Setelah turun di area parkir saya berjalan balik lagi ke loket tiket masuk yang berjarak 100 m, lantaran gerbang Candi Sukuh Karanganyar ada di seberangnya, sedangkan pintu keluar di seberang area parkir. Jadi kalau ada supir pejalan turun saja di depan loket. Banyak patung dan relief di Candi Sukuh yang secara terbuka memperlihatkan alat vital pria dan wanita, dan itu menjadi ciri khas candi ini. Alat vital adalah netral, hanya konsep dan adat kebiasaan masyarakat yang membedakan perlakuan terhadap organ penting yang menjadi sarana penjamin keberlangsungan kehidupan manusia dan hewan itu.
Inventarisasi di Candi Sukuh dilakukan Verboek pada 1889, dilanjutkan Knebel pada 1910. Usaha pelestarian candi ini telah dilakukan oleh dinas purbakala sejak tahun 1917. Meski Candi Sukuh Karanganyar dibuat tidak sehalus candi lain, mungkin dibuat tergesa-gesa karena dibangun di ujung masa Majapahit, namun daya tarik Candi Sukuh melebihi candi-candi lainnya, setidaknya dibanding semua candi yang pernah saya kunjungi sebelumnya.
Ada tiga teras di Candi Sukuh Karanganyar, dengan sebuah teras awal relatif sempit. Pada teras awal yang tingginya sekitar dua meter dari jalan ada undakan memasuki gerbang utama candi. Ada pula papan pajang berisi poster tentang sejarah candi dalam bahasa Indonesia dan Inggris, serta prasasti pemugaran bertanggal 10 Desember 1982.
Candi Sukuh Karanganyar yang berada di lereng Gunung Lawu ini ditemukan pada 1815 oleh Johnson, Residen Surakarta saat itu, dalam keadaan runtuh. Pada 1842 van der Vlis membuat buku Prove Eener Beschrijten op Soekoeh en Tjeto. Lalu pada 1864 - 1867 Hoopermans menulis buku Hindoe Oudheiden van Java.
Candi Sukuh Karanganyar merupakan tempat suci bagi penganut Siwa Buddha Tantrayana. Dalam kepercayaan ini, lambang kelamin memiliki arti suci yang diwujudkan dalam penyatuan Siwa (Lingga) dan Durga (Yoni). Karena itu pada lantai gerbang utama terdapat relief pertemuan phallus (penis) dan vagina, yang saya lihat sebelum meninggalkan candi.
Kompleks Candi Sukuh Karanganyar dibuat menghadap ke arah barat, memunggungi gunung. Ketiga teras pada candi yang unik ini melambangkan tingkatan menuju kesempurnaan yang diwujudkan melalui ruwat. Ruwat merupakan salah satu sarana untuk menaikkan derajat seseorang ke tingkat yang lebih suci, yaitu hilangnya mala dari dalam diri, atau moksa.
Dunia paling bawah dilambangkan dengan relief Bima Suci, dunia tengah dilambangkan dengan relief Ramayana, Garudeya, dan kisah Sudhamala, sedangkan dunia atas dilambangkan dengan relief Swargarohanaparwa. Relief yang disebut terakhir menceritakan perjalanan keluarga Pandawa saat menuju surgaloka setelah berakhirnya perang Bharatayudha.
Gerbang utama Candi Sukuh Karanganyar berupa gapura paduraksa unik, dengan undakan sempit dan relief menarik di sekeliling dindingnya. Relief pertama merupakan Candra Sangkala raksasa menelan manusia, gapuro buto abang wong, yang dibaca 9, 5, 3, dan 1, dan dengan dibaca terbalik didapatkan angka tahun 1359 Saka atau 1437 M.
Berdasarkan angka itu, Candi Sukuh Karanganyar diperkirakan merupakan candi peninggalan Kerajaan Majapahit dari masa pemerintahan Ratu Suhita (1429 - 1446). Terdapat dua relief Kala pada sisi berlawanan di atas lorong gerbang. Relief Kala pada sisi depan sebagian mukanya rompal, sedangkan yang di gerbang belakang dalam kondisi baik.
Terdapat pula dua relief Garuda yang sangat menarik pada dua sisi berbeda di gerbang Candi Sukuh Karanganyar, karena bentuk sayapnya yang khas. Pahatan relief Garudeya di teras paling bawah itu, menjadi salah satu cara pengingat pada kehidupan di tingkat paling dasar yang biasanya tidak mudah, disebabkan melekatnya mala dalam diri manusia.
Di teras kedua Candi Sukuh Karanganyar ada relief Pande Besi. Teras ini bagian semi sakral, dimana orang disadarkan untuk menghilangkan kesulitan hidup dengan melakukan upacara penyucian dengan memakai air suci. Pada masyarakat Jawa Kuno, pande besi memiliki status khusus yang dianggap mempunyai kekuatan magis dan bisa memberi air suci.
Di sisi kiri teras ketiga terdapat relief binatang, relief Kidung Sudamala yang terdiri dari lima deret ukir batu, arca tanpa kepala bersayap garuda, arca-arca penjaga, arca kura-kura, lingga, dan banyak lagi relief dan arca lainnya yang sangat menarik. Patung batu kura-kura berukuran besar di depan candi utama merupakan simbol Awatara Visnu.
Di teras ketiga terdapat bangunan induk Candi Sukuh Karanganyar berbentuk piramid terpancung yang belum pernah saya lihat pada candi lainnya di Jawa. Ada banyak relief dan patung menarik di Candi Sukuh Karanganyar ini, dan hampir semuanya saya lampirkan. Begitupun masih ada relief yang terlewat dan tidak saya foto.
Pemandangan di bagian depan candi utama juga saya ambil fotonya. Pada sisi kiri terdapat relief cerita Garudeya, relief cerita Ramayana, relief cerita Sudamala, dan Relief Cerita Bima Suci. Di sebelah kiri kanan depan pada foto terlihat relief Garuda dengan sayap hampir bertemu dan kepala yang mengingatkan pada bentuk kepala arca yang ada pada kebudayaan Mesir kuno.
Di belakangnya terdapat relief oval yang dibentuk oleh ekor dua binatang, mengelilingi relief pria dan wanita yang berdiri di atas kepala dan ekor ular. Di bawahnya ada relief rumah dan wanita memegang anak dan relief dua orang, yang ditafsirkan sebagai manusia yang semula tinggal dalam rahim dan pemeliharaan ibu, kelak ketika dewasa akan mengalami tarik-menarik antara karma baik (Subakarma) dan karma buruk (Asubakarma).
Agak jauh di belakangnya terdapat obelisk dengan relief lima jenis manusia, lima pohon, dan relief burung, trisula serta bale. Juga ada relief kisah Garudeya, bermula dari pertaruhan dua istri Begawan Kasyapa, yaitu Kadru dan Winata, dalam menebak warna kuda Ucchaisrawa pembawa Tirta Amrta yang akan keluar dari lautan saat diaduk oleh para dewa dan raksasa. Begawan Kasyapa adalah putera Begawan Marici, cucu Dewa Brahma.
Winata menebak warna kuda seluruhnya putih, sedangkan Kadru menebak warna kuda putih hanya ekornya saja yang hitam. Warna ekor kuda itu mestinya putih, namun Kadru mengutus anak-anaknya yang berwujud naga untuk memercikkan bisa ke ekor kuda itu sehingga warnanya berubah menjadi hitam. Winata pun menjadi budak Kadru akibat kalah dalam taruhan.
Garuda, anak Winata, menemui para naga yang kemudian setuju untuk membebaskan ibunya asal diganti Tirta Amrta. Pada saat akan mengambil tirta amrta yang dijaga para dewa, Dewa Wisnu memberi ijin asal bersedia menjadi kendaraan dan sekaligus menjadi lambang panji-panjinya. Garuda setuju sehingga akhirnya kemudian ia menjadi kendaraan Dewa Wisnu.
Setelah menukarnya dengan Winata, Garuda berkata bahwa tirta amrta boleh diminum setelah para naga mandi. Namun saat mandi, tirta amrta dibawa kabur Dewa Indra. Para naga hanya bisa menjilati percikan tirta amrta pada daun ilalang yang tajam sehingga lidahnya terbelah. Kisah Garudeya terdapat dalam Adiparwa, buku pertama dari kisah Mahabharata.
Candi Sukuh Karanganyar
Alamat : Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Lokasi GPS : -7.62733, 111.13145, Waze. Jam Buka : 07.00 - 17.00. Harga tiket masuk : Rp 3.000 untuk wisatawan lokal. Peta Wisata Karanganyar, Tempat Wisata di Karanganyar, Hotel di Tawangmangu.Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.