Setelah 600 m dari pertigaan, kami tiba di gapura Makam Syekh Bela-Belu. Tak ada parkir, sehingga kendaraan menepi di bahu jalan. Nama tokoh disebut di tulisan sebelumnya tentang Makam Panembahan Selohening, sebagai salah satu anak Raja Majapahit Brawijaya V.
Dikisahkan bahwa Syekh Bela-Belu dan Syekh Damiaking akhirnya membaca syahadat dan masuk agama Islam mengikuti jejak gurunya, yaitu Panembahan Selohening, yang telah masuk agama Islam terlebih dahulu setelah konon beliau kalah dalam berdebat dan beradu ilmu dengan Syekh Maulana Maghribi.
Makam Syekh Bela-Belu Parangtritis yang berada persis di tepi sebelah kiri jalan, jika pengunjung datang dari arah Yogya. Dasar undakan menuju ke puncak perbukitan dimana makam berada terlihat di belakangnya. Kuncup bunga kuning dengan kelopak bunga hijau di puncak pilar gapura mungkin penanda bahwa yang empunya makam masih memiliki darah bangsawan.
Nama Damiaking yang terlihat pada gapura adalah adik Syekh Bela-Belu yang sama-sama menyingkir dari Majapahit. Tidak ada pos jaga atau petunjuk lain di sekitar gerbang masuk makam ini, sehingga kami pun langsung menapaki satu persatu undakan, tanpa mengetahui seberapa banyak jumlah undakan yang harus kami lalui.
Saya sempat mengambil foto pemandangan pada sepotong undakan menuju Makam Syekh Bela-Belu Parangtritis yang ternyata lumayan panjang, tajam menanjak, dan berkelak-kelok. Seluruhnya ada 350 undakan dengan lima kelokan sebelum sampai di pintu gapura atas. Di kelok itu, dan di banyak titik di sepanjang perjalanan, pejalan berkesempatan melihat pemandangan lepas ke arah Laut Selatan.
Dari salah satu undakan lainnya dalam perjalanan pendakian menuju Makam Syekh Bela-Belu Parangtritis Bantul saya bisa melihat bangunan replika Ka'bah. Sebagian gunungan pasir terlihat di sebelah kanan, dengan latar pantai Laut Selatan. Pada titik lain saya bisa melihat area Pantai Parangkusumo.
Silir angin serta pepohonan yang menaungi undakan, membuat perjalanan terasa tidak begitu berat. Saya perkirakan panjangnya undakan ini tidak kurang dari 300 m. Tidak terlalu jauh, namun karena menanjak tinggi membuat saya harus beristirahat beberapa kali sambil menikmati panorama Laut Selatan yang indah.
Kami sempat berpapasan dengan beberapa orang yang kotor pakaiannya memberi petunjuk bawah mereka tengah melakukan perbaikan bangunan situs. Belakangan saya tahu bahwa salah satu dari mereka adalah kuncen. Lintasan jalannya agak mendatar beberapa puluh meter sebelum pintu gerbang atas , dan ada warung di sana. Di sebelah kiri ada beberapa makam, serta Arca Resi Agastya dengan kepala terpenggal, diapit dua arca dalam posisi satu lutut menempel dasar, dan satu lutut lagi menekuk ke atas.
Dari depan pesanggrahan yang digunakan oleh para peziarah untuk beristirahat saya mengambil foto cungkup dimana Makam Syekh Bela-Belu dan makam Syekh Damiaking berada, dengan gerbang masuk atas terlihat di sebelah kirinya. Pintu kayu untuk masuk ke dalam makam dibiarkan terbuka meskipun kuncen tengah pergi ke bawah mengambil bahan material bangunan.
Setelah menyingkir dari Majapahit menyusul meredupnya kekuasaan Majapahit dengan munculnya Kesultanan Demak, Syekh Bela-Belu yang nama aslinya Raden Dandhun itu menetap di perbukitan Parangritis ini. Sedangkan Raja Brawijaya V dan sejumlah pengikutnya menyepi di Gunung Kidul. Namun situsweb Tembi menyebutkan nama asli Syekh Bela-Belu adalah Raden Jaka Bandem.
Tempat pedupaan dengan cerobong asap, serta kotak sedekah, tampak di kiri pintu masuk yang bercat dominan hijau dan kuning. Di atas pintu terdapat tulisan pada kayu yang berbunyi "Pasarean Syeh Belabelo Damiaking", dan di bawahnya peringatan larangan tidur di tempat ini tanpa ijin. Kubur Syekh Bela-Belu terletak berdampingan dengan kubur Syekh Damiaking. Sebuah arca Lembu Nandi sepanjang 80 cm dalam mendekam dengan kepala terpenggal tampak di samping pesanggrahan. Karena di bukit ini dulu Syekh Bela-Belu membuat patung yang diantaranya adalah patung punakawan dan patung banteng, maka bukit itu kemudian dikenal oleh penduduk sebagai Bukit Banteng atau Gunung Banteng.
Selama hidupnya beliau konon suka sekali makan nasi ayam liwet, yaitu nasi yang dimasak dengan santan kelapa dan diisi daging ayam. Karenanya peziarah yang doanya terkabul akan mengadakan syukuran dengan membuat caos dhahar (mempersembahkan makan) berupa nasi liwet ayam ini. Selain itu mereka juga biasanya menyumbang untuk dana perbaikan. Area makam di puncak perbukitan ini cukup luas, dan terlihat relatif rapi. Saya sempat berbincang dengan kuncen, meski hanya sebentar. Namanya Ki Jumadi yang saat itu berusia 64 tahun. Ia mengatakan bahwa Makam Syekh Bela-Belu lazimnya ramai peziarah di setiap malam Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon, namun jauh lebih ramai pada malam 1 Syuro.
Makam Syekh Bela-Belu Parangtritis Bantul
Alamat : Bukit Banteng, Dusun Mancingan, Kalurahan Parangtritis, Kretek, Bantul, Yogyakarta. Lokasi GPS : cungkup -8.0163306, 110.3242373, Waze; gang masuk -8.01610, 110.32279, Waze. Jam buka : sepanjang hari dan malam. Harga tiket masuk : gratis, sumbangan diharapkan. Tempat Wisata di Bantul, Peta Wisata Bantul, Hotel di Yogyakarta.Label: Bantul, Makam, Parangtritis, Wali, Wisata, Yogyakarta
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.