Apapun niatnya (mengubah merk Bromo atau yang lainnya), menyelenggarakan acara musik panggung terbuka di Tengger selama periode waktu terbaik untuk mengunjungi Bromo dengan persiapan hanya dua bulan tentu saja merupakan ide yang brilian. Acara itu memberi Apey, teman dari dunia perblogan, alasan yang bagus untuk pergi ke Bromo lagi. Dorongannya meyakinkan saya untuk bergabung dengannya, meskipun merasa bahwa saya tidak memiliki stamina untuk mendaki Bromo. Sebenarnya saya yang memintanya sejak lama untuk menemani ke Bromo, setelah melihat foto-foto Bromonya yang mengesankan. Jazz Gunung membuat perjalanan itu terwujud.
Ohm Ulun Basuki Langgeng, salam sepenuh hati oleh orang-orang Tengger, diucapkan beberapa kali pada hari itu untuk menunjukkan rasa hormat terhadap budaya lokal masyarakat Hindu Jawa yang mendominasi suku Tengger. Orang Tengger diyakini sebagai keturunan bangsawan Majapahit, Roro Anteng dan Joko Seger, setidaknya begitulah menurut legenda setempat.
Ini adalah kedua kalinya saya menonton pertunjukan langsung Kua Etnika, dipimpin Djaduk Ferianto, adik seniman dan pelawak Butet Kertaredjasa. Yang pertama adalah ketika Jaduk berbagi panggung di Konser Kebangsaan pada 24 Agustus 2007.
Saat itu Kua Etnika berbagi panggung dengan Leo Kristi, Syaharani, Sherina dan seniman lainnya di Balai Sarbini, Jakarta, yang disponsori Perbanas. Jadi bukan suatu kebetulan bahwa Sigit memilih Butet, Jaduk dan Kua Etnika untuk tampil di Jazz Gunung, hanya saja kali ini ada Trie Utami sebagai vokalis wanita tamu.
Komposisi pertama yang dimainkan oleh kelompok ini, berjudul Dunau, dibuat oleh Purwanto dalam perjalanan kelompok ini ke Budapest, Hongaria, pada bulan April 2004. Purwanto adalah salah satu pendiri Kua Etnika, selain Djaduk, Butet dan beberapa personil lainnya.
Kelompok ini didirikan di kota Yogyakarta pada tahun 1995. Adalah vokal Trie Utami yang membawa nuansa cengkok Sunda kental di udara Bromo sambil menari dengan gaya Jaipongan. Komposisi kedua adalah Gandekan dengan rasa China yang kental yang diciptakan oleh Indra Gunawan.
Djaduk, seorang musisi berbakat, pada konser di Jazz Gunung Bromo Probolinggo ini memainkan beberapa alat musik yang berbeda, baik dengan tangan dan bibirnya, baik instrumen tradisional maupun modern. Menguasai satu alat musik dengan baik sudah memerlukan latihan keras selama bertahun-tahun, maka tentu memerlukan usaha dan kesenangan yang keras untuk bisa menguasai beberapa alat musik sekaligus.
Kelompok ini memainkan beberapa komposisi yang dibuat oleh Djaduk, tiga dari mereka terinspirasi oleh perjalanannya ke Tengger, berjudul Bromo, Nirwana dan Matahari. Tak jelas kapan perjalanan itu ia lakukan, yang bisa jadi sudah lama namun bisa jadi memang disiapkan untuk dibawakan pada konser di Jazz Gunung yang pertama ini.
Trie Utami, adik dari musisi terkenal dan komposer Purwa Tjaraka, menunjukkan kelasnya sebagai vokalis Jazz senior dan berpengalaman. Bukan hanya menguasai teknik vokal yang baik, Trie Utami juga rileks di panggung dengan berbagai gaya atraktif dan ekspresif yang ia tampilkan selagi membawakan lagunya.
Belakangan Trie Utami ikut digandeng (mendiang) Leo Kristi untuk ikut mengisi vokal di beberapa lagu aransemen ulang dalam album Hitam Putih Orche yang dikerjakan bersama musisi Singgih Sanjaya, dan diproduksi oleh Andang Bachtiar & LKers. Cukup senang juga melihat gaya menyanyinya yang lepas seperti tanpa beban, dan cenderung urakan.
Djaduk bisa dibilang berhasil dalam mendalangi penampilan grup yang dipimpinnya. Bukan perkara mudah untuk meramu nada dengan berbagai alat musik dan perangai pemain yang bermacam-macam untuk menghasilkan nada yang harmonis dan enak didengar.
Ia juga membuktikan bahwa Jazz dapat dimainkan oleh siapa saja dengan mengkolaborasikan musiknya dengan musik tradisional Ketimplung dari Desa Wonotoro, Bromo. Komposisinya inilah mungkin baru saja dibuat mendadak sehari sebelumnya. Sesi kolaborasi ini sangat menarik dan menghibur.
Purwanto, yang sudah akrab dengan musik Jawa sejak kecil, memainkan alat musik tradisional Jawa yang diberi nama bonang, klunthung dan kadang-kadang rebab.
Trie Utami terlihat bernyanyi ekspresif dalam sebuah "duel" dengan pemain saksofon ketikan membawakan lagu Kupu Tarung. Ia pun berlagak seolah seekor kupu yang terbang kesana kemari dengan genit memamerkan keindahannya.
I Nyoman Cau Arsana menyumbangkan komposisi dalam penampilan di Kua Etnika Jazz Gunung Bromo Probolinggo, yang berjudul Mademenan, merupakan satu-satunya komposisi yang dimainkan hari itu dengan rasa Bali yang unik. Setelah itu Kelompok Kua Etnika meninggalkan panggung, hanya untuk kembali beberapa detik kemudian atas permintaan para penonton.
Hari sudah hampir gelap, lampu-lampu dinyalakan, dan dalam cuaca dingin Kua Etnika memainkan komposisi enerjik yang berjudul Ronggeng, mengingatkan saya pada sebuah novel panas berjudul Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Musik dengan judul itu mungkin memang pantasnya agak sedikit liar dan genit.
Trie Utami menggered tangan beberapa penonton untuk mengikutinya ke area terbuka di depan panggung dan menari bersama dengannya untuk menghangatkan tubuh mereka yang mulai membeku lantaran hawa dingin Bromo, sambil mengikuti musik. Sebuah cara yang populer untuk menyenangkan penonton dan memberi kesan dan pengalaman manis saat pulang.
Segera saja era di depan panggung alam itu dipenuhi oleh orang-orang yang sudah mulai merasakan hawa Bromo yang menggigit, termasuk Yenny Wahid, yang bersorak dan menari, mengikuti komposisi terakhir yang berasal dari lagu populer Kopi Dangdut. Jika saja lagu Jaran Goyang waktu itu sudah ada mungkin akan lebih seru lagi.
Saat menerbitkan tulisan ini untuk pertama kali, saya menulis harapan bahwa akan ada Festival Jazz Gunung berikutnya di tahun depannya, dengan lebih banyak grup Jazz dan dengan pemandangan cantik Bromo-Batok-Semeru sebagai latar belakang. Memang Jazz Gunung Bromo Probolinggo sempat berlangsung beberapa kali, namun saya tak punya kesempatan untuk menontonnya lagi.
Kua Etnika Jazz Gunung Bromo Probolinggo
Jazz Gunung, Kawasan Bromo, Probolinggo, Jawa Timur. Lokasi GPS : -7.9167891, 112.9852492, Waze. Rujukan : Tempat Wisata di Probolinggo, Peta Wisata Probolinggo, Hotel di Bromo . Hotel di Probolinggo.Label: Bromo, Hiburan, Jawa Timur, Jazz, Konser, Probolinggo, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.