Itu karena Kudus berada di kaki semenanjung Jepara yang berbentuk menyerupai punuk Unta, dengan sisi sebelah kiri curam hingga Kota Semarang, dan kaki sebelah kanan curamnya lebih pendek dan melandai hingga Rembang. Gunung umumnya dianggap sebagai tempat dimana dewa pelindung bersemayam, sedangkan laut adalah sumber datangnya pengaruh jahat yang harus ditangkal.
Halaman Kelenteng Hok Hien Bio Kudus yang cukup luas ditutup dengan paving blok rapi. Ada sedikit tanaman perdu di sebelah kanan dan pohon tanggung agak ke belakang yang sedikit membantu pemandangan agar tak terlihat sangat gersang. Tak ada patung sepasang naga berebut mustika di puncak atap, yang lazim terlihat di banyak kelenteng seperti ini.
Tampak muka Kelenteng Hok Hien Bio Kudus dengan wuwungan datar memanjang, dan ada wuwungan kedua di belakangnya yang berbentuk pelana. Warna dominan merah dan kuning mewarnai keseluruhan penampakan luar kelenteng ini, dengan gelantungan lampion pada langit teras dan tulisan dalam huruf Tionghoa di atas ketiga pintu masuknya.
Jika saja pengurus Kelenteng Hok Hien Bio Kudus membuat terjemahan dari tulisan tentu akan lebih bermanfaat bagi pengunjung karena biasanya memiliki nilai filosofis yang dalam. Lagi pula sangat boleh jadi ada warga keturunan Tionghoa sendiri yang tak begitu mahir membaca tulisan itu.
Pada teras pintu masuk sebelah kanan terdapat sepasang arca singa penjaga (Ciok say) terbuat dari porselen berwarna, yang jantan memegang bola dan yang betina memegang anak mereka. Di tengahnya terdapat hiolo kaki tiga untuk menancapkan batang hio setelah sembahyang kepada Thian, Dewa Langit. Di sebelah kanan terlihat tempat pembakaran kertas uang (Kim Lo) yang berbentuk labu besar.
Sebagaimana di kelenteng lainnya, setelah berakhirnya orde baru, setiap tahun baru Imlek Kelenteng Hok Hien Bio Kudus juga mengarak rupang Toa Pe Kong dan menampilkan kesenian liang liong dan barongsai. Perayaan Bee Gwee yang diselenggarakan sejak 2006 oleh kelenteng ini diikuti perwakilan kelenteng dari berbagai daerah di tanah air.
Altar Hok Tek Ceng Sien (Dewa Bumi) di Kelenteng Hok Hien Bio Kudus, dewa yang dipuja oleh para petani dan pedagang agar panen melimpah dan usaha perdagangan untung besar. Di tanah leluhurnya orang Tionghoa banyak yang bertani menanam padi, namun di negeri ini kebanyakan keturunan Tionghoa hidup dengan berdagang. Jika pun ada yang bertani, sangatlah jarang. Jika pun ada mereka hanya menjadi tuan tanah, sebagai warisan dari jaman kolonial.
Di Propinsi Hok Kian Tiongkok, juga di Taiwan dan di sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia, para petani dan pedang melakukan sembahyang kepada Hok Tek Cin Sin pada tanggal 2 dan tanggal 16 penanggalan Imlek setiap bulan, agar hasil panen dan usahanya lancar. Upacara Sembahyang ini disebut Cuo Ge (Zuo Ya).
Sembahyang di altar Hok Tek Cin Sin pada tanggal 2 bulan 2 Imlek disebut Sembahyang Awal Tahun Thao Ge. Sedangkan sembahyang tanggal 16 bulan 12 Imlek disebut Sembahyang Akhir Tahun Be Ge, sebagai pernyatakan syukur atas berkah panen dan lancarnya usaha dagang selama setahun. Pada saat itu, para pedagang biasanya mengundang pelanggan dan karyawannya untuk hadir dalam jamuan pesta.
Terkabulnya doa yang dipanjat adalah keinginan dari setiap orang yang menyadari bahwa ada kekuatan tak terlihat yang mampu menjadikan hitam putihnya kehidupan seseorang. Baik itu menyangkut keberhasilan di sekolah, rejeki, pangkat, kemajuan usaha, kehidupan perkawinan dan anak, serta keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di alam langgeng nanti.
Sebelum masuk ke dalam ruang utama kami sempat berbincang dengan biokong atau penjaga kelenteng, seorang pria dengan kumis hitam yang lebat bernama Khundori yang telah berusia lebih dari setengah abad, ditemani seorang pria lain. Usia kelenteng dikatakan telah lebih dari 260 tahun namun saya tak menemukan prasasti yang menyebut tahun berdirinya.
Ada pula altar Kwan Im Hud Cow di Kelenteng Hok Hien Bio Kudus, sesuai tengara nama yang dipasang di sana. Di tengah ada tiga rupang (patung) Kwan Im dalam posisi meninggi, dengan dua terendah berwajah menyerupai pria memakai baju yang hampir mirip dengan rambut diikat di atas kepala, dan yang paling atas berwajah menyerupai wanita dengan dua tangan di depan perut dan dua tangan menangkup di depan dada, serta ada sekitar sepuluh atau sebelas tangan di masing-masing kanan dan kiri badannnya.
Kwan Im Hut Co atau Dewi Kwan Im atau Buddha Avalokitesvara, juga disebut sebagai Kwan Si Im Pho Sat karena sifatnya yang amat welas asih. Banyaknya tangan pada rupang yang paling tinggi boleh jadi merupakan perwujudannya sebagai Chien Chiu Kwan Im atau Kwan Im Tangan Seribu yang sanggup mengabulkan semua permohonan umatnya.
Altar lainnya di Kelenteng Hok Hien Bio Kudus diperuntukkan bagi pemujaan Hian Thian Siang Tee. Patungnya digambarkan sebagai seorang raja dengan mata setengah menutup, kumis dan jenggot hitam panjang, mengenakan pakaian kebesaran dan mahkota pendek, diapit sepasang naga emas, dan di belakangnya ada pengawal berwajah kemerahan. Pada bagian depan kiri kanan ada ornamen binatang mistis, menyerupai singa, dan di belakangnya lagi sepertinya Kilin.
Kedudukan Hian Thian Siang Tee di kalangan Dewa Langit sangat tinggi, setingkat di bawah Kaisar Giok atau Giok Hong Tay Te yang adalah penguasa surga dan semua alam lain di bawahnya, termasuk alam manusia dan neraka. Hian Thian Siang Te berkuasa di Langit bagian Utara dan merupakan salah satu dari Empat Maha Raja Langit. Altarnya dianggap penting karena ia adalah dewa yang memegang wewenang urusan kekuatan gaib, ilmu gaib dan makhluk gaib.
Kelenteng Hok Hien Bio Kudus
Alamat : Jalan Ahmad Yani No 10, Kudus, Jawa Tengah. Lokasi GPS : -6.8172862, 110.8388355, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Hotel di Kudus, Hotel Murah di Kudus, Peta Wisata Kudus, Tempat Wisata di Kudus.Label: Jawa Tengah, Kelenteng, Kudus, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.