terbit 25 November 2006 di The Naked Person)
Label: Blog, Percikan
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.

aroengbinang, seorang penyusur jalan.
Traktir BA secangkir kopi? Scan via 'Bayar' GoPay.