Dalam perjalanan kali ini saya ditemani Triyono, pengemudi Arbi Rental yang bertubuh tinggi dan berperawakan gempal. Mobil melewati Jalan Jenderal Sudirman menuju arah ke Barat. Lanjut masuk Jalan Yos Sudarso dan belok kanan arah ke Utara masuk ke Jalan Karanglewas. Di perempatan sebelum SMPN 2 Kedungbanteng mobil belok kiri, lanjut sampai mentok di Desa Dawuhan baru belok ke kanan. Beberapa saat berkendara ke arah Utara pemandangan terlihat semakin menawan, dengan jalanan beraspal cukup mulus naik turun berkelok. Kali Logawa mengalir di bawah lembah beberapa ratus meter di kiri jalan, dengan latar perbukitan memanjang yang hijau warna pepohonannya menyegar mata.
Sayangnya perjalanan tersendat ketika kami menemui sebuah titik jalan ambles cukup dalam, yang jika saja menggunakan sedan sudah pasti tidak akan bisa melewatinya. Triyono pun dengan susah payah, sempat gagal beberapa kali dan dengan berjibaku, akhirnya bisa lolos dengan mobil Avanza-nya. Rute yang kami lalui rupanya beresiko.
Pemandangan batang-batang padi yang sebagian bulirnya sudah mulai menguning, trap-trapan sawah terasering, dangau di sawah, gerumbul pepohonan, lembah landai, bersambung dengan pegunungan tinggi memanjang berpayung mega dan langit biru membuat perjalanan ke Situs Batur Agung menjadi sama sekali tidak membosankan.
Belakangan saya ketahui bahwa ruas jalan yang kami lalui itu sudah amblas beberapa kali meskipun telah sempat diperbaiki. Rute lainnya adalah jangan belok di Kedungbanteng namun terus saja lewat Kaniten. Setelah sekitar 40 menit perjalanan dari Purwokerto, mobil berbelok ke kanan, masuk ke sebuah lapangan terbuka lumayan luas dengan gerumbul pepohonan lebat di sebelah kirinya, dimana pintu masuk ke Situs Batur Agung berada.
Sepasang pagar besi menjadi pintu masuk ke Situs Batur Agung, dengan tengara Benda Cagar Budaya dari dinas purbakala setempat. Tidak ada penjaga, sehingga kami pun berjalan kaki masuk melewati pagar dan meniti jalan setapak diantara pepohonan yang cukup lebat. Susunan bebatuan yang khas terlihat di beberapa tempat ketika kami lewat melintas.
Sesaat kemudian terlihat sebuah bangunan kecil di ujung jalan setapak Situs Batur Agung, dengan sebuah pohon besar berbatang lurus tinggi berada beberapa meter sebelumnya. Suasana sepi dan hanya suara serangga penghuni hutan yang kadang terdengar. Tidak ada seorang pun terlihat tengah berada di area sekitar Situs Batur Agung. Meskipun demikian belum terasa ada hawa wingit.
Bangunan cungkup Situs Batur Agung itu, yang orang Banyumas menyebutnya cungkub (dengan b berat), berukuran sekitar 4 x 5 meter yang belakangan saya lihat berisi beberapa artefak dan sebuah arca peninggalan Hindu. Area di sekitar cungkup Situs Batur Agung ini relatif bersih dan rapi, menunjukkan bahwa ada yang merawatnya dengan baik dan sering dikunjungi.
Sebuah batu purba yang ditatah halus terlihat di sekitar cungkup Situs Batur Agung. Rimbun pohon tinggi yang lebat, serta curah hujan di kaki Gunung Slamet yang lumayan tinggi membuat batu-batuan di situs ini kebanyakan telah ditumbuhi lumut tebal.
Berjalan di depan cungkup Situs Batur Agung terlihat bahwa pintunya terkunci, sehingga saya pun melewatinya dan tiba di tempat terbuka di samping cungkup dimana terdapat tatanan batuan purba lagi. Di halaman cukup luas di sebelah kiri cungkup Situs Batur Agung itu formasi batuan purba berukuran kecil.
Ketika masih berada di halaman ini datanglah seorang pria berkumis putih berusia lewat tengah abad berbaju beludru biru tua dengan blangkon biru bergaris bertengger di kepala. Kamipun berjabat tangan dan bertukar sapa. Sobirin namanya, kuncen Situs Batur Agung. Sejenak kemudian ia membukakan pintu cungkup dan menemani saya masuk ke dalam ruangan.
Sobirin (63 tahun) sempat duduk cukup lama di cungkup Situs Batur Agung dengan kumpulan batuan kuno berbagai bentuk, sesajen, gundukan dupa, dan sisa bakaran hio. Ada lumpang bulat, patung kasar tanpa kepala, dwarapala, dan batu yang dikaitkan dengan tokoh pewayangan, seperti Batara Guru, Batara Narada, Semar dan Togog.
Situs ini berupa punden berundak yang memiliki tiga teras, dengan orientasi Utara Selatan, menggunakan Gunung Slamet sebagai kiblat yang dipercaya sebagai persemayaman akhir arwah leluhur. Namun arca dwarapala menunjukkan adanya pula peninggalan budaya Hindu di tempat ini.
itus Batur Agung rupanya dipercaya sebagai petilasan Raden Kamandaka, atau Raden Banyak Cotro, putra Prabu Dewa Niskala Raja Kerajaan Pajajaran (Kawali). Nama Kamandaka sangat dikenal oleh masyarakat Banyumas, diceritakan turun temurun dalam kisah legenda Lutung Kasarung. Jaman ketika masih kecil, saya cukup sering mendengarkan siaran sebuah stasiun radio lokal yang mengudarakan kisah ini secara bersambung.
Sobirin sempat mengajak kami berjalan ke arah pintu masuk Situs Batur Agung, lalu berbelok ke kanan memasuki jalan setapak yang memutari hutan. Di satu tempat terbuka di dalam hutan kami berhenti dan melihat ada menhir batu cukup besar dan lingga kecil yang biasa digunakan sebagai sarana pemujaan bagi arwah nenek moyang.
Berjalan memutari hutan, kami sampai di cabang jalan menurun cukup tajam dan di ujungnya terdapat sendang dan pancuran. Sendang yang digunakan sebagai tempat bersuci orang jaman dulu itu kini juga menjadi tempat bersuci bagi para peziarah yang datang ke situs untuk bersemedi, berdoa dan mendekatkan diri pada Yang Mahakuasa.
Perbincangan dengan Sobirin tentang situs purba di Gunung Slamet ini membawa kami ke perjalanan mengesankan ke Situs Baturrana. Akses angkutan umum ke Situs Batur Agung bisa dari Terminal Purwokerto naik bus jurusan Ajibarang, turun di Karang Lewas, sambung angkutan pedesaan jurusan Desa Baseh Kedungbanteng.
Situs Batur Agung Kedungbanteng
Alamat : Dusun Pondok Lakah, Desa Baseh, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas. Lokasi GPS : -7.34009,109.18575, Waze. Jam buka : sepanjang waktu. Harga tiket masuk : gratis, sumbangan ke kuncen diharapkan. Hotel di Purwokerto, Hotel di Baturraden, Tempat Wisata di Banyumas, Tempat Wisata Kuliner Banyumas, Peta Wisata Banyumas.Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.