Tugu Batu Satam berada di lokasi yang cukup sibuk dengan seliweran sepeda motor dan juga kendaraan roda empat. Sehingga agak sulit atau bahkan hampir mustahil bisa memotret tugu ini tanpa menangkap seliweran motor di sampingnya. Kalau saja ada tripod bisa diakali.
Saat itu nama Batu Satam masih terdengar asing di telinga, dan tidak pernah pula terekam di dalam ingatan bahwa ada hubungan antara batu yang bernama aneh itu dengan Pulau Belitung. Belitung di ingatan ya Laskar Pelangi, tambang timah, dan pantai. Belakangan baru saya temui bahwa Belitung ternyata jauh lebih beragam dan menarik ketimbang semua yang telah disebutkan itu.
Bundaran dimana Tugu Batu Satam berada, dengan kolam air mancur yang airnya mengucur hidup, dan jalur jalan pedestrian mulus mengelilinginya. Delapan pilar menyangga dudukan Batu Satam yang ukurannya cukup besar.
Sebuah tugu atau monumen dibuat tentu dengan maksud tertentu. Pikiran itulah yang menggerakkan kaki untuk mendekat dan memotretnya, meskipun pemandangan di sekitar bundaran belum begitu mendukung dan perlu untuk ditata ulang.
Batu Satam di Belitung nampaknya hanya yang berwarna hitam mengkilap dengan tekstur yang khas. Tidak ditemukan informasi kapan Tugu Batu Satam Belitung ini diresmikan, namun tampaknya baru setahun atau dua tahun sebelum saya memotretnya, jika membaca berita terkait pembuatan tugu ini di beberapa media online.
Satam adalah kata jadian yang berasal dari bahasa Tionghoa Sa yang berarti pasir, dan Tam yang berarti empedu. Batu Satam ditemukan berada diantara biji timah oleh para penambang timah darat di Belitung, sehingga seolah menjadi empedu pasir meskipun warnanya hitam mengkilat bukan hijau gelap.
Batu Satam adalah pecahan meteor yang menubruk Bumi sekitar 780.000 tahun lalu. Dikenal di dunia sebagai tektites (Yunani tektos, leleh) dengan ukuran sebesar kerikil berujud gelas mengkilap alami berwarna hitam, hijau, coklat atau abu-abu yang terbentuk dari puing-puing meteor yang terlontar dan meleleh selama benturan di luar angkasa.
Selain di Belitung, batu sejenis juga telah ditemukan di beberapa tempat di Pulau Jawa, Kalimantan, Filipina, Timur Tengah, Cekoslawakia dan juga di benua Australia. Secara ekonomi peran Batu Satam tampaknya cukup penting bagi Belitung, sehingga Tugu Batu Satam pun dibuat, dan rupanya cukup efektif. Terbukti saya menjadi tahu tentang Batu Satam dengan melihat tugu ini. Tanpa tugu ini saya tentu sudah duduk manis di warung untuk makan Mie Belitung.
Batu di puncak tugu Batus Satam dilihat dari dekat. Rupanya Tugu Batu Satam dibuat selain sebagai tengara kota, juga sekaligus untuk mempromosikan adanya Batu Satam yang terkenal di kalangan para penggemar batu dan perhiasan sebagai cindera mata yang khas dari daerah Belitung. Batu Satam sendiri telah lama ditemukan, bersamaan dengan kegiatan penambangan Timah di Belitung, yaitu pada paruh kedua abad ke-19.
Tercatat pada tahun 1921, ketika datang ke Belitung seorang insinyur berkebangsaan Belanda bernama N. Wing Easton menyebut batu ini dengan nama “Billitonite”, atau batu Belitung. Di sebelah kanan Tugu Batu Satam terdapat benda cagar budaya gedung eks-Kantor Billiton Mij yang pernah menjadi pengendali semua kegiatan penambangan di wilayah Belitung. Sayang sekali keaslian bangunan ini tidak dipertahankan, termasuk warna cat dan ornamennya yang telah bertambah namun malah merusak nilainya.
Di sekitar Tugu Batu Satam ini pejalan juga bisa menemukan toko-toko perhiasan yang menjual Batu Satam, baik yang masih berupa butiran-butiran sepanjang beberapa cm sampai yang sudah berupa perhiasan, seperti cincin, giwang, bros dan gantungan kalung. Harganya bervariasi dari Rp. 150.000 - Rp. 400.000, bergantung ukuran dan apakah sudah dipoles atau masih asli.
Tugu Batu Satam Belitung
Alamat : Bundaran Pusat Kota, Tanjung Pandan, Belitung. Lokasi GPS : -2.740427, 107.633044, Waze. Hotel di Belitung, Tempat Wisata di Belitung, Peta Wisata Belitung.Label: Bangka Belitung, Belitung, Monumen, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.