Tari Topeng Kelana dari Cirebon Jawa Barat salah satu tarian tradisional favorit saya, oleh sebab itu menjadi tarian wajib yang harus ditampilkan oleh Lembaga Seni Manikam Khatulistiwa jika kami diminta tampil beberapa tarian untuk mempromosikan seni budaya dari Jawa Barat. Tari Topeng Kelana sangat energik dan memadukan keluwesan dalam setiap gerakannya, sebenarnya Tari Topeng Kelana ini adalah tarian yang menggambarkan sifat buruk manusia yang penuh dengan amarah digambarkan dari topeng yang dikenakan penari berwarna merah. Tetapi karena gerakannya yang tidak membosankan dan sangat energik, maka tarian ini sangat diminati oleh para pecinta dan pelaku seni tari.
Saya enggan menyebutkan siapa pencipta Tari Topeng Kelana, karena beberapa sumber menyebutkan bahwa Tari Topeng Kelana, sudah ada sejak zaman Kerajaan Singasari. Awalnya Tari Topeng Kelana hanya dipentaskan di lingkungan kerajaan saja artinya hanya dipertontonkan untuk keluarga kerajaan, dan tarian ini dinilai bersifat spiritual bukan sebagai hiburan. Seiring dengan berjalannya waktu terjadi pergeseran nilai, Tari Topeng Kelana ditampilkan di setiap kesempatan dan lebih memasyarakat.
Manikam Khatulistiwa sebagai lembaga seni budaya yang mengusung seni tradisional, mewajibkan para penarinya untuk menguasai Tari Topeng Kelana. Dida Margana yang melatih para penari, dan Tari Topeng Kelana ini termasuk jenis tarian yang sulit serta memerlukan keahlian yang cukup baik. Tari Topeng Kelana merupakan penggambaran dari tabiat seseorang yang berperilaku buruk, serakah dan arogan.
Ini adalah salah satu penampilan Manikam Khatulistiwa di Pasar Malam Indonesia, Den Haag-Belanda tahun 2013. Manikam Khatulistiwa saat itu menggaet seniman tari senior Ine Arini Bastaman untuk tampil di acara yang dihadiri hampir seribu orang. Tari Topeng Kelana biasanya dipentaskan oleh laki-laki, namun pakem tersebut sudah berubah seiring dengan perkembangannya, saat ini perempuan juga banyak yang mementaskan tarian itu. Tari topeng kelana umumnya dipentaskan oleh 4-6 orang penari tetapi tak jarang pula dipentaskan secara solo atau sendiri, seperti yang dilakukan pada saat di Den Haag-Belanda.
Dapat kita lihat dari foto, bentuk dan warna topeng mewakili karakter atau watak tokoh yang dimainkan. Topeng dan kostum yang didominasi warna merah mewakili karakter yang tempramental, merupakan orang yang serakah dan tidak bisa menahan hawa nafsu divisualisasikan dalam gerakan langkah kaki yang lebar dan menghentak. Sepasang tangannya juga terbuka, serta jari-jari yang selalu mengepal.
Mengingat sejarahnya bahwa Tari Topeng Kelana hanya dipertontonkan di kalangan raja-raja, Manikam Khatulistiwa pun pernah membawakan Tari Topeng Kelana di acara Musyawarah Agung Keraton Se-Nusantara yang dihadiri oleh raja dan sultan yang ada di Indonesia, prakrasai oleh Yang Mulia Kanjeng Sultan Sepuh XIV dari Kesultanan Cirebon. Diadakan di Bandung bersamaaan dengan acara kirab raja, sultan dan ratu yang mewarisi kesultanan di Indonesia.
Selain menampilkan Tari Topeng Kelana, di acara Musyawarah Agung Keraton Nusantara, kamipun menampilkan Rampak Kendang yang menggebrak mampu menyedot perhatian para yang mulia. Manikam Khatulistiwa konsisten pada seni dan budaya yang mengangkat kearifan lokal dan nilai tradisi, para penari bukan hanya menari tetapi sebagai duta seni budaya diajarkan pula filosofi yang terkandung di dalamnya termasuk pada Tari Topeng Kelana.
Tari Topeng Kelana pernah ditampilkan pula sebanyak 6 penari Manikam Khatulistiwa di acara Summer Festival Bratislava 2016 lalu dan Journee Indonesie di Prancis 2017. Tarian ini terbagi menjadi dua bagian utama, yakni bagian baksarai dan ngedok. Baksarai adalah merupakan pementasan tari ketika belum memakai topeng, sedangkan ngedok merupakan bagian ketika para penari sudah memakai topeng. Dan pada saat sebelum dimulai tarian, topeng sudah disimpan di area dengan ditutupi oleh potongan kain merah.
Menari rampak dengan 6 penari terasa lebih energik dan bagi penari memerlukan kekompakan gerak yang harmoni. Ada bagian dalam tarian ini seperti gerakan tertawa terbahak-bahak, dengan topeng merah mata yang menonjol keluar membuat karakter antagonis yang tertuang semakin kentara. Setiap kali Manikam Khatulistiwa membawakan Topeng Kelana selalu mendapat sambutan hangat dari penonton, dan Tari Topeng Kelana dari Cirebon, memang lebih sering ditampilkan di acara-acara umum ketimbang tari topeng lainnya.
Kostum Tari Topeng Kelana yang dikenakan oleh dua penari Manikam Khatulistuwa yaitu Vanya Vibilla Andjani dan Rizkita Pangastuti didampingi oleh guru mereka Dida Margana, seorang seniman tari yang telah melanglang buana. Pada tahun 80 han Kang Dida begitu kami memanggilnya pernah tampil di hadapan Raja Belanda dan kemudian dimuat di surat kabar setempat, iapun dijuluki "Magic Hand" karena tangannya menggerakkan tarian sangat berbicara dan mengundang daya tarik. Foto ini diambil sehabis menari di Balikpapan, saat kami mempromosikan budaya Jawa Barat.
Kostum Tari Topeng Kelana terbuat dari bahan beludru merah, dengan bawahan celana sepanjang betis. Hal ini untuk memudahkan gerak penari, yang banyak gerakan mengangkat kaki. Celana dilapisi kain batik sebatas paha, biasanya motif batik yang dipakai para penari adalah motif mega mendung khasnya dari Cirebon. Adapun Manikam Khatulistiwa selalu memakai batik tulis atau cap untuk mempromosikan batik sebagai warisan budaya, bukan batik printing atau tekstil yang bermotif batik yang sering kali salah kaprah dianggap sebagai batik. Hal ini secara langsung mengedukasi para seniman yang terlibat di Lembaga Seni Manikam Khatulistiwa, seperti yang dilakukan oleh salah satu anggota Manikam Khatulistiwa S.Ken Atik Djatmiko yang kerap memberikan wawasan tentang batik dan kain tradisional di berbagai kesempatan yang juga sebagai penata kostum di Lembaga Seni Budaya Manikam Khatulistiwa.
Mahkota atau penutup kepala penari Topeng Kelana lebih simple ketimbang Tari Merak, pada tangan penari dipasang dua gelang kulit dan sepasang gengge pada kaki yang berbunyi ketika digerakkan. Begitulah kelengkapan kostum Tari Topeng Kelana, jika anda ingin menyaksikan Tari Topeng Kelana secara langsung, bisa menghubungi Manikam Khatulistiwa di manikam_khatulistiwa@gmail.com. Mengapresiasi kesenian tradisional salah satu wujud dari turut melestarikan budaya sesuai dengan kapasitas masing-masing dan Indonesia yang kaya budaya, adalah aset yang besar untuk mengundang para turis manca negera datang ke tanah air. Zaman boleh berkembang pesat, generasipun silih berganti, namun kelestarian budaya adalah tanggung jawab kita bersama sebagai anak bangsa.
Saya enggan menyebutkan siapa pencipta Tari Topeng Kelana, karena beberapa sumber menyebutkan bahwa Tari Topeng Kelana, sudah ada sejak zaman Kerajaan Singasari. Awalnya Tari Topeng Kelana hanya dipentaskan di lingkungan kerajaan saja artinya hanya dipertontonkan untuk keluarga kerajaan, dan tarian ini dinilai bersifat spiritual bukan sebagai hiburan. Seiring dengan berjalannya waktu terjadi pergeseran nilai, Tari Topeng Kelana ditampilkan di setiap kesempatan dan lebih memasyarakat.
Manikam Khatulistiwa sebagai lembaga seni budaya yang mengusung seni tradisional, mewajibkan para penarinya untuk menguasai Tari Topeng Kelana. Dida Margana yang melatih para penari, dan Tari Topeng Kelana ini termasuk jenis tarian yang sulit serta memerlukan keahlian yang cukup baik. Tari Topeng Kelana merupakan penggambaran dari tabiat seseorang yang berperilaku buruk, serakah dan arogan.
Ini adalah salah satu penampilan Manikam Khatulistiwa di Pasar Malam Indonesia, Den Haag-Belanda tahun 2013. Manikam Khatulistiwa saat itu menggaet seniman tari senior Ine Arini Bastaman untuk tampil di acara yang dihadiri hampir seribu orang. Tari Topeng Kelana biasanya dipentaskan oleh laki-laki, namun pakem tersebut sudah berubah seiring dengan perkembangannya, saat ini perempuan juga banyak yang mementaskan tarian itu. Tari topeng kelana umumnya dipentaskan oleh 4-6 orang penari tetapi tak jarang pula dipentaskan secara solo atau sendiri, seperti yang dilakukan pada saat di Den Haag-Belanda.
Dapat kita lihat dari foto, bentuk dan warna topeng mewakili karakter atau watak tokoh yang dimainkan. Topeng dan kostum yang didominasi warna merah mewakili karakter yang tempramental, merupakan orang yang serakah dan tidak bisa menahan hawa nafsu divisualisasikan dalam gerakan langkah kaki yang lebar dan menghentak. Sepasang tangannya juga terbuka, serta jari-jari yang selalu mengepal.
Mengingat sejarahnya bahwa Tari Topeng Kelana hanya dipertontonkan di kalangan raja-raja, Manikam Khatulistiwa pun pernah membawakan Tari Topeng Kelana di acara Musyawarah Agung Keraton Se-Nusantara yang dihadiri oleh raja dan sultan yang ada di Indonesia, prakrasai oleh Yang Mulia Kanjeng Sultan Sepuh XIV dari Kesultanan Cirebon. Diadakan di Bandung bersamaaan dengan acara kirab raja, sultan dan ratu yang mewarisi kesultanan di Indonesia.
Selain menampilkan Tari Topeng Kelana, di acara Musyawarah Agung Keraton Nusantara, kamipun menampilkan Rampak Kendang yang menggebrak mampu menyedot perhatian para yang mulia. Manikam Khatulistiwa konsisten pada seni dan budaya yang mengangkat kearifan lokal dan nilai tradisi, para penari bukan hanya menari tetapi sebagai duta seni budaya diajarkan pula filosofi yang terkandung di dalamnya termasuk pada Tari Topeng Kelana.
Tari Topeng Kelana pernah ditampilkan pula sebanyak 6 penari Manikam Khatulistiwa di acara Summer Festival Bratislava 2016 lalu dan Journee Indonesie di Prancis 2017. Tarian ini terbagi menjadi dua bagian utama, yakni bagian baksarai dan ngedok. Baksarai adalah merupakan pementasan tari ketika belum memakai topeng, sedangkan ngedok merupakan bagian ketika para penari sudah memakai topeng. Dan pada saat sebelum dimulai tarian, topeng sudah disimpan di area dengan ditutupi oleh potongan kain merah.
Menari rampak dengan 6 penari terasa lebih energik dan bagi penari memerlukan kekompakan gerak yang harmoni. Ada bagian dalam tarian ini seperti gerakan tertawa terbahak-bahak, dengan topeng merah mata yang menonjol keluar membuat karakter antagonis yang tertuang semakin kentara. Setiap kali Manikam Khatulistiwa membawakan Topeng Kelana selalu mendapat sambutan hangat dari penonton, dan Tari Topeng Kelana dari Cirebon, memang lebih sering ditampilkan di acara-acara umum ketimbang tari topeng lainnya.
Kostum Tari Topeng Kelana yang dikenakan oleh dua penari Manikam Khatulistuwa yaitu Vanya Vibilla Andjani dan Rizkita Pangastuti didampingi oleh guru mereka Dida Margana, seorang seniman tari yang telah melanglang buana. Pada tahun 80 han Kang Dida begitu kami memanggilnya pernah tampil di hadapan Raja Belanda dan kemudian dimuat di surat kabar setempat, iapun dijuluki "Magic Hand" karena tangannya menggerakkan tarian sangat berbicara dan mengundang daya tarik. Foto ini diambil sehabis menari di Balikpapan, saat kami mempromosikan budaya Jawa Barat.
Kostum Tari Topeng Kelana terbuat dari bahan beludru merah, dengan bawahan celana sepanjang betis. Hal ini untuk memudahkan gerak penari, yang banyak gerakan mengangkat kaki. Celana dilapisi kain batik sebatas paha, biasanya motif batik yang dipakai para penari adalah motif mega mendung khasnya dari Cirebon. Adapun Manikam Khatulistiwa selalu memakai batik tulis atau cap untuk mempromosikan batik sebagai warisan budaya, bukan batik printing atau tekstil yang bermotif batik yang sering kali salah kaprah dianggap sebagai batik. Hal ini secara langsung mengedukasi para seniman yang terlibat di Lembaga Seni Manikam Khatulistiwa, seperti yang dilakukan oleh salah satu anggota Manikam Khatulistiwa S.Ken Atik Djatmiko yang kerap memberikan wawasan tentang batik dan kain tradisional di berbagai kesempatan yang juga sebagai penata kostum di Lembaga Seni Budaya Manikam Khatulistiwa.
Mahkota atau penutup kepala penari Topeng Kelana lebih simple ketimbang Tari Merak, pada tangan penari dipasang dua gelang kulit dan sepasang gengge pada kaki yang berbunyi ketika digerakkan. Begitulah kelengkapan kostum Tari Topeng Kelana, jika anda ingin menyaksikan Tari Topeng Kelana secara langsung, bisa menghubungi Manikam Khatulistiwa di manikam_khatulistiwa@gmail.com. Mengapresiasi kesenian tradisional salah satu wujud dari turut melestarikan budaya sesuai dengan kapasitas masing-masing dan Indonesia yang kaya budaya, adalah aset yang besar untuk mengundang para turis manca negera datang ke tanah air. Zaman boleh berkembang pesat, generasipun silih berganti, namun kelestarian budaya adalah tanggung jawab kita bersama sebagai anak bangsa.
Sponsored Link
Sponsored Link
Sponsored Link
Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.