Museum Bank Rakyat Indonesia Purwokerto buka pada Hari Minggu sampai Kamis, dan tutup Jumat - Sabtu serta hari libur nasional. Letak museum dekat Soto Jalan Bank, yang sering saya datangi begitu tiba di Purwokerto. Di sebelah museum ada Kantor Unit BRI cabang Wiriatmadja. Nama cabang diambil dari naman jalan, dan nama jalan diambil dari nama Raden Aria Wiriatmadja, penggagas Hulp en Spaarbank Der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau Bank Bantuan dan Simpanan Pangreh Praja Priyayi Pribumi yang didirikan pada 16 Desember 1895 di Purwokerto, yang merupakan cikal bakal Bank Rakyat Indonesia.
Di Museum Bank Rakyat Indonesia Purwokerto ini juga disimpan tulisan tangan berisi Babad Banjoemas yang dibuat dalam bahasa dan aksara Jawa rapi, dibuat oleh Raden Aria Wiriatmadja pada 25 Oktober 1898. Ada pula teks terjemahan dalam Bahasa Belanda, serta cetakan dalam bahasa Jawa dengan menggunaka huruf Latin dalam bentuk buku.
Wid berdiri di depan Patung utuh Raden Aria Wirjaatmadja di halaman Museum Bank Rakyat Indonesia Purwokerto. Dahulu Wiriatmadja menjabat Patih Purwokerto, jabatan setingkat di atas Wedana, kedua jabatan itu sudah ditiadakan. Ketika masih kecil, Bapak pernah mengajak ke rumah Patih Klaten yang halamannya luas dengan pohon besar rindang. Masuk ke Museum Bank Rakyat Indonesia Purwokerto gratis, tak pula perlu mengisi buku tamu.
Yang menarik adalah koleksi uang Gobog dari jaman Kerajaan Majapahit (1293 - 1522). Ada Gobog besar dan Gobog kecil, bergambar tokoh pewayangan seperti Arjuna, Semar, Srikandi, dan Togog. Sisi sebelahnya berisi angka tahun, antara abad XIII - XVI M. Diduga uang Gobog besar Majapahit dibuat terkait peristiwa khusus, karena jumlahnya sedikit. Bahan pembuat gobog adalah campuran kuningan, perunggu, tembaga, dan timah.
Di Museum Bank Rakyat Indonesia Purwokerto ada pula uang kepeng Cina yang digunakan pada masa Majapahit awal, berasal dari Wangsa Tang, Ming, dan Qing (618 - 1912). Ada mata uang VOC awal abad ke-17, diantaranya Stuiver, Doit, dan Silver Ryder (Dukaton), dicetak pemegang saham VOC "Hereen XVII" (the Seventeen Gentlemen di Amsterdam). Ada pula mata uang pemerintah Belanda, yang terbit setelah jaman VOC berakhir, dicetak De Javasche Bank berupa uang kertas dan koin dari tembaga, perak, perunggu, dan emas.
Panel-panel kayu berisi mata uang, diorama, lukisan kartun, Raden Aria Wiriatmadja, dan banyak lagi benda=benda bersejarah lainnya yang disimpan di Museum Bank Rakyat Indonesia. Di latar depan adalah patung indah bernama Kuwera. Dalam kepercayaan Hindu, Kuwera adalah simbol Dewa Kemakmuran. Karena itulah Kuwera dipakai sebagai lambang bank. Kuwera sering digambarkan berperut gendut, memakai mahkota, kalung, gelang tangan dan kaki, dan pundi uang di bawah bantal kursi.
Pada 1942 pemerintah Pendudukan Jepang mengedarkan Uang Jepang untuk menggantikan Uang Belanda. Uang Jepang terdiri dari 3 emisi, yaitu Emisi ke-I De Japansche Regeering dengan satuan sen dan Gulden bernilai 1, 5, 10 Cent, serta ½, 5 dan 10 Gulden. Emisi ke-II Pemerintah Dai Nippon, dan Emisi ke-III Dai Nippon Teikoku Seishu yang diedarkan pada 1943, berbahasa Indonesia dengan satuan Rupiah, terdiri dari pecahan bernilai ½, 1, 5, dan 10 Rupiah.
Setelah merdeka, nama bank sempat berganti nama beberapa kali menjadi antara lain Bank Koperasi, Tani dan Nelayan (BKTN) tahun 1960, sebelum akhirnya ditetapkan sebagai Bank Rakyat Indonesia pada 1967. Peresmian Museum Bank Rakyat Indonesia dilakukan oleh Kamardy Arief, Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia, pada 19 Desember 1990.
Koleksi lainnya adalah ORI I dengan nominal 1 rupiah yang ditandatangani Menteri Keuangan A.A. Maramis bertanggal 17 Oktober 1945 namun baru mulai beredar 30 Oktober 1946. Wakil Presiden Mohammad Hatta berpidato di depan corong RRI pada 29 Oktober 1946, sehari sebelum ORI I secara serentak diedarkan di seluruh wilayah Jawa dan Madura :
"Besok tanggal 30 Oktober 1946 soeatoe hari jang mengandoeng sedjarah bagi tanah air kita. Rakjat kita menghadapi penghidoepan baroe. Besok moelai beredar Oeang Repoeblik Indonesia sebagai satoe-satoenja alat pembajaran jang sah. Moelai poekoel 12 tengah malam nanti, oeang Djepang jang selama ini beredar sebagai oeang jang sah tidak lakoe lagi.
Beserta dengan oeang Djepang itoe ikoet poela tidak lakoe oeang Javasche Bank. Dengan ini toetoeplah soeatoe masa dalam sedjarah keoeangan Repoeblik Indonesia. Masa jang penoeh dengan penderitaan dan kesoekaran bagi rakjat kita!
Sedjak moelai besok kita akan berbelandja dengan oeang kita sendiri, oeang jang dikeloearkan oleh Repoeblik kita. Oeang Repoeblik keloear dengan membawa perobahan nasib bagi rakjat, istimewa pegawai negeri, jang sekian lama menderita karena inflasi oeang Djepang.
Roepiah Repoeblik jang harganja di Djawa lima poeloeh kali oeang Djepang, di Soematera seratoes kali, menimboelkan sekaligoes tenaga pembeli kepada golongan rakjat jang bergadji tetap, jang selama ini hidoep daripada menjoeal pakaian dan perabot roemah, dan djoega kepada rakjat jang menghasilkan, jang penghargaan toekar barang penghasilannja djadi tambah besar."
Ada diorama Museum Bank Rakyat Indonesia Purwokerto yang menggambarkan kejadian pada 1894, ketika Patih Aria Wiriatmadja hadir pada pesta khitanan yang diselenggarakan seorang Guru. Saat itu timbul rasa herannya, mengapa guru yang bergaji kecil bisa membuat pesta mewah, hidangan melimpah, menampilkan tayuban, dan dihadiri pula para pembesar.
Benar saja, Guru itu ternyata berhutang ke pelepas uang (rentenir) dengan bunga sangat tinggi. Maka tergeraklah ia, dan diberikannya pinjaman berbunga rendah agar Guru itu bisa melunasi hutangnya. Karena banyak priyayi mengalami kesulitan sama, maka Radena Aria menggunakan uang kas masjid f.4000 sebagai dana pinjaman berbunga rendah.
Lanjut mengenai sejarah, ORI II dengan nominal 100 rupiah diterbitkan di Jogja pada 1 Januari 1947, ditandatangani Mr Sjafruddin Prawiranegara. Pecahan lainnya adalah 5, 10, dan 25 rupiah. Pada 26 Juli 1947 terbit ORI III dengan pecahan ½, 2½, 25, 50, 100, dan 250 rupiah, ditandatangani Mr AA Maramamis. Jogja menjadi Ibukota RI dari 4 Januari 1946 - 19 Desember 1948.
ORI ditarik dengan terbitnya uang baru pada Maret 1950, dan ditarik pula uang daerah dimana ORI tidak masuk karena situasi keamanan dan kesulitan transportasi, yaitu Uang Republik Indonesia Daerah Aceh (URIDA), Oeang Repoeblik Daerah Banten (ORIDAB), Uang Republik Daerah Djambi (URIDJA), Oeang Repoeblik Indonesia Daerah Tapanoeli (ORITA), Oeang Repoeblik Sumatera (ORIPS), dan Uang Republik Sumatera Utara (URISU).
Karena Asisten Residen E Sieburgh melarang pemakaian dana masjid selain untuk masjid, sehingga didirikanlah Hulp en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs (Bank Bantuan dan Simpanan Pangreh Praja Pribumi) yang mulai beroperasi 16 Desember 1895. Pada 1898 namanya berubah menjadi De Poerwokertosche Hulp Spaar en Landbouw Credietbank (Bank Bantuan, Simpanan dan Kredit Usaha Tani Purwokerto) dibawah pengawasan Asisten Residen Banyumas WPD de Wolff van Westerrode.
Kunjungan ke Museum Bank Rakyat Indonesia Purwokerto memberi pelajaran akan kepekaan, kepedulian dan kepeloporan yang dicontohkan Patih Raden Aria Wiriatmadja. Juga kisah heroik penerbitan ORI yang dibuat bukan sekadar sebagai alat tukar tetapi juga sebagai penyemangat perjuangan, serta sebagai perwujudan kekuatan ekonomi negara berdaulat.
Museum Bank Rakyat Indonesia Purwokerto
Alamat : Jl. Jenderal Sudirman No. 57 Purwokerto. Telp 0281-631812. Lokasi GPS : -7.423924, 109.225447, Waze. Jam Buka : Minggu s/d Kamis: 09.00 - 14.00. Harga tiket masuk : Gratis. Hotel di Purwokerto, Hotel di Baturraden, Tempat Wisata di Banyumas, Tempat Wisata Kuliner Banyumas, Peta Wisata Banyumas.Label: Banyumas, Jawa Tengah, Museum, Purwokerto, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.