Di bagian depan ada pos jaga dimana pengunjung mengisi buku tamu, dan membayar retribusi. Meskipun ada tulisan yang menyesalkan kelakuan petugas jaga Candi Plaosan, yang meminta uang semaunya tanpa tanda terima, namun saya tidak mengalaminya. Hal buruk bisa menyebar cepat, apalagi di era sosial media. Karena itu pejabat yang di atas harus sering turun ke bawah untuk melihat kondisi lapangan.
Di pelataran depan Candi Plaosan Lor induk terdapat tumpukan batu candi yang tak terhitung jumlahnya, membayangkan pekerjaan rumit yang harus dilakukan untuk menyusunnya kembali. Saya sempat melihat deretan candi- perwara Candi Plaosan Lor yang telah selesai direstorasi. Betapa indahnya jika semua candi perwara telah direstorasi. Candi-candi perwara yang mengelilingi pagar batu di sekeliling setiap candi induk itu jumlahnya 174, tersusun atas 58 candi berbentuk persegi dan 116 berbentuk stupa.
Candi induk sebelah Selatan Candi Plaosan Lor yang diambil dari sekitar Candi Plaosan Kidul. Sebagian tanah di kompleks Candi Plaosan ini masih dimiliki warga setempat, baik berupa sawah atau pun tanah kering. Stupa-stupa pada kemuncak candi memberi petunjuk bahwa Candi Plaosan Lor adalah candi Budha, sebagaimana Candi Borobudur, meskipun ukuran stupa Candi Plaosan Lor jauh lebih kurus.
Mimpi merestorasi Candi Plaosan Lor secara utuh itu sebenarnya mungkin hanya butuh satu orang saja untuk mewujudkannya. Setidaknya satu orang yang memiliki modal finansial dan jaringan yang kuat untuk menarik orang-orang lain, dari mulai jajaran pemerintah, swasta, hingga lembaga internasional untuk ikut urun pikir dan biaya.
Prasasti Cri Kahulunan berangka tahun 842 M yang ditemukan di Magelang menyebutkan bahwa Candi Plaosan Lor dibangun oleh Ratu Sri Kahulunan, dengan dukungan suaminya. De Casparis menduga bahwa Sri Kahulunan adalah gelar dari Pramodhawardani, putri Raja Samarattungga dari Wangsa Syailendra yang memeluk agama Buddha, yang menikah dengan Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya, yang memeluk agama Hindu. Dugaan ini bisa menjelaskan mengenai pengaruh Hindu pada Candi Plaosan yang Buddha ini, dan mengapa kedua candi induk Candi Plaosan Lor seolah merupakan pasangan laki dan perempuan.
Namun pendapat De Casparis disanggah oleh Anggraeni dari Arkeologi UGM, yang berpendapat bahwa Sri Kahulunan adalah ibu Rakai Garung yang memerintah Mataram Kuno sebelum Rakai Pikatan. Menurutnya masa pemerintahan Rakai Pikatan terlalu singkat untuk membangun candi seukuran Candi Plaosan, sehingga kemungkinan Rakai Pikatan hanya membangun candi perwaranya setelah candi induknya selesai.
Sebuah Arca Dwarapala berukuran besar berada di sisi Barat Candi Plaosan Lor Klaten. Sisi ini seharusnya merupakan pintu masuk ke kompleks candi, karena fungsi Dwarapala adalah sebagai penjaga bangunan suci, dan letaknya berada di gerbang masuk. Namun saat itu pengunjung masih masuk melalui pintu samping oleh sebab restorasi candi belum selesai dikerjakan.
Meskipun sebelah bola mata Dwarapala itu telah menggelundung entah kemana, serta hidungnya gompal, namun keindahan karya seninya masih terpampang nyata. Jika abad ke-9, jaman diperkirakannya Candi Plaosan ini berdiri, manusia Jawa telah memiliki kemampuan seni patung tinggi, maka manusia Jawa saat ini mestinya tidak kalah dengan leluhurnya. Setidaknya harus bisa ditunjukkan dengan kemampuan dalam merestorasi Candi Plaosan ini. Lebih indah dari aslinya jika perlu.
Arca dwarapala yang satunya lagi ada pada posisi berhadapan dengan arca dwarapala di atas. Sebagian hidung arca dwarapala ini juga rompal, namun kedua bola matanya utuh. Hanya saja tangan dan lututnya terlihat 'kudisan'. Tangan sebelah kanan dwarapala ini memegang badan seekor ular, tangan kirinya bertumpu pada gada dan lutut, di pinggangnya terselip belati.
Pada bagian pojok luar candi induk selatan ini terdapat Relief Kala Makara yang halus pada lubang-lubang hawa, berhias relief patung berukuran besar yang kebanyakan menggambarkan tokoh laki-laki. Sedangkan relief dinding luar candi induk utara Candi Plaosan Lor kebanyakan menggambarkan tokoh perempuan. Candi Induk Selatan Candi Plaosan Lor ini dipugar pada 1962, dan candi induk Utara dipugar pada 1990-an oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah (sekarang BP3).
Bangunan candi induk ini berada di atas dudukan setinggi 60 cm tanpa selasar keliling, dan undakannya memiliki pipi dengan ornamen kepala naga pada pangkal. Terlihat banyak sekali patung-patung menghias dinding luar candi dengan detail ukiran halus dan indah, hampir seukuran orang dewasa, meskipun beberapa sambungan patung terlihat kurang pas. Jika dari jauh hanya terlihat kanggunan Candi Plaosan Lor ini, maka dari dekat barulah terlihat keindahan serta kehalusan ukiran dan reliefnya.
Candi induk selatan di Candi Plaosan Lor Klaten bentuknya mirip dengan candi induk utara yang keduanya berjarak sekitar 30 m, dipisahkan oleh tembok batu. Hiasan Kala terlihat pada pintu masuk candi induk selatan Candi Plaosan Lor, menandai pengaruh Hindu pada bangunan candi. Bagian bawah relief Kala yang hilang candi induk selatan diganti dengan batu tanpa relief, sedangkan Kala di pintu masuk candi induk utara Candi Plaosan Lor masih utuh. Bingkai reliefnya berhias bunga dan sulur-suluran.
Di dalam ruangan Candi Plaosana Lor ada dua arca Buddha yang letaknya berdekatan, dengan kaki kanan kedua arca itu menapak di atas cawan besar. Arca Buddha di tengah, yang letaknya lebih tinggi entah hilang kemana. Di ruangan satu lagi ada dua arca Buddha lainnya, yang di tengah juga tak ada, duduk pada padmasana dengan posisi salah satu kaki arca Buddha menapak di atas cawan besar, sedangkan arca Buddha satu lagi kedua kakinya dilipat bersila.
Pada dinding terdapat relung besar, berhias Kala Makara yang indah di bagian atasnya, dan diapit oleh relief Kuwera, yang terlihat pada foto di atas, dan Hariti. Kuwera atau Dewanagari adalah putera resi Wisrawa, seayah dengan Rahwana lain ibu, yang merupakan dewa pemimpin Yaksa (raksasa) pemangsa manusia yang bertobat setelah bertemu Buddha, dan kemudian menjadi Dewa Kekayaan dan Dewa Pelindung Anak-anak. Sedangkan Hariti, isteri Kuwera, semula juga raseksi pemakan manusia namun ikut bertobat setelah bertemu Buddha, dan menjadi pelindung anak-anak.
Percepatan restorasi benda cagar budaya semacam ini sudah semestinya dilakukan dinas purbakala, dengan mempertimbangkan faktor gempa yang kadang mengguncang daerah ini. Tidak saja dukungan pemerintah daerah diperlukan, pemerintah pusat pun perlu turun tangan, karena besarnya skala Candi Plaosan ini yang sangat potensial untuk menjadi ikon Jawa Tengah, bahkan ikon nasional sebagaimana Candi Borobudur.
Mungkin diperlukan seorang menteri pendidikan kebudayaan dengan kepemimpinan dan kepedulian sekelas Dahlan Iskan atau Jokowi, untuk menggalang dukungan berbagai pihak dan bekerja cepat melakukan restorasi bangunan-bangunan cagar budaya di seluruh negeri dan membenahi pengelolaannya, termasuk Candi Plaosan Lor, sehingga bukan saja menjadi sumber penghasilan daerah yang andal, tetapi juga menjadi inspirasi dan ruh bagi kota-kota yang kebanyakan miskin jiwa.
Candi Plaosan Lor Klaten
class="lazyload" alt=Alamat : Dukuh Plaosan, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Lokasi GPS : -7.74149, 110.50426, Waze. Peta Wisata Klaten, Tempat Wisata di Klaten, Hotel di KlatenLabel: Candi, Jawa Tengah, Klaten, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.