Itulah sebabnya biasanya saya membuat peta, seperti misalnya Peta Wisata Surabaya untuk membantu pejalan dalam membuat perencanaan kunjungan agar bisa lebih efisien. Google Maps biasanya ditambahkan setelah semua tempat wisata yang saya kunjungi telah dibuatkan travelog semuanya. Namun demikian di wilayah yang belum saya kunjungi sekali pun akan dibuatkan Google Maps secara bertahap.
Karena lokasi Kelenteng Pak Kik Bio ini berada di Jalan Jagalan karenanya tempat ibadah ini sering disebut sebagai Kelenteng Jagalan, untuk membedakannya dengan kelenteng di jalan lainnya yang ada di kota Surabaya, selain karena memang lebih mudah diingat dan diucapkan. Banyak kelenteng juga memiliki nama dalam bahasa Indonesia agar lebih membumi.
Kelenteng Pak Kik Bio dilihat dari bawah lengkung pintung gerbang depan yang dipasangi pintu berjeruji. Kelenteng ini terlihat unik dengan adanya serambi menjorok ke depan, tersambung dengan bangunan utama, yang seingat saya baru pertama kali ini saya jumpai di sebuah kelenteng. Serambi itu menjadi tempat bagi hiolo Thian, berhias deretan lampion yang menggantung di atasnya.
Sebuah Kim Lo (tempat membakar kertas sembahyang) berbentuk pagoda tingkat tiga berada di halaman sebelah kiri. Sepasang Ciok Say, singa penjaga pintu kelenteng, duduk di kiri kanan depan serambi, dan di atas wuwungan terdapat sepasang naga yang tengah memperebutkan mustika matahari. Meski kecil, Kelenteng Pak Kik Bio ini tampak bersih, rapih dan terawat.
Hiolo Thian (Tuhan) berkaki tiga yang berada di tengah serambi depan Kelenteng Pak Kik Bio Surabaya itu. Kaki hiolo lazimnya menyerupai bentuk kaki harimau. Di sejumlah kelenteng, hiolo Thian diletakkan dalam cungkup yang terpisah dari bangunan utama kelenteng, seperti misalnya di Kelenteng Jin De Yuan.
Deretan lampion berwarna merah dengan ornamen kuning keemasan menggelantung di kiri kanan serambi. Warna merah biasanya mendominasi warna sebuah kelenteng, karena dipercaya melambangkan kegembiraan, kebahagiaan, dan kesejahteraan. Sedangkan warna kuning atau kuning keemasan melambangkan kemuliaan, kerajaan, kesentosaan dan kekayaan.
Di Kelenteng Pak Kik Bio Surabaya ada genta tua yang berada di dekat dinding berlambang Patkwa dan Yin-Yang. Genta dalam kepercayaan Konghucu melambangkan suluh kehidupan, serta dibunyikan sebagai tanda untuk berkumpul dan siap untuk melaksanakan upacara keagamaan. Simbol Patkwa diperkenalkan oleh Kaisar Fu Hsi (2582 SM) dengan garis-garis lurus tanpa putus (Yang I, simbol maskulin) dan garis-garis patah dua (Yin I, simbol feminin), di dalam sebuah segi delapan yang menggambarkan delapan situasi kehidupan, yaitu perkawinan, ketenaran, kekuasaan, keluarga, pengetahuan, karir, orang-orang berguna, dan anak-anak.
Altar pemujaan bagi Kongco Hian Thian Siang Tee di Kelenteng Pak Kik Bio Surabaya. Di sekitar altar terdapat lilin, hiolo, beberapa botol air mineral, beberapa piring buah-buahan, lampu minyak, umbul-umbul, lampion serta lukisan timbul pada dinding yang terlihat sangat elok.
Hian Thian Siang Tee merupakan salah satu dewa paling terkenal dengan kedudukan sangat tinggi, setingkat di bawah Giok Hong Tai Te (dewa tertinggi), dan merupakan salah satu dari Se Thian Sang Ti (Empat Maha Raja Langit). Hian Thian Siang Te menjadi pemimpin tertinggi para Dewa di Langit bagian Utara dan arcanya selalu digambarkan menginjak kura-kura dan ular. Di kiri kanan arcanya biasanya terdapat patung Jenderal Zhao dan Jenderal Kang, pengawalnya.
Menurut cerita, Zhu Yuan Zhang (pendiri Dinasti Ming) di awal perjuangannya pernah mengalami kekalahan besar dalam sebuah pertempuran sehingga terpaksa bersembunyi di Kelenteng Siang Te Bio di Pegunungan Bu Tong, provinsi Hu Bei. Di bawah perlindungan Hian Thian Siang Te, Zhu Yuan Zhang berhasil lolos dari kejaran pasukan Mongol.
Hian Thian Siang Te pula yang membantu Zhu Yuan Zhang sehingga ia berhasil menumbangkan Dinasti Yuan dan mengusir orang Mongol. Zhu Yuan Zhang kemudian mempersatukan Cina, mendirikan Dinasti Ming, dan mendirikan kelenteng Nan Jing dan di Bu Tong San untuk mengenang jasa-jasa Hian Thian Siang Te.
Altar Kwan Im Hud Co, Dewi Welas Asih, di Kelenteng Pak Kik Bio Surabaya, seorang dewi yang dipuja oleh penganut Buddha, Tao dan masyarakat Tionghoa pada umumnya yang masih menjaga tradisi para leluhurnya. Kwan Im Hud Co merupakan penolong bagi orang-orang yang sedang sengsara dan menderita dan penolong roh-roh yang menderita di neraka, sehingga biasa diusung dalam sembahyang memberi makan roh-roh kelaparan yang diadakan pada bulan 7 Imlek dengan nama Pho To Kong.
Saat itu di sebuah sudut ada seorang nenek yang tengah melipat kertas sembahyang di depan ukiran ikan besar yang terbuat dari kayu. Ikan, yang mampu berenang melawan arus sungai dan sanggup melompat melewati air terjun untuk menuju ke hulu, merupakan lambang keteguhan niat dalam menghadapi tantangan.
Di Kelenteng Pak Kik Bio Surabaya juga ada sebuah tambur menggantung di sebuah sudut, yang ketika dipukul pada sebuah upacara dipercayai akan memanggil para dewa untuk turun ke bumi, dan di belakangnya terdapat ornamen harimau di sebelah kiri dan burung Hong di sebelah kanan. Ada pula sebuah rumah-rumahan kecil yang merupakan altar untuk memuja Wie Tho Poo Sat, putera Raja Langit yang memimpin 31 jenderal langit dan bergelar Hu Fa Pu Sa. Wie Tho Poo Sat konon memenangkan ratusan pertempuran dengan jalan damai, tanpa membunuh lawan, dan diramalkan bakal menjadi Buddha terakhir.
Kelenteng Pak Kik Bio Surabaya dibangun pada 8 April 1951 dan peresmiannya oleh Yayasan Pak Kik Bio Hian Thian Siang Tee dilakukan pada 17 Juni 1952. Semula tempat ini merupakan rumah tinggal Kho Sien Tjing, namun ketika rumahnya terbakar terkena bom sewaktu perang kemerdekaan tahun 1946, ia dan keluarganya menyingkir ke Tretes. Beberapa tahun kemudian, Kho mewakafkan tanahnya kepada Gan Ban Kiem untuk dibangun sebuah kelenteng.
Klenteng Pak Kik Bio Surabaya
Alamat : Jl Jagalan No. 74-76, Surabaya. Lokasi GPS : -7.24812, 112.74453, Waze. Rujukan : Hotel di Surabaya, Tempat Wisata di Surabaya, Peta Wisata SurabayaLabel: Jawa Timur, Kelenteng, Surabaya, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.