Tujuan semula adalah ke Makam Kyai Mranggi. Setelah menanyakan arah di dekat Masjid Nur Sulaiman Banyumas, kami meluncur ke arah Kejawar dan sampai di pompa bensin sekitar 2 km dari Alun-alun, Tri bertanya kepada seorang penduduk. Sayangnya ia bertanya pada orang yang salah. Alih-alih ke tempat yang semula dituju, kami malah diarahkan ke tempat yang kemudian saya ketahui sebagai Makam Nyai Mranggi. Kedua tempat ini letaknya berjauhan dan berlawanan arah. Setidaknya terpisah sejauh 7,5 km. Entah mengapa kami tidak melakukan cek silang ke penduduk lainnya, sehingga mobil langsung berbalik arah. Kami lewat Alun-alun Banyumas lagi, dan berbelok ke arah Barat. Setelah melewati perkampungan penduduk, mobil mengarah ke Barat Daya melewati bulakan sepanjang 3,5 km dengan pemandangan perbukitan hijau yang cukup menghibur.
Selepas bulakan kami menjumpai permukiman penduduk lagi, dan jalanan mulai menanjak dan terus menanjak sampai lebih dari 3 km sebelum akhirnya kami berhenti untuk bertanya arah. Belokan ke Makam Nyai Mranggi sudah terlewati, sehingga kami pun berbalik arah dan akhirnya menemukan belokan ke kanan (belok ke kiri jika dari Banyumas), masuk ke jalan tanah yang diperkeras. Tidak adanya papan nama, membuat jalan setapak ke atas bukit dimana Makam Nyai Mranggi berada itu pun sempat terlewati beberapa puluh meter. Itu kami ketahui setelah bertanya kepada seorang penduduk yang tengah bekerja di tepi gerumbul, setelah sekitar 600 meter menyusur jalan dusun itu.
Undakan tanah tanpa tatanan batu yang saya tapaki untuk menuju ke atas bukit dimana Makam Nyai Mranggi berada. Beruntung musim hujan belum lagi tiba, sehingga meskipun sedikit sulit untuk menapaki undakan curam dan sempit itu namun tidak ada kekhawatiran kaki akan tergelincir.
Sesampainya di atas bukit hanya terlihat ada beberapa pohon yang ukuran batangnya lumayan besar berdiri tegak di sana, selain pemandangan perbukitan hijau di kejauhan, dan sebuah lintasan jalan relatif sempit yang melintang ke arah kiri dan kanan dari tempat saya berdiri. Di sini masih belum ada petunjuk arah ke Makam Nyai Mranggi.
Ketika kepala menengok ke sebelah kiri terlihat ada sebuah bangunan kecil dengan dinding tembok dan atap seng yang semula saya kira merupakan cungkup Makam Nyai Mranggi. Namun ternyata bukan. Lebih jauh ke kiri lagi ada sebuah bangunan lagi yang menyerupai rumah. Ke sana lah kami menuju, meskipun tidak yakin bahwa kami menuju ke tempat yang benar.
Papan nama yang baru terlihat ketika sudah dekat ke bangunan rumah di atas bukit itu menegaskan bahwa kami tidak salah jalan. Tidak apalah kami gagal pergi ke makam suaminya karena setidaknya kami bisa menemukan Makam Nyai Mranggi di Grumbul Wanasepi, Binangun, Kabupaten Banyumas ini. Boleh jadi saat itu Kyai Mranggi sedang tak hendak dikunjungi ...
Suasana saat itu terasa sangat sepi, yang akan membuat orang merasa tak begitu nyaman jika datang sendirian, apalagi di waktu malam, kecuali memang memiliki niat khusus. Pintu cungkup makam tertutup rapat ketika kami tiba namun untungnya terbuka dengan mudah ketika saya coba dorong.
Tidak ada orang di dalam ruangan cungkup. Namun tidak lama kemudian muncul seorang peziarah. Ia rupanya sudah beberapa hari bertirakat di tempat ini. Kuncennya sendiri tidak muncul sampai kami pergi. Sayang catatan tentangnya yang tersimpan di MemoPad BB saya terhapus ketika saya install ulang OS-nya lantaran sering hang.
Tri (kaos orange) yang menemani saya berkeliling sempat saya potret bersama pria peziarah itu saat kami berada di dalam ruang tunggu cungkup Makam Nyai Mranggi. Apa yang masih tersisa di dalam ingatan adalah bahwa orang itulah yang mengaku telah membuat papan bertuliskan aksara Jawa yang menempel pada dinding ruangan cungkup, bahwa ia sudah sering datang menyepi ke tempat ini, dan bahwa ia pernah beberapa kali melihat penampakan sang Nyai yang katanya mengenakan pakaian berbeda-beda.
Selanjutnya saya masuk ke ruangan tengah Makam Nyai Mranggi. Tak ada yang menarik di sana. Hanya ada sebuah sajadah di atas lantai yang dilapis karpet hijau. Lubang di ujung ruangan adalah pintu menuju ke ruang dalam dimana terdapat jirat kubur. Suasana remang cenderung suram membuat tempat ini terasa wingit. Bagaimana pun saya meneruskan langkah memasuki ruang dalam Makam Nyai Mranggi sendirian.
Menjawab pertanyaan mengapa Makam Kyai Mranggi dan Makam Nyai Mranggi letaknya bisa begitu berjauhan, hal itu dikarenan sang Nyai rupanya pergi meninggalkan rumah setelah suaminya meninggal dunia. Hingga suatu hari Nyai Mranggi tiba di Grumbul Wanasepi dan tinggal di sana sampai wafat dan dimakamkan di puncak perbukitan ini.
Ketika masuk ke dalam, Makam Nyai Mranggi terkesan tua dan sangat sederhana. Jauh dari kesan agung kubur keturunan raja. Tulisan galak pada sisi makam berbunyi: "Dilarang masuk / istirahat di dalam kecuali ada izin !!!". Gunungan hitam di sebelah kiri jirat kubur adalah sisa dupa yang dibakar peziarah. Bunga merah putih yang belum mengering juga terlihat di atas makam.
Nama gadis Nyai Mranggi adalah Rr. Ngaisah, putri bungsu pasangan Raden Haryo Baribin (putera Brawijaya IV, Raja Majapahit) dengan Dyah Ayu Ratu Pamekas (putri bungsu Prabu Dewa Niskala, Raja Galuh Kawali, Pajajaran). Kakak tertua Dyah Ayu Ratu Pamekas adalah Raden Banyak Cotro, yang mengembara mencari pasangan hidupnya sampai ke Kerajaan Pasir Luhur (di sisi Barat Kota Purwokerto sekarang). Dalam pengembaraan itu ia dikenal dengan nama Raden Kamandaka dan sempat menjadi Lutung Kasarung, sebelum akhirnya menikahi putri Raja Pasir Luhur bernama Dewi Ciptoroso.
Jika legenda Raden Kamandaka dan Lutung Kasarung sangat terkenal di daerah Banyumas, tidak demikian dengan nama Kyai dan Nyai Mranggi. Setidaknya begitulah yang saya rasakan, karena nama itu baru saya kenali setelah mulai menulis tentang tempat-tempat wisata Banyumas yang saya kunjungi. Makam Nyai Mranggi mestinya juga dimuliakan oleh Pemda Banyumas, sebagaimana dimuliakannya Makam R Joko Kaiman, Bupati Pertama Banyumas, yang saya kunjungi kemudian, lantaran hubungan yang sangat dekat diantara keduanya.
Joko Kaiman atau Kahiman, yang kemudian juga dikenal dengan nama Adipati Mrapat, adalah putra Raden Banyak Sosro (kakak Nyai Mranggi), yang sejak kecil diangkat anak oleh Kyai serta Nyai Mranggi sampai ia dinikahkan dengan sepupunya sendiri, putri Adipati Anom Wirautama di Wirasaba (kakak tertua Nyai Mranggi). Semoga saja Makam Nyai Mranggi bisa mendapat perhatian yang lebih layak, sebagai bagian dari sejarah Banyumas yang tidak boleh dilupakan.
Makam Nyai Mranggi Binangun Banyumas
Alamat : Grumbul Wanasepi, Binangun, Banyumas. Lokasi GPS : -7.54582, 109.25784, Waze. Jam buka : sepanjang waktu. Harga tiket masuk : gratis, sumbangan diharapkan. Hotel di Purwokerto, Hotel di Baturraden, Tempat Wisata di Banyumas, Tempat Wisata Kuliner Banyumas, Peta Wisata Banyumas.Label: Banyumas, Jawa Tengah, Makam, Wisata, Wisata Religi
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.