Tengara Makam Sunan Gunung Jati Cirebon di halaman parkir dikerubungi kabel listrik dan telepon. Entah kapan kabel itu dipendam. Di sini pemandu wisata berpakaian adat mendekat, yang menemani ke makam, kecuali jika menolaknya. Tidak ada tarif tertentu bagi mereka.
Sebelum melewati Gapura Wetan yang kurang terawat, kami melewati Balemangu Majapahit yang merupakan hadiah sewaktu sang sunan mengawini Nyi Mas Tepasari, putri Ki Ageng Tepasan, seorang pembesar Majapahit. Di hari lain saya berkunjung, di hampir setiap pintu gapura ada petugas menyodorkan kotak sumbangan.
Lawang Krapyak, salah satu dari sembilan pintu di kompleks Makam Sunan Gunung Jati Cirebon. Kedelapan pintu gerbang lainnya adalah Lawang Gapura, Lawang Pasujuduan, Lawang Ratnakomala, Lawang Jinem, Lawang Rararoga, Lawang Kaca, Lawang Bacem, dan Lawang Teratai. Sayangnya pengunjung biasa hanya bisa masuk sampai pintu ke-empat di serambi muka Pesambangan.
Sedangkan selain bangunan Balemangu Majapahit juga terdapat pendopo lainnya yang bernama Balemangu Padjadjaran. Sesuai namanya, balemangu yang disebut tarkhir itu merupakan hadiah dari Prabu Siliwangi yang diberikan sewaktu penobatan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) sebagai Sultan Kasultanan Pakungwati (sebelum kemudian lebih dikenal dengan nama Keraton Kasepuhan Cirebon).
Sunan Gunung Jati diperkirakan lahir sekitar tahun 1450 dari ayah bernama Syarif Abdullah (Syekh Maulana Akbar) bin Nur Alam bin Jamaluddin Akbar asal Gujarat, dan ibu Nyai Rara Santang, putri Prabu Siliwangi dan Nyai Subang Larang. Sunan Gunung Jati merupakan satu-satunya Walisongo yang menyebarkan Islam di Jawa Barat dan berperan besar dalam penaklukan Sunda Kelapa oleh Fatahillah pada 22 Juni 1527. Saat itu Sunda Kelapa merupakan satu-satunya kota pelabuhan yang masih dikuasai Kerajaan Sunda Pajajaran.
Di pendopo yang disebut Paseban Bekel dan Paseban Kraman, setiap pengunjung atau perwakilannya akan diminta oleh petugas jaga untuk menulis di buku tamu dan memberikan sumbangan. Tidak ada tarif sumbangan tertentu, namun Anda akan melihat lembaran ratusan atau lima puluh ribu bergeletakan di sana sebagai pemancing. Keramik Tionghoa yang cantik terlihat bertebaran di tembok pendopo, undakan dan dinding. Dua ornamen udang menempel pada dinding diantara hiasan kaligrafi pada logam bulat keemasan.
Selain keramik, pengaruh kebudayaan Tionghoa juga terlihat dengan adanya hiolo, tempat batang hio bakar. Makam Sunan Gunung Jati sendiri terletak di atas perbukitan Gunung Sembung. Karena alasan keamanan dan alasan lainnya maka makamnya hanya boleh dikunjungi oleh keluarga Keraton dan keturunannya, serta para tamu kehormatan. Namun ada kabar selentingan bahwa dengan membayar sejumlah tertentu orang biasa pun bisa ke sana.
Ada dinding tinggi bercat putih di kompleks Makam Sunan Gunung Jati permukaannya nyaris penuh berhiaskan keramik Tiongkok asli dengan hiasan batu beraneka warna yang bertebaran di sana sini. Sangat menawan dan indah. Dibalik dinding putih elok bertabur keramik ini terdapat makam Pangeran Radja Sulaeman, Sultan Sepuh IX Kesultanan Cirebon.
Keramik piring dan bentuk bulatan lebih kecil yang mengelilinginya di lingkungan makam itu konon dibawa oleh Putri Ong Tien Nio, istri Sunan Gunung Djati yang berasal dari Negeri Tiongkok. Keramik yang telah berusia ratusan tahun itu warnanya terlihat belum juga pudar dan tampaknya terawat dengan cukup baik.
Area di depan Lawang Pasujudan Makam Sunan Gunung Jati adalah merupakan tempat dimana peziarah berzikir dan doa, entah untuk menghormati Sunan atau karena memiliki keinginan dan berharap mendapat berkah. Seorang pria dengan merangkul pasangannya saya lihat berdiri sangat lama seraya menempelkan telapak tangan ke Lawang Pasujudan dan mulutnya komat-kamit melafal doa.
Di sebelah area ini terdapat Pelayoman, atau bangunan pelepasan bagi keluarga sunan yang wafat. Jenazah disholatkan di tempat ini sebelum dimakamkan. Konon jika ada yang tertidur di balai Pelayoman maka sekembalinya ke rumah ia akan mmati. Lebih ke sebelah kiri lagi ada area bagi pengunjung keturunan Tionghoa untuk bersembahyang, melewati Pintu Mergu.
Kabarnya saat jatuhnya ibu kota Kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran pada 1568, Sunan Gunung Jati memberi dua pilihan kepada Pajajaran. Para pembesar yang masuk Islam dipertahankan kedudukan dan gelarnya, dan tetap di keraton masing-masing. Sebagian besar Pangeran dan Putri Raja memilih ini. Yang tidak masuk Islam harus pindah ke pedalaman Banten. Panglima dan Pasukan Kawal Istana sebanyak 40 orang memilih pergi ke Cibeo dan menjadi leluhur penduduk Baduy Dalam.
Makam Sunan Gunung Jati Cirebon
Alamat : Desa Astana, Kecamatan Gunung Jati, Cirebon Kabupaten. Lokasi GPS : -6.67215, 108.54059, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Jam buka : 24 jam. Tiket masuk resmi tidak ada, namun sumbangan nyaris wajib. Hotel di Cirebon, Hotel Murah di Cirebon, Tempat Wisata di Cirebon, Peta Wisata Cirebon.Label: Cirebon, Jawa Barat, Makam, Wali, Wali Songo, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.