Melewati RS Panti Waluyo lanjut Jl Ki Mangun Sarkoro, belok kiri ke Jl Raya Solo - Purwodadi. Di perempatan Kalijambe belok kanan ke Jl Sangiran, dan 3,6 km kemudian belok kanan lagi di perempatan. Setelah 350 m sampailah kami di gerbang Museum Purbakala Sangiran Sragen. Ternyata museum tutup. Hari itu Senin, hari perawatan dan pembersihan museum. Masuk akal, karena jumlah pengunjung biasanya sedikit. Yang tak masuk akal adalah jika museum tutup di hari libur nasional.
Untuk Museum Purbakala Sangiran yang pengunjungnya bisa datang dari penjuru dunia mana saja, mestinya buka 7 hari seminggu, tanpa libur. Perawatan dan pembersihan bisa dilakukan sesaat setelah museum tutup, blok per blok selama 1-2 jam, yang bisa selesai dalam waktu 2-3 hari, sehingga tak ada pengunjung yang dikecewakan. Lantaran sudah jauh-jauh datang, saya meminta ijin kepada petugas keamanan di gerbang untuk masuk ke halaman museum dan mengambil foto bagian luar museum saja. Lumayan daripada pulang dengan tangan hampa. Petugas yang baik hati itu memberi ijin, dan saya pun berjalan kaki melewati pohon beringin rindang masuk ke halaman museum yang luas....
Di halaman Museum Purbakala Sangiran terdapat sebuah patung berukuran besar dicat warna hitam, menggambarkan Manusia Jawa yang ditemukan di Sangiran dengan tulisan "Situs Manusia Purba Sangiran, the home land of Java Man". Bangunan museum berada di ketinggian di sebelah kanan, dicapai dengan mendaki sejumlah trap undakan.
Di sebelah kiri belakang patung ada lagi patung Manusia Purba Sangiran bertelanjang bulat. Ada pula poster besar berlambang UNESCO dan World Heritage, bertulis Museum Purbakala Sangiran, dengan lukisan manusia purba berewokan tengah tersenyum, dan denah empat lokasi yang telah dan sedang dibangun, yaitu Sangiran, Ngebung, Bukuran, dan Dayu.
Setelah melewati warung di ujung halaman parkir, saya mendaki undakan di sisi kanan area dan melihat tengara "Sangiran, Early Man Site, World Heritage List No: C. 593" dengan lambang UNESCO, World Heritage. Di sebelah kiri terdapat kandang monyet, bersebelahan dengan merak, dan agak ke atas ada bekisar. Menyusuri kandang menuju ke atas tanpa diduga saya telah berada di depan pintu masuk Museum Purbakala Sangiran!
Pembersihan museum tengah dilakukan, diawasi petugas museum senior. Tanpa sungkan saya meminta ijin masuk, dan beruntung petugas itu mengijinkan. Senangnya ... Ketibaan tepat waktu, karena mereka baru saja memulai pembersihan. Jika datang beberapa menit lebih cepat, atau beberapa menit lebih lambat, saya tak akan seberuntung ini.
Tengkorak Homo erectus di Museum Purbakala Sangiran Sragen, manusia penjelajah pertama di dunia. Mereka menyebar dari Afrika ke berbagai belahan bumi, termasuk Asia Tenggara, yang diduga terjadi pada awal jaman Pleistosen, sekitar 2 juta tahun lalu. Pada 1891 Eugene Dubois menemukan fosil tempurung kepala dan tulang paha di Trinil, dan menyebutnya Pithecanthropus erectus.
Pithecanthropus adalah label yang dibuat Ernst Haeckel. Ia membuat postulat bahwa bukti evolusi manusia akan ditemukan di Hindia Belanda dan dinamai P. alalus. Pithecanthropus erectus lalu direklasifikasi menjadi Homo erectus. Tulang Homo erectus ditemukan di Danau Turkana dan Olduvai Gorge di Afrika, Georgia di Eropa, dan Shaanxi di Tiongkok.
Di Indonesia tengkorak dan tulang Homo erectus ditemukan di Sangiran, Trinil, Sambungmacan, dan Ngandong yang semuanya berada di tepian Bengawan Solo. Sebaris dengan tengkorak Homo erectus adalah tengkorak kepala Homo sapiens (manusia sekarang ini) yang sejak 100.000 tahun silam berkembang pesat dan menciptakan peradaban dan teknologi tinggi.
Ada pula Cro-Magnon, seniman ulung pertama yang meninggalkan lukisan gua, pahatan, dan patung ukir; Australopithecus boises dan A. robustus, dua jenis Australopithecus bertipe kekar; Australopithecus africanus, spesies pertama yang melakukan perburuan binatang besar; dan Ramapithecus, primata paling purba dengan tinggi tak lebih dari 1 meter.
Rangka Kuda Sungai Purba (Hippopotamus sp.) yang ada di museum merupakan cetakan dari fosil yang ditemukan pada formasi Pucangan berusia 1,2 juta tahun di Bukuran (Sangiran), hasil penelitian gabungan antara Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional (Jakarta) dengan Museum National d'Histoire Naturelle (Paris). Rekonstruksi rangka Hippopotamus itu adalah sumbangan dari Pemerintah Perancis kepada Museum Manusia Purba Sangiran Sragen.
Di bagian lain saya melihat poster yang memuat riwayat tiga tokoh dalam dunia teori permanusiaan. Ernst Haeckel (1834 – 1919) filsuf dan ahli Biologi Jerman yang ceramahnya mengilhami Eugene Dubois untuk datang ke Hindia Belanda dan menemukan Homo erectus. Gregor J. Mendel (1822-1884), Pastor dan ahli Biologi di Brno (Ceko) yang membuat Teori Keturunan (Hukum Mendel).
Lalu Charles Darwin (1809-1882) ahli Biologi Inggris yang melakukan perjalanan penelitian dengan kapal HMS Beagel (miniaturnya dipajang di Museum Purbakala Sangiran) pada 1831-1835, diantaranya ke Pulau Galapagos. Darwin kemudian menerbitkan buku The Origin of Species by Means of Natural Selection pada 1859 yang melahirkan Teori Evolusi.
Koleksi mengesankan lainnya berupa fosil tulang paha kanan gajah purba (Femur dextra Elephantidae), rahang atas gajah purba (Stegodon sp) yang hidup sekitar 500.000 tahun lalu, fosil tulang, dan dua buah fosil gading dari jaman yang sama. Di Museum Purbakala Sangiran Sragen ini ada pula poster besar berisi rentang waktu penemuan fosil dari tahun 1786 (fosil Mosasaurus), hingga tahun 1993 (Ardipithecus ramidus).
Dari lima terawal temuan fosil, dua diantaranya ada di Indonesia, yaitu Fosil Manusia Wajak yang ditemukan pada 1888 di Tulungagung, dan fosil Homo erectus yang ditemukan di Trinil pada 1891-1892. Ada lagi poster di Museum Purbakala Sangiran yang menyebutkan evolusi Homo erectus ke Homo sapiens berlangsung sekitar 300.000 tahun yang lalu.
Di Museum Purbakala Sangiran Sragen juga ada lukisan menggambarkan kehidupan Homo erectus di Sangiran pada masa keemasannya, yaitu sekitar 500.000 tahun yang lalu. Mereka hidup diantara dua gunung berapi dengan aliran sungai dan danau di sekitarnya serta beragam fauna yang sangat kaya. Kegiatan sehari-hari mereka adalah membuat alat batu, berburu, dan meramu.
Karenanya Homo erectus biasa disebut sebagai Homo sapiens purba. Volume otak Homo sapiens jauh lebih besar, dengan tengkorak membulat dan dinding tipis, tulang wajah halus tak bersegi-segi, serta tulang-tulangnya juga lembut, tipis, dan ringan. Yang tak kalah menarik adalah hasil penelitian genetika, terutama mengenai Mitochondrial DNA.
Penelitian genetika itu memperlihatkan bahwa seluruh manusia di muka bumi ini berasal dari seorang wanita yang pernah hidup sekitar 200.000 tahun yang lalu di Afrika Timur. Setelah dari museum saya sempat ke bagian belakang dimana terdapat gudang penyimpanan sementara berisi ratusan fosil, baik yang sudah diidentifikasi maupun yang belum. Luar biasa!
Koleksi terbaru Museum Purbakala Sangiran Sragen adalah tulang palung Gajah (pelvis Elephantidae) berasal dari 200.000 - 700.000 tahun lalu yang ditemukan Harsono pada 17 Maret 2014 di Selatan Toho, dan tulang kering Gajah (tibia Elephantidae) yang ditemukan Siswanto pada 20 Januari 2014 di Grogolan Manyarjero, juga dari lapisan Kabuh. Museum ini mengingatkan saya pada Museum Geologi Bandung, dan dalam ukuran lebih kecil Museum Purbakala Patiayam.
Museum Purbakala Sangiran Sragen
Alamat : Jl. Sangiran KM. 4, Krikilan, Kalijamber 57275, Sragen, Jawa Tengah. Lokasi GPS : -7.4557279, 110.8349678, Waze. Jam buka : Selasa s/d Minggu 08.00 – 16.30, Senin libur. Harga tiket masuk : Rp 5.000, wisman Rp 7.500, sepeda motor Rp.1500. Rujukan : Peta Wisata Sragen, Tempat Wisata di Sragen, Hotel di Solo.Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.