Pantai Kuta merupakan salah satu pantai di Pulau Bali yang paling disukai oleh wisatawan, baik asing maupun domestik. Adalah sangat menyenangkan untuk menghidupkan waktu di kala senja di Pantai Kuta, mengamati perilaku alam dan manusia di saat sebuah transisi alam, dan kehidupan, berlangsung. Transisi dari terang ke gelap, dari matahari ke bintang.
Transisi kadang menakutkan, namun kadang menciptakan detak-detik kenangan yang sangat mengasyikkan. Pada transisi, manusia menangkap warna-warni ajaib kilau cahaya indah di kaki langit dan gemerlap pantulan yang menakjubkan di atas permukaan air laut, dan air kehidupan. Ini juga tentang sudut untuk menangkap siluet orang di sekitar pantai, pantai kehidupan.
Boleh dikatakan bahwa Pantai Kuta adalah panggung transisi yang tak tergambar dengan kata. Tetap ramah dengan manusia meski sering lupa untuk apa mereka datang ke sana dan karenanya hanya sedikit yang pulang dengan air sumur jiwa yang lebih jernih.
Penunggang gelombang laut Pantai Kuta serta penontonnya, layaknya drama hidup. Dia yang mampu mengendalikan diri, mampu menunggang gelombang dan laut kehidupan, mengelola masa lalu, menghidupkan hari ini, dan merajut esok lusa.
Gelombang Pantai Kuta adalah tanda hidup, karena tanpa itu pantai dan laut akan mati, mati tanpa jiwa. Maka terimalah ia dengan penuh suka cita, ketika datang, ketika pergi, karena sejatinya keduanya tak pernah terpisahkan oleh jarak dan waktu, selamanya.
Sihir Pantai Kuta dengan mereka yang berdiri terkesima menatap gerak waktu, para pejalan kaki, dan pelari senja, semua mengarungi sungai waktu yang sama, dengan cara dan kenikmatan yang berbeda.
Pantai Kuta Bali pada saat itu adalah tempat bagi berbagai orang dengan bermacam minat tumpah ruah di sepanjang tepiannya yang berpasir lembut dan tebal. Sebagian duduk diam menatap cakrawala dan orang-orang yang datang dan pergi silih berganti bermain air.
Sebagian memilih menikmati kemewahan waktu dipijat oleh ibu-ibu dengan berbaring telungkup dan telentang di tikar pandan atau kain yang bersih. Ada lagi yang memilih berjalan-jalan santai menikmati hawa laut Pantai Kuta yang cukup jinak seraya mengamati suasana pantai yang dipadati oleh turis lokal dan mancanegara.
Ada sebuah bendera peringatan yang ditancapkan di tepian Pantai Kuta. Peringatan yang dibuat untuk sering tidak diindahkan oleh para pengunjung, sampai terjadi petaka, dan lalu dilupakan lagi. Menjelang matahari jatuh seperti ini adalah panorama dan suasana yang sering dicari dan diminati oleh para pejalan.
Pantai Kuta adalah tempat untuk semua yang bisa dibeli dengan uang, namun ia tidak pernah menuntut bagiannya, dan debur ombaknya selalu datang menyapa, tanpa henti, pertanda bahwa masih ada hidup di sana.
Di tepian Pantai Kuta, dan di mana pun, penikmat keindahan itu kadang asyik ketika sendiri, kadang berdua dengan anak atau yang tercinta, atau ketika dalam sebuah gerombolan manusia beraneka rupa. Kesendirian dan kebersamaan sama saja, keduanya mendatangkan karamaian dan kesepian, pada jiwa yang jaga dan tertidur.
Transisi kadang menakutkan, namun kadang menciptakan detak-detik kenangan yang sangat mengasyikkan. Pada transisi, manusia menangkap warna-warni ajaib kilau cahaya indah di kaki langit dan gemerlap pantulan yang menakjubkan di atas permukaan air laut, dan air kehidupan. Ini juga tentang sudut untuk menangkap siluet orang di sekitar pantai, pantai kehidupan.
Boleh dikatakan bahwa Pantai Kuta adalah panggung transisi yang tak tergambar dengan kata. Tetap ramah dengan manusia meski sering lupa untuk apa mereka datang ke sana dan karenanya hanya sedikit yang pulang dengan air sumur jiwa yang lebih jernih.
Penunggang gelombang laut Pantai Kuta serta penontonnya, layaknya drama hidup. Dia yang mampu mengendalikan diri, mampu menunggang gelombang dan laut kehidupan, mengelola masa lalu, menghidupkan hari ini, dan merajut esok lusa.
Gelombang Pantai Kuta adalah tanda hidup, karena tanpa itu pantai dan laut akan mati, mati tanpa jiwa. Maka terimalah ia dengan penuh suka cita, ketika datang, ketika pergi, karena sejatinya keduanya tak pernah terpisahkan oleh jarak dan waktu, selamanya.
Sihir Pantai Kuta dengan mereka yang berdiri terkesima menatap gerak waktu, para pejalan kaki, dan pelari senja, semua mengarungi sungai waktu yang sama, dengan cara dan kenikmatan yang berbeda.
Pantai Kuta Bali pada saat itu adalah tempat bagi berbagai orang dengan bermacam minat tumpah ruah di sepanjang tepiannya yang berpasir lembut dan tebal. Sebagian duduk diam menatap cakrawala dan orang-orang yang datang dan pergi silih berganti bermain air.
Sebagian memilih menikmati kemewahan waktu dipijat oleh ibu-ibu dengan berbaring telungkup dan telentang di tikar pandan atau kain yang bersih. Ada lagi yang memilih berjalan-jalan santai menikmati hawa laut Pantai Kuta yang cukup jinak seraya mengamati suasana pantai yang dipadati oleh turis lokal dan mancanegara.
Ada sebuah bendera peringatan yang ditancapkan di tepian Pantai Kuta. Peringatan yang dibuat untuk sering tidak diindahkan oleh para pengunjung, sampai terjadi petaka, dan lalu dilupakan lagi. Menjelang matahari jatuh seperti ini adalah panorama dan suasana yang sering dicari dan diminati oleh para pejalan.
Pantai Kuta adalah tempat untuk semua yang bisa dibeli dengan uang, namun ia tidak pernah menuntut bagiannya, dan debur ombaknya selalu datang menyapa, tanpa henti, pertanda bahwa masih ada hidup di sana.
Di tepian Pantai Kuta, dan di mana pun, penikmat keindahan itu kadang asyik ketika sendiri, kadang berdua dengan anak atau yang tercinta, atau ketika dalam sebuah gerombolan manusia beraneka rupa. Kesendirian dan kebersamaan sama saja, keduanya mendatangkan karamaian dan kesepian, pada jiwa yang jaga dan tertidur.
Pantai Kuta
Alamat : Jl. Pantai Kuta, Denpasar, Bali. Lokasi GPS : -8.721336, 115.169163, Waze. Hotel di Kuta, Hotel di Badung, Tempat Wisata di Badung, Peta Wisata Badung.Sponsored Link
Sponsored Link
Sponsored Link
Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.