Bahwa Gus Dur dikenal sebagai seorang kyai, budayawan, dan intelektual yang pluralis semua orang sudah tahu. Ia membuka sekat-sekat kesukuan dan keagamaan sehingga membuat hubungan yang berpotensi tegang berubah menjadi cair. Mempromosikan persamaan ketimbang membesar-besarkan perbedaan. Melihat isi ketimbang bungkus yang sering palsu, menipu, dan menyesatkan.
Adalah Gus Dur sebagai presiden yang mencabut Inpres No.14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina yang melarang masyarakat etnis Tionghoa merayakan Imlek secara terbuka, dengan menerbitkan Keputusan Presiden No.6 Tahun 2000 pada 17 Januari. Lalu pada Peringatan Tahun Baru Imlek 2553 pada 17 Februari 2002, Megawati sebagai presiden menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional mulai tahun 2003.
Pandangan depan pada gedung dua lantai cantik yang diperuntukkan bagi Perpustakaan Gus Dur di Taman Budaya Tionghoa Indonesia TMII Jakarta. Meski tulisannya sedikit terhalang oleh air mancur namun masih bisa terbaca dengan jelas. Tengara perpustakaan Gus Dur juga ditoreh pada batu prasasti yang diletakkan di bawah pohon kemboja di sebelah kanan anak tangga.
Tengara pada dinding luar lantai atas berbunyi "Aula Budi Luhur", sepertinya nama gedung sebelum diperuntukkan sebagai perpustakaan yang dibuat sebagai bentuk penghormatan bagi mendiang Gus Dur. Sepasang lampion merah menghias langit teras, dan ada pula patung singa penjaga (ciok say). Pintu terbuka mengundang kami untuk melongok apa saja yang ada di dalam gedung itu.
Pada dinding ruangan Perpustakaan Gus Dur ada serangkaian foto yang memperlihatkan saat Gus Dur masih kecil bersama ayah ibunya, yaitu KH Wahid Hasyim dan Hj Solekhah, berikut lima saudaranya. Gus Dur lahir di Jombang pada 7 Agustus 1940. Lalu ada fotonya saat remaja, ketika di Mesir, menikah, menjadi Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Hasyim Ashari Jombang, dan foto keluarga bersama isteri beserta keempat puterinya.
Ada patung Gus Dur yang dibuat dalam posisi duduk, tangan kanan melambai, berkopiah, berkacamata, dan dengan ekspresi tawa khasnya. Kursi yang diduduki berukir indah, dengan puncak sandaran seperti mahkota. Di sebelah kanan dipasang bendera NU (Nahdlatul Ulama) berwarna hijau berjumbai kuning. Sedangkan pada dinding sebelah kiri menempel logo bertulis "Perkumpulan Marga Tan Jakarta - Indonesia", mungkin penyumbang benda-benda yang berada di dalam ruangan ini.
Di dalam ruang bawah Perpustakaan Gus Dur Taman Budaya Tionghoa di TMII Jakarta terdapat meja kayu di tengah ruangan, anak tangga menuju lantai dua yang saat itu masih ditutup karena belum selesai dikerjakan interiornya, patung Gus Dur, foto saat menjabat sebagai presiden RI bersama ibu negara Sinta Nuriah, serta bendera Nahdlatul Ulama di sebelah kanan. Di lantai dua itulah buku-buku untuk perpustakaan nantinya disimpan dan dipamerkan.
Pluralis Sejati
Ada karikatur Gus Dur yang duduk bersila mengenakan sarung khas santri Jawa, lalu foto dengan kutipan pidato di acara perayaan Natal bersama 27 Desember 1999, berbunyi "Mestinya yang merayakan hari Natal bukan hanya umat Kristen, melainkan juga umat Islam dan umat beragama lain, bahkan seluruh umat manusia.Sebab, Yesus Kristus atau Isa Al-Masih adalah juru selamat seluruh umat manusia, bukan juru selamat umat Kristen saja". Gus Dur lebih senang membangun jembatan, ketimbang meruntuhkannya dengan membesar-besarkan perbedaan. Islam pun menghormati Isa Al-Masih sebagai nabi yang memiliki kedudukan istimewa.
Kutipan kata-kata Gus Dur yang terkenal lainnya, memperlihatkan sikapnya sebagai seorang pluralis yang melihat setiap manusia bukan semata dari agama dan sukunya, namun lebih pada tindak tanduk dan perbuatan nyata yang baik yang bisa dirasakan manfaatnya oleh sesama.
Di negeri ini, setiap warga negara memiliki kedudukan setara, mempunyai hak dan kewajiban yang sama, apa pun suku dan kepercayaan yang dianutnya, dan itu dijamin oleh konstitusi. Di bawah poster ini ada tulisan "sedang diperbaiki", entah frame atau isinya atau kedua-duanya yang hendak diperbaiki.
Keturunan Tan Kim Han
Sebuah poster pada dinding di bawah tangga ke lantai dua di Perpustakaan Gus Dur Taman Budaya Tionghoa TMII Jakarta, memperlihatkan foto sang kyai dengan tangan bertelekan di atas tongkat, dan tulisan yang mengutip ucapannya pada acara talk show "Living in Harmony" di Mal Ciputra 30 Januari 2008.Poster itu menyebut bahwa nenek moyang Gus Dur bernama Tan Kim Han, seorang muslim yang lahir tahun 1383 di Jin Jiang, Fujian, Tiongkok. Ia datang bersama Laksamana Cheng Ho pada 1405. Makamnya berada di Trowulan, Mojokerto, dengan gelar Syekh Abdul Qodir Al-Shini.
Foto lainnya adalah saat terpilih sebagai Ketua PBNU tahun 1984, mendeklarasikan PKB tahun 1998, bersama HB X - Megawati - Amin Rais mendeklarasikan gerakan reformasi, foto dengan Megawati dan foto sebagai presiden.
Masa pemerintahan Gus Dur adalah era yang gaduh, baik oleh gaya Gus Dur sendiri maupun oleh ambisi politisi dan mulut pengamat yang blong remnya, sampai ia dilengserkan karena sebab sepele dan diduga ada rekayasa. Dengan segala kelemahannya, Gus Dur diakui memiliki banyak kelebihan yang tak dimiliki oleh intelektual, budayawan, hingga politisi kawakan di negeri ini.
Alamat Perpustakaan Gus Dur berada di Taman Budaya Tionghoa, Taman Mini Indonesia Indah, Ceger, Cipayung, Jakarta Timur. Lokasi GPS : -6.3045521, 106.902734, Waze. Jam buka : 09.00 - 16.00. Harga tiket masuk : gratis. Pintu Masuk TMII (3 tahun ke atas) Rp 10.000, mobil Rp 10.000, Bus Rp 30.000, sepeda motor Rp. 6.000, sepeda Rp 1.000. Hotel di Jakarta Timur, Hotel Melati di Jakarta Timur, Peta Wisata Jakarta Timur, Peta Wisata Jakarta, Rute Lengkap Jalur Busway TransJakarta, Tempat Wisata di Jakarta, Tempat Wisata di Jakarta Timur, Nomor Telepon Penting.
Label: Gus Dur, Jakarta, Jakarta Timur, Perpustakaan, Taman Mini, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.