Berkorespondensi dan mengumpulkan perangko memang bukan merupakan kegemaran saya, meskipun pernah juga menggunakan jasa pos untuk berhubungan jarak jauh ketika masih tinggal di Purwokerto. Sehingga meskipun pernah tinggal di Bandung selama lebih dari lima tahun sejak 1979, namun tidak pernah terpikir untuk berkunjung ke Museum Pos Indonesia ini.
Gedung Kantor Pusat POS Indonesia Bandung dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda pada 27 Juli 1920 dengan luas bangunan 706 m2, sedangkan Museum Pos, Telegraph dan Telepon (PTT) baru dibuka pada 1931, menempati sayap kanan gedung. Bentuk bangunannya yang unik ini dirancang oleh J. Berger dan Leutdsgeboulwdienst.
Museum Pos Indonesia Bandung merupakan bagian dari Gedung Kantor Pusat POS Indonesia yang membentuk sudut 45 derajat terhadap Gedung Sate, dan pertemuan garis sumbu kedua sayap simetrisnya membentuk sudut 90 derajat. Koleksi Museum Pos Indonesia terdiri dari peralatan pos, visualisasi, diorama kegiatan layanan pos, serta koleksi perangko.
Di bagian muka gedung Museum Pos Indonesia Bandung terdapat undakan menuju ke teras museum. Di samping anak tangga ini terdapat bis surat kuno yang masih ditulis dengan bahasa Belanda. Untuk masuk ke Museum Pos Indonesia, setelah meniti anak tangga kami kemudian menyusur lorong menuju ke arah sebelah kiri. Pada lorong teras Museum Pos Indonesia terdapat Patung dada Mas Soeharto, Kepala Jawatan PTT (Pos Telegrap dan Telepon) Indonesia pertama. Patung ini dibuat pada 1983 oleh Abdul Djalil Pirous.
Uniknya, Mas Soeharto tidak diangkat pemerintah, namun oleh Soetoko mewakili Angkatan Muda Pos Telegrap dan Telepon yang secara heroik merebut Gedung Kantor Pusat PTT di Bandung ini pada 27 September 1945 dari tangan Jepang. Peristiwa bersejarah pada 27 September 1945 itu diperingati setiap tahun sebagai Hari Bhakti Postel. Kisah yang menggambarkan semangat perjuangan menggelora dalam menegakkan kedaulatan RI oleh Angkatan Muda Pos Telegrap dan Telepon itu bisa dibaca di situs Dirjen Postel.
Setelah kemerdekaan, keberadaan Museum sempat terlantar selama 35 tahun, dan baru pada 1980 Direksi Perum Pos dan Giro membentuk panitia untuk menghidupkan kembali museum ini. Pada tanggal 27 September 1983, pada peringatan hari Bhakti Postel, museum secara resmi dibuka untuk umum dan diberi nama Museum Pos dan Giro. Pada tanggal 20 Juni 1995 nama museum berubah menjadi Museum Pos Indonesia.
Sebuah instalasi ukuran utuh di Museum Pos Indonesia memperlihatkan petugas Pos Keliling Desa, lengkap dengan seragam, helm, motor dan kota suratnya, sedang berada di kantor Desa Sukawenang, Ciwidey, Bandung Selatan. Ada pula koleksi berupa gerobak pos dengan roda kayu yang besar, dan bis-bis surat dari jaman kolonial sampai jaman republik.
Koleksi menarik lainnya adalah The Penny Black, yaitu perangko pertama di dunia yang diterbitkan Pemerintah Inggris pada tanggal 16 Mei 1840 dengan lukisan Ratu Victoria. Koleksi lainnya berupa foto Sir Rowland Hill, pengagas pemakaian prangko untuk pengganti biaya tunai pengiriman surat yang dibayar penerima. Juga dipajang koleksi perangko pertama di Hindia Belanda yang terbit tanggal 1 April 1864 bergambar Raja Willem III.
Lemari-lemari tarik menjadi tempat penyimpanan koleksi prangko yang jumlahnya mencapai puluhan ribu di Museum Pos Indonesia Bandung. Saya sempat berpikir tentang keamanan koleksi prangko yang sangat berharga ini. Saat itu hanya ada petugas kebersihan yang terlihat, dan saya tak memperhatikan apakah sudah dipasang CCTV di sana.
Di ruangan ujung Museum Pos Indonesia Bandung terdapat cukup banyak poster berisi riwayat menarik tentang Surat Emas raja-raja dan naskah Nusantara yang dikoleksi pemerintah Inggris. Diantaranya adalah surat emas dari Kesultanan Pontianak, Kesultanan Riau, serta poster yang berisikan riwayat seni sungging dalam naskah-naskah Jawa kuno.
Sebagaimana Museum Perangko Indonesia, Museum Pos Indonesia Bandung juga menyimpan koleksi sepeda pos yang terlihat sangat unik dan antik. Sepeda pos ini digunakan sekitar tahun 1950-an untuk mengantarkan paket karena adanya kotak segi empat di atas roda depannya. Sepeda merk Falter buatan Jerman Barat tahun 1947 ini kabarnya di Indonesia jumlahnya kurang dari 100 buah.
Beberapa saat sebelum meninggalkan Museum Pos Indonesia Bandung saya mampir ke Tugu Peringatan Pahlawan PTT 1945 - 1949 di halaman museum, yang dibuat persis di tempat dimana bendera merah putih dikibarkan saat Angkatan Muda Pos Telegrap dan Telepon merebut Gedung Kantor Pusat PTT ini pada 27 September 1945. Pada bagian bawah tugu tertulis puisi Chairil Anwar, berbunyi:
kami tjuma tulang-tulang berserakan; tapi adalah kepunjaanmu; kaulah lagi jang tentukan nilai tulang-tulang berserakan; ataukah djiwa kami melajang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan; atau tidak untuk apa-apa
kaulah sekarang jang berkata; kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata; kami bitjara padamu dalam hening dimalam sepi; djika dada rasa hampa dan djam dinding jang berdetak; kenang-kenanglah kami; teruskan, teruskanlah djiwa kami
Di atasnya, terukir pada batu, adalah nama-nama para pahlawan Angkatan Muda Pos Telegrap dan Telepon, diantaranya Goenawan, Imang, Maskat, Mohammad Rapik, Paimin, Sangadan, Satmoko, Soemardjono, Soepa'at, Soepojo, Soeprapto, Soetojo, dll. Begitulah, meskipun tidak semua pahlawan tercatat namanya oleh sejarah, namun yang sedikit tercatat itu menjadi pengingat buat semuanya.
Tentang Museum Pos Indonesia
Alamat Museum Pos Indonesia beradi di Jalan Cilaki No. 73 Bandung, dengan nomor telepon 022-420195, pesawat 153. Lokasi GPS di -6.90176, 107.61964, Waze. Jam buka : Senin s/d Minggu pukul 09.00 – 16.00 WIB. Libur nasional tutup. Harga tiket masuk : gratis.Panduan di Bandung : Rute Bandros / Hotel di Ciwidey / Hotel di Lembang / Tempat Wisata di Bandung / Peta Wisata Bandung / Tempat Wisata di Bandung Selatan / Hotel di Bandung / Hotel Murah di Bandung.
Label: Bandung, Jawa Barat, Museum, Pos, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.