Beruntung saya tak lupa untuk mampir ke pura ini setelah selesai dengan sejumlah kunjungan sebelumnya yang menguras tenaga. Hujan yang sedang turun pun tak menyurutkan minat saya untuk meminta Pak Jum belok ke kanan pada tanda nama pura di tepi jalan itu. Untuk memastikan arah, beberapa kali Pak Jum bertanya kepada penduduk setempat tentang lokasi pura. Satu hal yang cukup mendebarkan adalah jalan yang kami lalui. Jalan itu sempit, hanya cukup untuk satu mobil, dan berkelok naik sangat tajam berbibir jurang, hujan pula. Beruntung tak ada mobil dari arah berlawanan. Jika saja perhatian tak tersita pada jalan, pemandangan di lereng Gunung Lawu itu sangat indah. Sayang saya tak menemukan tempat dan cara untuk memotretnya.
Hujan dan lintasan jalan yg curam dan sempit tak memungkinkan saya melakukan itu. Pada titik tertentu, yang tampaknya merupakan puncak bukit, jalan berubah mendatar dan lalu menurun sebelum akhirnya kami sampai dan berhenti di tepi jalan di depan Pura Kalisodo yang ada di sebelah kanan jalan. Di sebelah kiri jalan adalah ladang tembakau milik penduduk setempat.
Pandangan pada gapura berbentuk candi bentar dengan sejumlah undakan untuk masuk ke area Nista Mandala Pura Kalisodo. Dari sela-sela candi bentar terlihat pintu utama gapura Kori Agung yang terlihat masih belum sempurna dibuat. Hanya ada templokan ornamen bunga berwarna pink dengan dinding yang masih mulus.
Candi bentar merupakan nama sebutan bagi bangunan gapura yang dibentuk dari dua pilar serupa dan sebangun dengan simetri cermin yang ada di sebelah sisi kiri dan kanan pintu masuk. Gapura jenis ini, yang bagian atasnya tidak terhubung, banyak dijumpai di Pulau Jawa, Bali, dan Lombok.
Papan nama sederhana Puri Kalisodo berisi informasi singkat tentang desa dimana pura berada, ialah Desa Babar Anggrasmanis, Kecamatan Jenawi, Kabuaten Karanganyar, Jawa Tengah. Suasana sepi. Sukurlah hujan tinggal tersisa gerimis kecil ketika kami sampai di pura.
Agak jauh di belakang samping, di luar area pura, terlihat sebuah bangunan cungkup berukuran kecil yang disebut Pertapaan Kalisodo. Tempat ini biasa digunakan oleh sejumlah orang untuk bermeditasi. Tempat dan lingkungannya memang memungkinkan untuk itu, oleh karena cukup jauh dari permukiman dan lali lintas orang yang relatif jarang.
Pintu sebelah kanan Kori Agung terlihat terbuka, dan saya pun menyelinap masuk melewati pintu itu ke area Madya Mandala dimana terdapat Bale Piyasan berukuran cukup besar tanpa dinding yang ada di kiri kanan jalan. Adanya bale sangat membantu pengunjung jika mengingat tingginya curah hujan di wilayah seperti lereng Gunung Lawu ini.
Sebuah situweb menyebutkan bahwa Kori Agung Pura Kalisodo dibangun pada 2000, Penyengker atau dinding keliling dibangun tiga tahun kemudian, dan Bale Piyasan dibangun pada 2007. Melihat kondisinya, pengelola pura masih membutuhkan kucuran dana cukup besar untuk menjadikannya sebuah pura cantik di Lereng Lawu yang indah ini.
Ada rasa senang dan puas setelah berhasil berkunjung ke Pura Kalisodo yang relatif masih sederhana ini. Pura ini berpotensi akan menjadi pura yang sangat cantik, sebagaimana Puri Taman Saraswati di area Candi Cetho, dan akan menarik banyak pengunjung.
Pada saat itulah diperlukan pengaturan kendaraan yang datang dan pergi di jalan yang sempit curam namun berpemandangan sangat indah itu. Salah satu cara adalah membuat jalan itu hanya bisa dilalui searah, oleh sebab hampir mustahil untuk memperlebarnya.
Bagian Utama Mandala di Pura Kalisodo memiliki sebuah pelinggih Padmasana yang merupakan sumbangan umat dari Bali, diapit pelinggih berupa Meru susun empat dan sejenis Taksu yang biasa dibuat oleh umat Hindu untuk memuja Dewi Saraswati. Selain ornamen bunga yang mendominasi Meru, pada setiap tingkatan terdapat sejumlah buli-buli, dan di puncak Meru terdapat lingga.
Di atas pintu Meru terdapat arca Kala yang dibuat tidak terlalu halus. Sepasang lambang swastika menempel pada dinding pondasi di kiri kanan undakan. Sedangkan puncak pelinggih Padmasana bentuknya lebih menyerupai penangkal petir ketimbang wujud Lingga. Sepasang arca kepala naga menghadap ke arah luar berada di bagian bawah pelinggih. Di atas masing-masing kepala naga itu terdapat arca pria dan wanita mengenakan makuta, keduanya dalam posisi duduk dan tangan melipat di depan dada.
Tak lama saya berdiam di bagian Utama Mandala Pura Kalisodo ini, dan ketika keluar lagi ke jalan saya bertemu dengan seorang pria penduduk setempat yang kebetulan lewat dan berbincang sejenak dengannya. Ia kemudian menemani saya untuk melihat area di sekitar Pertapaan Kalisodo.
Undakan menuju ke cungkup Pertapaan Kalisodo itu sudah berlumut, pertanda curah hujan yang tinggi serta jarang ditapaki kaki orang lewat. Tak saya lihat ada benda menarik di dalam ruangan cungkup itu, namun yang justru menarik perhatian saya adalah apa yang ada di sekitar cungkup.
Ada dua pohon besar rindang dengan batang berwana kemerahan di dekat cungkup di belakang Pura Kalisodo yang menarik minat saya. Pohon itu terlihat sudah sangat tua. Batangnya seperti dililit oleh akarnya sendiri, memberi bentuk unik yang elok dipandang mata. Tak pelak lagi, adanya kedua pohon tua itu seperti memberi semacam "otiritas" mistik, baik bagi pura maupun bagi pertapaan.
Di belakang kedua pohon itu ternyata ada lagi sebuah pelinggih yang berbentuk Taksu, bersisian dengan sebuah batu besar. Namun saya tak berusaha untuk mendekatinya, lantaran gamang jika harus melewati jalan yang tak jelas jalurnya dan bisa jadi akan bertemu penjaga yang melata.
Pura Kalisodo Karanganyar
Alamat : Babar Anggrasmanis, Jenawi, Karanganyar, Jawa Tengah. Lokasi GPS : -7.589838, 111.154502, Waze. Peta Wisata Karanganyar, Tempat Wisata di Karanganyar, Hotel di Tawangmangu.Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.