Sama dengan ketertarikan untuk mengunjungi Candi, Masjid, Vihara dan dalam frekuensi yang lebih jarang, Gereja. Kebanyakan kelenteng dipergunakan sebagai tempat sembahyang bagi penganut Tri Dharma, yaitu agama Tao, Kong Hu Cu, dan Buddha, sebuah cara untuk tetap bertahan hidup dimasa orba.
Suasana agak temaram ketika saya memasuki pintu gerbang Sanggar Agung, melewati sebuah taman yang cukup luas, dan lalu masuk ke bangunan utama kelenteng. Tidak ada yang menyapa ketika saya masuk ke dalam bangunan Kelenteng Sanggar Agung ini, dan karenanya ada perasaan bebas untuk memotret, tanpa harus mengganggu mereka yang tengah bersembahyang.
Tampak depan Kelenteng Sanggar Agung dengan bunga teratai buatan berwarna putih dengan sapuan warna pink di tengah bundaran kolam kecil terlihat di halamannya.
Ornamen di atas lorong masuk mengingatkan saya pada bentuk Kala yang biasa dijumpai di candi-candi Hindu dan Hindu Buddha.
Sebuah bedug tampak di sebelah kanan dan genta di sebelah kiri pintu masuk. Bentuk bangunan nyaris tidak menyerupai bentuk sebuah kelenteng.
Memasuki gedung, terlihat sebuah altar elok di Kelenteng Sanggar Agung Surabaya diperuntukkan bagi sembahyang para penganut agama Buddha, dengan patung yang di gambarkan berada di bawah pohon Bodhi.
Bunga sedap malam diletakkan mengapit arca Buddha yang ada di atas meja altar, dengan sebuah hiolo berisi batang-batang hio yang tak berasap lagi.
Di altar ini, nyala lilin diganti dengan bohlam-bohlam listrik kecil, membuatnya bebas asap namun menjadi kurang mengesankan untuk dilihat.
Keberadaan altar Buddha di kelenteng semacam ini adalah sebagai akibat kebijakan masa orba yang melarang semua jenis kegiatan, tradisi, dan tempat yang berbau Tionghoa. Penyebabnya adalah Tiongkok dianggap ikut bertanggung jawab dalam peristiwa G30S PKI.
Untuk menyiasatinya ada banyak kelenteng yang mengubah tempat ibadahnya menjadi TITD (Tempat Ibadah Tri Dharma) dan mengubah nama kelenteng menjadi vihara. Meski masa orba sudah lewat, namun TITD masih tetap ada hingga sekarang.
Meja altar bermandi cahaya bohlam listrik dengan deretan patung yang diletakkan di bawah tiga patung Buddha. Paling kiri adalah Maitreya, lalu arca Dewi Kwan Im, Ti Cang Wang Pu Sa, dan dua patung lainnya.
Maitreya adalah Buddha yang akan datang, tinggal di surga Tusita yang menjadi tempat tinggal para bodhisatva sebelum mencapai Buddha.
Ti Cang Wang Pu Sa adalah Ksitigarbha atau Bodhisattva Mahasattva, yang biasanya diwujudkan dalam rupa seorang Bhikkhu dengan lingkaran cahaya disekeliling kepala, membawa tongkat pembuka pintu alam neraka dan membawa sebuah permata pengabul permohonan untuk menerangi jalan kegelapan neraka.
Nama Ksitigarbha bisa diartikan sebagai "Bendahara Bumi", "Simpanan Bumi", atau "Rahim Bumi", terkenal karena tekadnya untuk mengambil tanggung jawab atas seluruh mahluk di enam alam.
Sejumlah ornamen menarik di pada ujung tombak, entah memang ada senjata yang berbentuk seperti itu, atau hanya sekadar sebagai hiasan untuk mempercantik ruangan.
Di sisi kelenteng lainnya terlihat ada patung Cai Shen Ye & Ba Xian, bersebelahan dengan altar sembahyang bagi Guan Sheng Di Jun, serta altar bagi De Zheng Shen.
Cai Shen Ye adalah dewa kekayaan, harta, atau rizki. Ba Xian adalah Delapan Dewa yang masing-masing mewakili 8 kondisi kehidupan : muda, lansia, miskin, kaya , rakyat jelata, ningrat, pria dan wanita
Patung Dewi Kwan Im berukuran besar dengan empat pengawal langit, serta dua naga raksasa, adalah merupakan patung yang paling mempesona di Kelenteng Sanggar Agung Surabaya.
Patung ini tingginya 20 meter, bandingkan dengan tinggi orang di bawahnya yang terlihat kecil.
Karya seni yang sangat mengesankan juga ada pada patung dua naga berukuran besar di Kelenteng Sanggar Agung ini.
Lokasi patung Dewi Kwan Im berada di halaman belakang Kelenteng Sanggar Agung yang berbatasan dengan laut.
Cahaya yang rendah menjadi kendala karena tidak membawa tripod, selain itu jarak antara patung ke tembok juga sangat dekat, dan saya hanya membawa lensa 24-70mm, meninggalkan lensa 14mm di rumah.
Merupakan ide buruk untuk pergi memotret tanpa persenjataan lensa yang lengkap...
Saat itu ada seorang pria tengah bersembahyang di depan altar Dewa Langit, menghadap ke arah Patung Dewi Kwan imi yang berukuran sangat besar itu.
Beberapa saat sebelumnya ada seorang wanita tengah melakukan ritual sembahyang di depan altar utama kelenteng.
Hanya ada beberapa pengunjung yang bersembahyang pada malam itu, dan Kelenteng Sanggar Agung karenanya terlihat agak sepi.
Belum semua bagian Kelenteng Sanggar Agung ini sempat saya telusuri, karena pencahayaan di dalam ruangan yang agak kurang pada malam hari.
Jika ada waktu mungkin saya akan berkunjung lagi ke Kelenteng Sanggar Agung ini pada siang hari, sambil melihat-lihat pemandangan di sekitar Pantai Ria Kenjeran yang romantis itu.
Kelenteng Sanggar Agung Surabaya
Alamat : Jl. Sukolilo 100, kompleks Pantai Ria Kenjeran, Surabaya. Lokasi GPS : -7.24736, 112.80180, Waze. Rujukan : Hotel di Surabaya, Tempat Wisata di Surabaya, Peta Wisata Surabaya.Label: Jawa Timur, Kelenteng, Kenjeran, Surabaya, Wisata, Wisata Religi
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.