Sayapun sangat antusias menyusuri setiap lorongnya, museum dengan tehnologi digital yang canggih dan moderen, Museum Gedung Sate memberikan informasi tentang sejarah Gedung Sate yang dituangkan dalam foto, tulisan, gambar dan filem dalam bentuk digital. Kabarnya Museum Gedung Sate pada saat ini adalah museum digital tercanggih yang berada di Indonesia. Ide yang sangat cemerlang mendirikan Museum Gedung Sate yang mana menjadi tujuan wisata di Kota Bandung, jika rasa ingin tahu lebih dalam tentang Gedung Sate museum ini menjawab semuanya. Gedung Sate bukan hanya sekedar spot berselfie ria, dengan adanya Museum Gedung Sate, masyarakat luas dapat mengetahui sejarah berdirinya dan segala sesuatu yang berkaitan dengan Gedung Sate.
Informasi yang dituangkan dalam tehnologi digital di Museum Gedung Sate selain dari catatan sejarah yang akurat, datapun didapatkan langsung dari Universitas Leiden di Belanda. Ada perbedaan yang sangat menyolok antara museum konfensional dengan museum digital, di era sekarang museum yang dituangkan secara digital lebih menarik perhatian terutama untuk kalangan remaja dan anak-anak. Museum Gedung Sate cukup berhasil dengan konsep digitalnya, adalah pemikiran lama jika museum hanya sebagai tempat penyimpanan bukti peninggalan masa lampau hal itu sudah tidak sejalan lagi dengan masa kini, sebab museum harus menyenangkan dan jangan hanya dianggap sebagai ruang penyimpanan saja.
Pada bagian ini maket Gedung Sate dibuat dengan bentuk sama percis dengan aslinya, sedangkan di belakang maket ada dua layar yang bergerak dilengkapi dengan lampu. Layar sebelah kiri berisi tulisan tentang tahap demi tahap pembangunan Gedung Sate, sedangkan layar sebelah kanan adalah visualisasi dalam bentuk gambar. Ruangan Museum Gedung Sate dipasang lampu di beberapa sudut yang sengaja dibuat tidak terang menderang, hal ini dikarenakan visualisasi digital yang ditayangkan agar tampak lebih jelas.
Museum Gedung Sate luasnya sekitar 500 meter persegi cukup luas dan berada di tempat yang sangat strategis, sehingga meringankan langkah masyarakat untuk menunjungi museum sebagai tempat wisata. Konsep seperti ini akan mengundang minat, apalagi jika secara berkesenambungan Museum Gedung Sate dirawat dengan sangat baik, artinya bukan hanya karena statusnya masih baru. Setidaknya masyarakat akan lebih paham sejarah Gedung Sate yang merupakan peninggalan pemerintah kolonial Belanda.
Salah satu lorong yang menarik perhatian, dan saya yakin jika anda membawa anak-anak ke Museum Gedung Sate akan menyenangkan selain itu memberikan mereka pendidikan sejarah. Lorong ini mempunyai sensor, ketika berjalan di atas lantai lorong tersebut lampunya akan menyala. Berisi visualisasi jalanan yang berada di depan Gedung Sate dengan kendaraan yang lalu-lalang juga Lapangan Gazibu tepat berada di seberang Gedung Sate. Lampu-lampu dari lantai yang berisi visualisasi yang menyala terlihat sangat kontras dengan situasi lorong yang gelap.
Beberapa petugas sebagai pemandu siap melayani pengunjung dengan ramah dan komunikatif, mereka melayani pengunjung tanpa bayaran. Ketika saya bertanya kepada salah seorang dari mereka , pemandu yang bertugas di dalam museum bukanlah Pegawai Negeri Sipil mereka adalah pegawai yang memang direkrut untuk menjadi pemandu museum . Dengan seragam bawahan hitam dan atasan blus putih dilengkapi rompi bermotif batik, saya melihat 3 orang pemandu mengarahkan rombongan anak-anak dengan baik dan cekatan.
Ini bagian yang seru, seolah kita sedang berada di angkasa naik balon udara. Saya dipersilahkan pemandu museum untuk naik, keranjang balon udara itu terbuat dari rotan. Dinamakan Virtual Reality, dengan mengunakan kacamata VR dapat membuat pengunjung seolah-olah menaiki balon udara mengelilingi area sekitar Gedung Sate. Seperti dalam permainan, benar-benar merasakan melayang di angkasa dengan balon udara, pada bagian ini sepertinya anda harus merasakan langsung dan saya sarankan yang belum pernah ke Museum Gedung Sate untuk datang berkunjung.
Selain Virtual Reality balon udara, ada Augmented Hologram yang membuat pengunjung seolah-olah terlibat dalam pengerjaan Gedung Sate, Wall Video Mapping dibuat dengan aktraktif, juga ada display tentang pemerintahan di Gedung Sate, saya baca mulai tahun 1980 Gubernur Aang Kunaefi yang memindahkan pusat Pemerintan Jawa Barat dari Gedung Kertamukti Jalan Braga dipindahkan ke Gedung Sate hingga sekarang. Sebagai pencetus perpindahan pusat kantor pemerintahan Jawa Barat di kala menjadi Gubernur, sesudah itu beliau pernah menjadi Duta Besar Republik Indonesia untuk Arab Saudi. Sedangkan Museum Gedung Sate dibangun di era pemerintahan Ahmad Heryawan yang pada saat ini masih menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat.
Ruangan yang memberikan visualisasi pada masa lalu saat Gedung Sate dibangun, alat-alat atau barang-barang yang dipakai para pegawai disimpan di depan sepasang meja kursi. Lalu layar digital yang menayangkan para pekerja yang membangun Gedung Sate sedang beraktifitas. Pembangunan gedung melibatkan 2000 pekerja yang dibayar, bukan pekerja romusha. Di sebelah ruangan ini ada ruangan Audio Visual, awalnya saya tidak akan masuk karena tidak ada hal yang menarik hanya kursi berjok coklat berjejer beberapa baris selayaknya ruangan bioskop dengan layar di depannya. Namun seorang dari pemandu memberi tahu dan mempersilahkan masuk untuk menyaksikan filem dokumenter.
Filem dokumenter yang menceritakan awal mula Gedung Sate didirikan digarap apik, saya menyaksikan hanya bersama 4 orang pengunjung lainnya yang kebetulan melintas di depan ruangan tersebut. Gedung Sate pada masa Hindia Belanda itu disebut Gouvernements Bedrijven, dijelaskan dengan gamblang dalam filem dokumenter tersebut. Gedung Sate merupakan hasil perencanaan sebuah tim yang terdiri dari Ir.J.Gerber, arsitek muda kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland, Ir. Eh. De Roo dan Ir. G. Hendriks serta pihak Gemeente van Bandoeng, dan diketuai Kol. Pur. VL. Slors. Dibangun di tahun 1920 dan selama kurun waktu 4 tahun pada bulan September 1924 berhasil diselesaikan pembangunan bangunan utamanya.
Yang menarik di Gedung Sate seperti yang dijelaskan di filem dokumenter yang ada di ruang Audio Visual, bahwa arsitektur Gedung Sate memadukan gaya timur dan barat secara harmonis Seperti halnya gaya arsitektur Italia pada masa renaiscance terutama pada bangunan sayap barat. Sedangkan menara bertingkat di tengah bangunan menyerupai pagoda, dan atapnya yang terbuat dari sirap dari bahan kayu adalah ciri khas beberapa rumah adat di Indonesia. Kadang kita melihat sebuah karya hanya garis besarnya saja, padahal jika menela'ah lebih dalam terdapat arti yang terkandung di dalamnya seperti halnya Gedung Sate. Demikian pula tusuk sate yang berada di puncak atap gedung ada 6 tusuk ornamen yang diartikan sebagai ornamen jambu air ada pula yang menyebutnya ornamen kuncup melati. Dan 6 ornamen tersebut menggambarkan bahwa pembangunan gedung menghabiskan dana sebesar enam juta gulden.
Demikianlah Museum Gedung Sate dengan konsep digital, tetapi walau bagaimanapun untuk saya pribadi museum biasa punya daya tarik lain. Hal yang terpenting sudah waktunya museum di Indonesia lebih dipelihara dengan baik, beberapa museum di berbagai daerah sudah melakukannya. Museum digital seperti Museum Gedung Sate, diharapkan menjadi memicu masyarakat untuk lebih tertarik mengunjungi museum apapum bentuknya.
Museum Gedung Sate Bandung
Jalan Diponegoro No.22, Citarum, Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat 40115 ( di area Gedung Sate). Harga tiket masuk : Gratis. Jam buka : 09.30-16.00, Senin museum tertutup untuk umum. Rujukan : Hotel di Lembang, Tempat Wisata di Bandung, Peta Wisata Bandung, Hotel Murah di Bandung, Hotel di BandungLabel: Bandung, Gedung Sate, Jawa Barat, Museum, Vinny Soemantri, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.