Lokasi makamnya dulu ada di bagian tengah, namun karena kondisi tebing Kali Pelus yang makin parah maka makamnya dipindahkan di lokasi yang paling jauh dari tebing. Sejumlah makam keluarga di tengah makam juga dipindahkan, bahkan keluar dari kompleks makam tua ini.Ketika saya masih kecil, terasa ada hawa yang berbeda saat masuk ke dalam kompleks makam tua ini. Hawa yang bisa menegakkan bulu roma, bahkan di siang hari.
Beberapa orang karenanya menggunakan area kubur yang wingit ini untuk tirakat atau bertapa di malam hari untuk mendapatkan ilmu ajian tertentu atau untuk tujuan lainnya. Sejak kubur keluarga, utamanya Makam mBah Abdul Jamil, telah dipindahkan dari kompleks pekuburan ini, hampir tak pernah lagi saya berkunjung ke kubur tua Kedung Paruk itu, sampai akhirnya mengetahui bahwa Makam KH Raden Mas Ali Dipawangsa, leluhur dari jalur ibu dan mbah Dul Jamil putri, ternyata masih tetap berada di sana.
Makam KH Raden Mas Ali Dipawangsa di sebelah kiri dan Makam Nyai R.Ng. Ali Dipawangsa ada di sebelah kanannya. Kedua kubur ini sangat dekat dengan rumah penduduk yang memang sejak dulu sudah ada di pinggir makam. Sebelum dipindahkan ke tempat yang sekarang ini, dahulu makam KH RM Ali Dipawangsa konon sering bersinar pada malam hari.
Di latar belakang adalah kompleks kubur yang kini terlihat jauh lebih terang dibandingkan dulu ketika saya masih kecil, dan mungkin karena itu sudah hilang hawa kewingitannya. Pohon-pohon tua yang di dalam makam pun sudah banyak yang tak ada lagi. Hanya saja saya tak sempat menengok apa yang masih tersisa di dalam sana.
Sependek ingatan, ketika masih kecil rasanya saya tak pernah berziarah ke makam Makam KH Raden Mas Ali Dipawangsa ini. Yang ingat benar adalah Makam Mbah Duljamil kakung yang bersisian dengan makam pak lik yang meninggal sewaktu masih bujangan. Lalu ada deretan kubur memanjang yang dibatasi oleh tembok rendah dan ditabur kerikil kecil di atasnya. Waktu itu temboknya sudah penuh lumut.
Di latar belakang Makam KH Raden Mas Ali Dipawangsa adalah bagian belakang pekarangan yang dimiliki penduduk setempat, untuk menunjukkan dekatnya kubur dengan tempat tinggal penduduk, karena memang berada di paling pinggir dan agak terpisah dari kubur-kubur lainnya ini. Di sebelah makam ada pendopo yang berukuran kecil.
KH Raden Mas Ali Dipawangsa adalah putera KPH Diponegoro II (Diponegoro Anom), atau cucu Pangeran Diponegoro (Ontowiryo, Sultan Abdul Hamid). KPH Diponegoro II ikut berjuang bersama ayahnya melawan Belanda di daerah Bagelen ke barat hingga wilayah Banyumas, sampai ia ditangkap Belanda dan dibuang ke Sumenep dan akhirnya ke Ambon.
Masih tentang ingatan masa kecil, nama eyang Ali Dipawangsa tak pernah terekam dalam pikiran saya. Yang justru saya ingat benar adalah makam mbah Ali Diporudin, oleh karena namanya yang enak terdengar di telinga. Hanya saja, saya masih ingat benar bahwa di ujung makam ada semacam cungkup yang mestinya adalah makam orang terhormat. Saya kira di sanalah dulu Makam KH Raden Mas Ali Dipawangsa berada.
Tulisan pada badan makam itu berbunyi KH Raden Mas A. Dipawangsa, dan Nyai R.Ng. Ali Dipawangsa. Sayang tak saya ketahui bagaimana silsilah eyang Ali Dipawangsa putri, dimana mereka berdua bertemu dan menikah. Meskipun kebanyakan orang Jawa lebih memperhatikan silsilah dari jalur ayah, namun silsilah dari jalur ibu pun sering tak dilupakan.
KH Raden Mas Ali Dipawangsa memiliki empat orang putera, yaitu RM Suramenggala, RM Ali Diporudin yang dimakamkan di Kedung Paruk, Kyai Haji RM Muhammad Ilyas yang dimakamkan di Sokaraja, dan putera terakhir yang belum diketahui namanya yang menurunkan mbah Abu Bakar.
Seperti telah di sebut di atas, makam eyang Ali Diporudin yang ada di kompleks kubur Kedung Paruk ini sudah lama hanyut terkena gerusan arus Kali Pelus yang dahsyat saat puncak musim hujan. Sedangkan untuk Makam RM Suramenggala dan putera bungsu eyang Ali Dipawangsa belum ada informasinya.
Seingat saya dulu tak ada rumah di area sebelum makam, dan suasana di pekuburan Kedung Paruk ini masih sangat wingit dengan pohon-pohon besar dan kelompok-kelompok makam yang menandai derajat pemiliknya semasa hidup. Gerusan Kali Pelus pada dinding tebing telah mengubah makam ini, yang membuat makam KH RM Ali Dipawangsa pun juga terpaksa harus dipindahkan.
Konon mengapa KH Raden Mas Ali Dipawangsa sampai menyingkir dan tinggal di Kedung Paruk hingga meninggal dan dimakamkan di sana adalah karena menghindar dari kekacauan negara waktu itu akibat berkecamuknya perang. Adalah KH RM Ali Dipawangsa yang awalnya membuka grumbul Kedung Paruk hingga kemudian berkembang menjadi permukiman yang padat.
Menurut riwayat yang saya baca, RM Suramenggala menurunkan Suraleksana, Tirtamamad, dan Sinem. RM Ali Diporudin menurunkan Rukiyah (yang menikah dengan Abdul Cholil), dan Khusen. Sedangkan RM Muhammad Ilyas dengan puteri Syekh Abu Bakar menurunkan Afandi dan Hambrawi; dengan Zaenab menurunkan Abdul Malik (menikahi Siti Hasanah), Siti Khodijah (menikahi Hamid), Aminah (menikahi Ikhsan), Siti Fatmah (menikahi Abdul Jamil); dengan Robingah menurunkan Saim, Hadi, dan Munah.
Makam KH Raden Mas Ali Dipawangsa Kedung Paruk
Alamat : Dukuh Kedung Paruk, Desa Ledug, Kembaran, Banyumas. Lokasi GPS : -7.42234, 109.267, Waze. Hotel di Purwokerto, Hotel di Baturraden, Tempat Wisata di Banyumas, Tempat Wisata Kuliner Banyumas, Peta Wisata Banyumas.Label: Banyumas, Diponegoro, Jawa Tengah, Kedung Paruk, Kembaran, Makam, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.