Makam Ki Bodronolo ini mestinya dikunjungi setelah Makam RA Tan Peng Nio Kalapaking (2 km), namun malah setelah dari Karangsambung (8,2 km). Dekat area juga terlewati saat ke Air Panas Krakal. Baiknya pemerintah mewajibkan rental mobil memakai peralatan GPS Navigasi.
Meskipun telah bertanya beberapa kali, sesudah memotong Jl Pemandian Barat dan masuk ke Jl Kambangsari di wilayah Desa Karangkembang, tetap saja masih kebablasan arah. Beruntung kami bertemu dengan seorang pria bernama Rohmat yang kebetulan adalah rukun tetangga wilayah di dekat lokasi makam. Kami berbalik arah dan mengekor di belakang motor bapak itu.
Di atas tembok pinggir sungai yang kering saat musim kemarau itu saya melangkahkan kaki menuju bendung di ujung sana, belok kiri lewat di atas bendung, dan terus lurus masuk ke area perbukitan. Jalan setapak yang telah di semen setelah bendung itu kondisinya cukup baik, dengan undak-undakan landai menuju ke atas puncak perbukitan.
Untuk mencapai pinggir sungai itu, dari arah Timur mobil belok kanan tepat sebelum jembatan di Jl Kembangsari dengan kali kecil di bawahnya. Belokan itu berada 245 meter setelah perempatan Jl Pemandian Barat, jika dari arah Barat. Kami menyusur pinggir kali hingga mentok dan mobil tidak bisa lagi maju, dilanjutkan dengan berjalan kaki.
Ki Bodronolo disebut sebagai putra dari Ki Maduseno dengan Dewi Majati, sedangkan Ki Maduseno adalah putra Ratu Pembayun dengan Ki Ageng Mangir, yang konon disembunyikan dan dibesarkan di Karanglo setelah Ki Ageng Mangir dibunuh oleh mertuanya saat menghadap. Ki Bodronolo juga disebut sebagai murid Sunan Geseng dari Gunung Geyong.
Menurut riwayat, putera Ki Bodronolo yang bernama Ki Kertosuto menjadi Patih Panjer. Putera keduanya, Ki Hastrosuto, menggantikan Ki Bodronolo dan bergelar Ki Gede Panjer Roma II dan sangat berjasa dengan memberi tanah kepada Pangeran Bumidirjo saat beliau menyingkir ke Panjer dari Keraton Plered karena hendak dibunuh Amangkurat I.
Lintasan undakan menuju ke atas bukit kami lewati beberapa saat sebelumnya. Di ujung pengkolan di depan sana adalah tempat kami bertemu dengan kuncen setelah berkunjung ke Makam Ki Bodronolo. Kuncen waktu itu tengah bekerja di ladang di lembah di bawah jalan semen ini dan dipanggil oleh Rohmat untuk menemui kami.
Menurut sebuah versi, ketika Panjer menjadi kabupaten dengan bupati Ki Suwarno asal Mataram, Ki Bodronolo diangkat menjadi Ki Gede di Panjer Lembah bergelar Ki Gede Panjer Roma I. Pengangkatan itu diberikan atas jasanya menggagalkan serangan Belanda yang mendarat di Pantai Petanahan untuk menghancurkan lumbung padi Mataram di Panjer.
Strategi membuat lemah pasukan musuh yang kuat dengan cara menghancurkan pasokan logistik adalah hal yang lumrah terjadi di dalam peperangan, baik konvensioanl maupun modern. Perang memang bukan semata hanya merupakan adu kekuatan kelengkapan dan kecanggihan persenjataan dan besar serta terlatihnya pasukan, namun juga adu kecerdasan akal dan strategi.
Rohmat yang sedang berdiri di depan cungkup Makam Ki Bodronolo sempat saya ambil fotonya. Ia sebelumnya memandu kami dengan sepeda motornya, dan belakangan menyusul dan menemani naik ke atas perbukitan menuju makam. Selain sebagai Kepala Rukun Tetangga setempat, Rohmat yang asli Karangkembang juga seorang petugas kepolisian yang baru pindah dari Jambi empat tahun silam.
Penampakan bangunan Cagar Budaya Makam Ki Bodronolo yang berada di puncak perbukitan Gunung Geyong di Desa Karangkembang, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen. Mungkin karena letaknya yang berada di perbukitan membuat perawatan bangunan dan kijing makam ini menjadi agak terbengkalai. Perlu kuncen dengan pengabdian tinggi untuk merawatnya.
Ini membuat saya teringat dengan Makam Kyai Mojo di Minahasa. Meskipun sama-sama berada di puncak perbukitan namun kondisi Makam Ki Bodronolo di Karangkembang ini masih lebih tidak terurus. Kuncen Makam Ki Bodronolo itu sepuhnya kira-kira sama dengan kuncen Makam Kyai Mojo saat kunjungan saya di Minahasa itu.
Putera ketiga Ki Bodronolo bernama Ki Kertowongso kemudian menjadi Ki Gede Panjer Roma III lantaran kakaknya menyingkir setelah khawatir tersangkut masalah dengan kedatangan Pangeran Bumidirja. Ketika Amangkurat I lari dari Keraton Plered yang diserbu dan diduduki Trunojoyo, justru ia beristirahat di Panjer dan diterima Ki Kertowongso.
Amangkurat I yang dalam keadaan sakit dan lemah meminta air kelapa muda. Namun karena malam hari dan hujan, Ki Kertowongso memberinya air kelapa tua (kelapa aking). Ternyata setelah minum, Amangkurat I langsung merasa segar kembali sehingga Ki Kertowongso diberinya gelar Raden Tumenggung Kalapaking (I) dan menjadi Adipati di Panjer.
Makam Ki Bodronolo Karangkembang
Alamat : Desa Karangkembang, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen. Lokasi GPS : -7.64395, 109.68769, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Hotel di Kebumen, Tempat Wisata di Kebumen, Peta Wisata Kebumen.Label: Jawa Tengah, Kebumen, Makam, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.