Lokasi Vihara Narada Rahtawu Kudus berada tepat di ujung kaki bukit yang lumayan tinggi dengan kemiringan tajam, hampir menyerupai bentuk kukusan dengan puncak tumpul. Meskipun di bagian atas bukitnya cukup rimbun dengan pepohonan namun pada lerengnya agak telanjang dan hanya ditumbuhi perdu yang kering terbakar panas matahari.
Adalah tengara di pinggir jalan Rahtawu yang membuat saya tertarik untuk ke vihara ini, berharap ada yang menarik di sana. Segala tempat ibadah, apa pun agama dan kepercayaan jamaahnya, hampir selalu membuat saya tergerak untuk mengunjungi dan melihatnya. Kadang hanya melihat bangunan dan ornamennya, dan jika beruntung bisa menggali sejarahnya.
Nama viharanya juga menarik, karena menggunakan nama wayang, Batara Narada. Dalam pewayangan Jawa, wujud Narada tak menarik, berbadan pendek dengan perut agak buncit, tua, dengan mata riyip-riyip, cara berjalan aneh dan kepala selalu menengadah. Namun Batara Narada adalah penasihat dan dewa kepercayaan Batara Guru, raja para dewata di kahyangan.
Dalam perjalanan menuju ke Vihara Narada Rahtawu Kudus, kami melintasi sebuah jembatan cukup lebar yang telah dibeton kuat dan terlihat masih relatif baru, melintang di atas Kali Gelis dengan serak batu gunung di badan sungainya.
Bentang perbukitan yang memanjang tampak sangat dekat dari jalan yang kami lalui. Rahtawu memang merupakan daerah tertinggi di Kecamatan Gebog dengan sejumlah puncak perbukitan. Selewat jembatan ini jalanan menanjak ke perbukitan dan sempit, hanya cukup untuk satu kendaraan.
Beruntung kami tak berpapasan dengan kendaraan lain. Di lereng bukit bagian bawah itu ada permukiman penduduk, mungkin sekitar 50-an lebih rumah. Saya sempat geleng-geleng kepala betapa beraninya mereka tinggal di sana menentang bahaya longsor.
Ada bentuk semacam relief di atas pintu vihara yang membentuk siluet sebuah stupa. Di kiri kanan pintu masuk ini, pada tembok, menempel prasasti yang ditulis pada keramik dengan warna dominan merah marun. Salah satu prasasti menandai peresmian yang ditandatangani oleh Camat Gebog.
Tengara yang menempel pada dinding bangunan vihara, dekat pintu, berbunyi "Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa, Sangha Theravada Indonesia, meresmikan Purna Pugar, Vihara Narada, Desa Rahtawu, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah". Lalu ada tanggal 24 Septmeber 2005 (B.E 2549) dan tanda tangan Sanghanayaka Dhammasubho Thera sebagai Ketua Umum.
Saya tak tahu apa kepanjangan B.E, namun angka 2549 tampaknya merujuk kalender Saka, yang berpadanan dengan tahun 2005 Masehi. Kalender Saka yang berbasis siklus peredaran bulan mengelilingi bumi digunakan masyarakat Hindu Jawa dan Hindu Bali. Sultan Agung kemudian menetapkan Kalender Jawa menggantikan Kalender Saka yang memadukan sistem penanggalan Islam, Hindu, dan sedikit penanggalan Julius.
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa adalah bahasa Pali yang berarti "Terpujilah Sang Bhagava, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna". Bahasa Pali adalah bahasa Indo-Arya yang dipakai kaum Theravada dan merupakan kelompok bahasa prakerta, yaitu bahasa-bahasa rakyat di India Kuno. Berbeda dengan Bahasa Sanskerta yang merupakan bahasa tinggi.
Ada tengara dipasang di atas pintu vihara yang disumbangkan oleh peserta KKN STAB Negeri Sriwijaya pada tahun 2002. KKN sering diakui banyak manfaatnya, bukan saja bagi masyarakat namun juga bagi para mahasiswa sendiri. Namun akan lebih baik lagi jika para peserta KKN itu datang lagi 5-10 tahun kemudian secara bersama-sama dengan membawa kapasitas keahlian dan sumber dana yang lebih besar untuk memajukan desa.
Pandangan ke arah vihara lainnya sempat saya potret, memperlihatkan posisinya yang persis berada di lereng kaki bukit dan lebih tinggi dari jalan di depannya. Sebuah lokasi yang sangat beresiko, terutama jika terjadi hujan terus menerus dan lereng bukit menjadi gembur yang membuatnya rawan longsor. Stupa model Candi Borobudur tampak diletakkan di atas setiap pilar pagar depan.
Pintu masuk ke dalam bangunan vihara sayangnya terkunci dan tak terlihat ada orang atau pengurus di sana. Entah penjaganya sedang pergi atau bangunan ini memang hanya digunakan sewaktu-waktu ketika sedang ada acara tertentu. Bangunan keseluruhannya tak begitu besar, dan nyaris terlihat seperti rumah biasa.
Theravada berasal dari bahasa Pali yang berarti "Ajaran Sesepuh". Disebut demikian karena merupakan mazhab tertua Agama Buddha dan karenanya terdekat dengan ajaran Agama Buddha aslinya. Selama berabad-abad Theravada menjadi mazhab mayoritas di Sri Lanka dan di Indonesia, Kambodia, Laos, Myanmar, dan Thailand. Di seluruh dunia pengikutnya diperkirakan lebih dari 100 juta.
Theravada mengajarkan konsep Vibhajjavada (Pali) atau "Pengajaran Analisis", yaitu bahwa wawasan harus datang dari pengalaman, penerapan pengetahuan, dan penalaran kritis. Jalan Theravada dimulai dengan belajar, diikuti pengamalan, dan puncaknya pencapaian Nirwana. Nirwana adalah keadaan dimana api hawa nafsu telah 'ditiup hingga padam' dan orang telah dibebaskan dari siklus kelahiran, penyakit, penuaan dan kematian.
Sangha Theravada Indonesia berdiri pada tanggal 23 Oktober 1976 di Vihara Maha Dhammaloka (sekarang Vihara Tanah Putih), Semarang. Para bhikkhu yang mencetuskannya adalah Bhikkhu Aggabalo yang kemudian diangkat menjadi Sekretaris jenderal yang pertama, lalu Bhikkhu Khemasarano, Bhikkhu Sudhammo, Bhikkhu Khemiyo, dan Bhikkhu Ñanavuttho.
Alamat Vihara Narada Rahtawu Kudus : Desa Rahtawu, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus. Lokasi GPS : -6.6582484, 110.8655664, Waze. Info Wisata Kudus: Hotel di Kudus, Hotel Murah di Kudus, Peta Wisata Kudus, Tempat Wisata di Kudus.
Label:
Jawa Tengah,
Kudus,
Rahtawu,
Wihara,
Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.