Namun pintu masuk telah tertutup ketika kami tiba. Saat itu beberapa menit jelang jam 4 sore. Suasana sepi, dan tidak ada rumah penduduk di sekitaran loket Pemandian Tirta Husada Kalibacin. Di kanan dan belakang ada kebun kosong, dan tidak ada orang yang bisa ditanyai. Akhirnya kami balik berputar arah, dan mencoba masuk dari halaman di sebelah kiri lokasi yang terlihat mengarah ke Pemandian Tirta Husada Kalibacin.
Belakangan baru saya tahu bahwa halaman yang saya lalui itu adalah milik sebuah hotel kelas melati yang menjadi bagian dari fasilitas penunjang Pemandian Tirta Husada Kalibacin ini. Singkat cerita kami bertemu pengelola Pemandian Tirta Husada Kalibacin, seorang pria sepuh bernama Budi Soma Putra. Seekor Bangau besar berbulu abu-abu berdiri diam mematung di depan rumahnya. Ada pula patung etnik, kayu tua, dan atap rumbia. Setelah berbincang singkat, kami pun melangkahkan bersama menuju lokasi kolam pemandian.
Pintu pagar yang terkunci dengan sebuah pohon beringin raksasa terlihat di area parkir Pemandian Tirta Husada Kalibacin. Di sebelah kiri pintu pagar adalah loket pembayaran tiket masuk yang juga telah tutup. Suasana sudah terlihat sepi. Di sebelah kanan ada kebun kosong entah milik siapa, demikian juga di bagian belakang, dan di sebelah kiri ada bangunan memanjang.
Pemandian Tirta Husada Kalibacin juga menjadi "Sekretariat Paguyuban Juru Pelihara Benda Cagar Budaya / Situs Rahkala Grha Situs, Desa Tambaknegara, Kecamatan Rawalo" dan "Pokdarwis Tirta Kencana". Keduanya nama perkumpulan dimana Ki Budi Soma ikut terlibat. Ia sendiri telah lebih dari 40 tahun mengurus situs pemandian ini.
Pemugaran Pemandian Tirta Husada Kalibacin terjadi lagi pada 1985, setelah sempat terlantar pada jaman pendudukan Jepang karena tempat ini digunakan sebagai markas militer oleh mereka. Kali ini pemugarannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Banyumas, dan diresmikan pemakaiannya oleh R.G Rujito, Bupati Banyumas saat itu, pada 25 Januari 1987.
Air kolam pemandian terlihat jernih, dan kondisi kolam pun baik. Perawatan kecil memang diperlukan jika ingin kondisi kolam dalam keadaan lebih prima. Masyarakat sekitar dulu memberi nama Goa Teleng pada sumber mata air di tempat ini yang airnya terus menerus mengucur keluar, meski pada musim kemarau panjang sekalipun.
Di kolam pemandian ada Ember Tumpah yang baru dipasang pada 2011, yang dinyalakan oleh Ki Budi Soma untuk memperlihatkan hiburan ekstra bagi pengunjung yang berendam di kolam Pemandian Tirta Husada Kalibacin. Kolam Keceh atau kolam renang mini di tempat ini baru dibangun pada 2002, dan kemudian diperluas pada 2008, sebelum dipasang ember tumpah itu. Air tumpah dalam ukuran besar juga sempat saya lihat ketika berkunjung di Museum Indonesia.
Melangkah ke arah loket, ada lagi kolam di bagian depan yang berbatas area parkir. Pada permukaan air kolam terlihat serakan seperti lumut mengambang berwarna kehijuan yang sebelumnya dianggap sebagai kotoran oleh Ki Budi Soma, dan selalu dibuangnya. Sampai suatu ketika ia menengarai bahwa yang semula ia duga sebagai kotoran itu rupanya mampu menyerap debu vulkanik akibat letusan gunung, sehingga airnya di bawahnya tetap bening.
Tri kemudian masuk ke bilik Pemandian Tirta Husada Kalibacin dengan debit air cukup besar, yang bisa diatur dengan membuka dan menutup kran. Kondisi kamar rendam ini meski perlu perawatan namun masih cukup baik. Lokasi pemandian berada di Desa Tambaknegara, Kecamatan Rawalo, Banyumas, sekitar 14,7 km dari Alun-Alun Purwokerto atau 37 km dari Alun-Alun Cilacap.
Ketika diketahui bahwa ternyata airnya berkhasiat, nama Goa Teleng lalu berubah menjadi Tuk Semingkir, artinya mata air yang menyingkirkan (berbagai jenis penyakit). Setelah mengetahui bahwa tidak ada gas berbahaya, dan airnya terbukti mengandung berbagai jenis mineral yang bermanfaat bagi kesehatan, tempat ini dibangun menjadi pemandian umum dan dibuka pada 1892 oleh R. Dipowinoto, Wedana Banyumas saat itu. Karena ditanam pohon beringin, namanya sempat berubah menjadi Tambak Wringin Tirta Hoesada.
Sebagai hadiah atas kelahiran Puteri Juliana di Den Haag pada 30 April 1909, pemerintah Hindia Belanda membuat bangunan permanen pertama kalinya di tempat ini pada 1909, dipimpin oleh R. Danoesoebroto, Wedana Banyumas. Kemudian dilakukan perbaikan lagi pada 1922 dan tahun 1924, masih pada masa pemerintahan wedana yang sama.
Ki Budi Soma sempat membacakan prasasti yang menempel pada dinding Pemandian Tirta Husada Kalibacin dan ditulis dalam aksara Jawa serta menggunakan bahasa Jawa. Prasasti ini berisi sejarah pemandian ini yang sebagian telah saya sebutkan sebelumnya. Saya sempat bertanya mengapa tidak dipasang salinan huruf Latin agar lebih mudah dipahami.
Namun Ki Budi Soma dengan mimik serius menjawab bahwa tidak adanya salinan huruf Latin memang sengaja dilakukan, agar aksara Jawa bisa tetap hidup. Kemudian setengah berkelakar ia melanjutkan, bahwa jika ada salinan huruf Latin, maka tidak akan ada lagi orang yang akan meminta tolong kepadanya untuk membaca tulisan itu.
Pembesar pertama yang menggunakan kamar mandi di sisi paling timur yang selesai paling awal adalah Sunan Pakubuwono X, sehingga kamar mandi itu dikeramatkan. Perbaikan berikutnya terjadi pada 1928, dilakukan R.M. Tjokrodiprodjo. Entah bagaimana, daerah ini kemudian dikenal sebagai Kalibacin atau sungai bau. Mungkin karena bau belerangnya.
Dalam keadaan normal, tingkat keasaman air di Pemandian Tirta Husada Kalibacin ini berada diantara angka 7 - 9. Sedangkan kandungan mineral dalam air adalah nitrit, klorida, mangan, seng, kalsium, zat organik, sulfur atau belerang, dll, yang seluruhnya ada 16 unsur. Pemandian ini bukan air panas, namun memang mineralnya yang bermanfaat.
Pemandian Tirta Husada Kalibacin
Alamat : Desa Tambaknegara, Kecamatan Rawalo, Banyumas. Budi Soma Putra (HP 081 391 639 782). Lokasi GPS : -7.522966, 109.197367, Waze. Harga tiket masuk, November 2022 : Rp3.500 untuk umum. Hotel di Purwokerto, Hotel di Baturraden, Tempat Wisata di Banyumas, Tempat Wisata Kuliner Banyumas, Peta Wisata Banyumas.Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.