Agustus 22, 2019

Makam Panembahan Kalibening

Makam Panembahan Kalibening, yang sering disebut Makam mBah Kalibening atau Makam Kalibening, merupakan makam tua yang berada di perbukitan Desa Dawuhan, di Kecamatan dan Kabupaten Banyumas. Jika ditarik garis lurus, Makam Panembahan Kalibening di perbukitan ini berjarak sekitar 600 meter dari tepian Kali Serayu. Sedikit ke atas dari Makam Panembahan Kalibening terdapat Sumur Pasucen yang airnya luar biasa bening.

Sumur itu lebih tepat disebut umbul karena airnya terus keluar, meluap keluar dinding. Ada pula Pendopo dan Museum Kalibening, yang dibuka sekali setahun saat Maulud. Makam Panembahan Kalibening berjarak 5 km dari Alun-alun Banyumas, arah ke Barat. Setelah 300 meter melewati Makam R. Joko Kaiman kami belok ke kanan dan mengikuti alur jalan. Jalan itu lalu menanjak tajam sebelum mentok di pertigaan. Jika ke kiri sejauh 30 meter sampai ke pendopo, jika lurus adalah trap-trapan undakan ke Makam Panembahan Kalibening.

Setelah memberitahu kuncen bernama Ardja Semita yang ternyata umurnya sudah sepuh, kami menunggu di pendopo tradisional cantik yang berada tepat di depan Museum Kalibening, dengan empat soko guru dan pilar-pilar penunjang. Pada blandar terdapat torehan aksara berbunyi "Keblat papat gapuraning praja", kiblat empat gapuranya negri.

makam panembahan kalibening banyumas
Undakan yang berada persis di pertigaan jalan ini adalah akses menuju ke Makam Panembahan Kalibening dan Sumur Pasucen. Menunggu kuncen yang lama tak muncul, mulailah saya mendaki. Setelah menapak puluhan undakan barulah kuncen Ardja Semita muncul di ujung bawah undakan. Agak was-was juga menunggu kakek yang sudah sepuh itu menaiki undakan dengan dibantu oleh tongkat. Selanjutnya kami beriringan meneruskan langkah kaki dengan pelan menapaki undakan yang masih lumayan jauh.

Konon ketika Kalibening masih menjadi bagian Kadipaten Selarong, wilayah itu tertimpa musim kemarau panjang. Resi Ajar Pamungkas yang waskita lalu meminta Adipati Galagumba (Glagah Amba) untuk bertapa di Gunung Slamet, yang kemudian menerima petunjuk bahwa seseorang akan datang untuk menolong. Tak lama kemudian datang Kaligajati atau Ki Langlanggati.

Lantaran tidak tega melihat penderitaan rakyat, ia pun menancapkan pusakanya di alun-alun Selarong. Saat dicabut, turunlah hujan. Ki Langlanggati lalu tinggal di Dawuhan, dan karena sulit air, ia tancapkan pusakanya hingga muncul air bening dari tanah. Ki Langlanggati kemudian dikenal sebagai Panembahan Kalibening.

makam panembahan kalibening banyumas

Pandangan pada ruas undakan terakhir sebelum sampai di area Makam Panembahan Kalibening dengan kemiringan cukup tajam. Terlihat di atas sana, yang berada di depan cungkup Makam Panembahan Kalibening, terdapat sebuah pendopo yang sekaligus berfungsi sebagai musholla untuk para peziarah untuk sholat dan beristirahat.

Saat itu cungkup Makam Panembahan Kalibening terlihat renta, dan terkesan muram karena adanya tembok pelindung di depan pintu makam. Bangunan utamanya sebenarnya cukup bagus, hanya sudah perlu dicat ulang. Pohon besar tinggi di belakang cungkup selain memberi keteduhan juga menambah aura magis makam, tentu bagi yang mempercayainya.

Uluran tangan dari pemerintah daerah setempat diperlukan untuk membiayai situs semacam ini, oleh sebab cukup sulit mengharapkan kuncen untuk menyisihkan penghasilannya dari derma peziarah yang tak menentu besarannya. Masih ada orang yang bersedia merawatnya pun sudah merupakan hal yang baik, karena orang itu bukan hanya menunggui situs mati namun juga merawat ingatan dan sejarah masa lalu.

Kuncen Ki Ardja Semita yang sudah sepuh kemudian duduk berdoa di teras kecil yang berada persis di depan pintu makam Panembahan Kalibening yang gemboknya baru saja ia buka beberapa saat sebelumnya. Ada bekas bakaran dupa yang telah menggunung, serta barang persembahan berupa nenas, kelapa, dan benda lainnya. Nisan makam tertutupi kain merah putih dengan kembangan abu-abu.

Sesaat kemudian kami meneruskan melangkah menuju ke lokasi Sumur Pasucen. Dalam perjalanan, terlihat ada tengara pada batu yang berbunyi "Rampoengipoen damel Soemoer Pasoetjen 1918", atau selesainya pembuatan Sumur Pasucen pada 1918. Kami mengayun kaku melewati Sumur Lanang dan ketika pulang lewat Sumur Putri, namun kondisi kedua sumur itu dalam keadaan memprihatinkan.

Kami akhirnya sampai di Sumur Pasucen yang konon airnya keluar setelah Panembahan Kalibening menancapkan pusakanya itu. Airnya terus melimpah dari bibir sumur yang bentuknya bundar ini. Air sumur yang luar biasa bening ini terasa sejuk di tangan dan muka. Ki Ardja Semita menyebutkan bahwa ada dua mata air di sumur yang kedalamannya sekitar empat meter ini.

Tri, supir yang menemani sampai termangu melihat begitu jernihnya air Sumur Pesucen. Menggunakan kedua tangannya ia membasuh tangan, muka dan meminum beberapa teguk air yang konon bisa membuat awet muda dan banyak rejeki. Gayung plastik dan gayung yang terbuat dari batok kelapa juga disediakan di tepi sumur.

Dasar Sumur Pasucen terlihat sangat jelas dengan tebaran uang logam di dasarnya. Airnya yang tenang menjadikannya cermin yang sempurna. Meski berada pada ketinggian perbukitan, namun Sumur Pasucen belum lagi di puncak bukit. Puncak bukitnya ada di sebelah Barat pada jarak 575 meter, dan di sebelah Utara berjarak sekitar 600 meter.

Di sekitar Makam Panembahan Kalibening ada Makam Panembahan Putri, Makam Adipati Glagah Amba, dan Makam Panembahan Gunung Padhang atau Ki Ajar Subrata, namun saya tidak ke sana. Setelah menempelkan salam terima kasih kepada Ki Ardja Semita, kami berpamitan di pendopo makam, karena ia masih ingin di sana, mungkin menunggu tamu lain.


Makam Panembahan Kalibening

Alamat : Desa Dawuhan, Kecamatan dan Kabupaten Banyumas. Lokasi GPS : -7.51575, 109.25442, Waze. Hotel di Purwokerto, Hotel di Baturraden, Tempat Wisata di Banyumas, Tempat Wisata Kuliner Banyumas, Peta Wisata Banyumas.
Label: Banyumas, Dawuhan, Jawa Tengah, Makam, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.

aroengbinang, seorang penyusur jalan.
Traktir BA secangkir kopi? Scan via 'Bayar' GoPay.