Lambang kejayaan dan jejak kesengsaraan hari ini dan masa lalu mungkin berakhir dengan nasib yang sama, sebagai tempat kunjungan para pejalan wisata, dan banyak tempat seperti itu tetap sama selama bertahun-tahun tanpa perubahan bermakna, baik pada tempat maupun pada kehidupan mereka yang selamat. Dan inilah salah satu diantaranya, jejak lava panas yang mematikan dari masa silam, meluncur dengan kecepatan penuh dari salah satu gunung berapi yang paling berbahaya dan sangat aktif di dunia, Gunung Merapi. Tempat yang saya kunjungi itu lokasinya dekat dengan tempat dimana dulu mBah Marijan, penjaga Gunung Merapi yang terkenal, pernah tinggal.
Jalanan ke Kaliadem saat itu dalam kondisi yang baik. Pengemudi kendaraan mengatakan bahwa mBah Marijan membelanjakan sebagian peruntungannya sebagai bintang iklan sebuah produk minuman berenergi untuk memperbaiki jalan yang saat itu rusak berat. Ia juga menyumbangkan penghasilannya untuk merenovasi sebuah masjid di dekat rumah tinggalnya.
Pemandangan pada bagian atas area Lava Merapi Kaliadem dengan latar pinggang Gunung Merapi yang masih lebat oleh pepohonan hijau, seolah merekalah yang menjadi saksi ketika banjir lava menghantam dan meluluhlantakkan desa di sekitar area dimana saya berdiri waktu itu. Reruntuhan tembok rumah yang sebagian masih berdiri dengan atap yang telah lenyap, masih bisa disaksikan waktu itu.
Area yang sangat luas ini sebelumnya dimiliki oleh Taman Wisata Bebeng dan rumah-rumah penduduk yang menyisakan bagian atasnya saja, sementara bagian bawahnya terendam oleh lahar dingin. Tiket masuk ke Kaliadem saat itu Rp.5.000 per orang dan Rp.5.000 untuk membayar parkir. Dari area parkir, saya berjalan naik ke bukit yang berjarak sekitar 500 dimana saya melihat beberapa warung yang menjual minuman dan makanan ringan, suvenir dan t-shirt dengan gambar Gunung Merapi.
Sepasang pengunjung tampak tengah berada di depan bunker perlindungan di Kaliadem. Bunker ini ternyata tak sanggup menyelamatkan jiwa orang-orang yang berlindung di dalamnya ketika hawa panas wedhus gembel menerjang dari puncak Gunung Merapi menyusul letusan dahsyat yang memuntahkan isi kawahnya.
Di dekat area ini saya melihat ada seorang ibu sepuh, yang saya sebut Si Mbah, tengah bercengkerama bersama cucu-cucunya selagi menunggu dagangannya, kembang dari tanah pegunungan yang tinggi, Edelweiss. Ia tengah duduk di atas lautan lelehan cadas dan lava beku Merapi yang pada suatu ketika di masa lalu sangatlah berbahaya. Entah dimana si Mbah dan cucunya sekarang berada. Semoga mereka semua selamat dan di tempat yang aman.
Lembah sungai di atas pernah tertutup seluruhnya oleh Lava Merapi Kaliadem yang telah dingin. Lelehan bebatuan dan lava telah pernah menjadi bahan bangunan bermutu tinggi, diangkut oleh puluhan truk yang hilir mudik setiap harinya, dan menghidupi banyak orang, sampai saat itu. Bencana bagi sebagian orang memang sering membawa berkah kehidupan bagi sebagian yang lainnya.
Beberapa saat sebelumnya ada sekelompok anak muda tampak tengah menuruni lereng dari puncak bukit lava Merapi Kaliadem, dekat dengan bantaran sungai. Pepohonan hijau di sepanjang dan selebar area yang sangat luas itu sempat musnah diterjang awan panas dan dan tertutup hujan debu yang sangat tebal.
Bagian dari bendung pengendali lava yang tidak mampu menahan terjangan lava Merapi yang muntah dari ketinggian. Di sana-sini ada bongkahan beton yang ambrol yang menjadi tanda kuatnya aliran lava. Deretan rumah penduduk yang hancur, sebagian diantaranya telah terbenam oleh lava dingin dan bebatuan, adalah jejak bisu letupan dahsyat Merapi sebelumnya.
Ketika sedang berada di sekitar area ini ada sepasang remaja tampak tengah berjalan kaki menelusuri lintasan di tepian sebelah kanan sungai menuju ke ketinggian di lereng Merapi. Entah ke arah mana mereka akan menuju. Lintasan yang semulai mulai menghijau itu kembali menjadi abu-abu, namun alam selalu menemukan cara untuk kembali ke kehidupan.
Pada cuaca langit yang cerah, puncak Merapi yang saat itu masih utuh bisa dilihat dari tempat saya berdiri. Ketika meninggalkan Lava Merapi Kaliadem, dari jalan kami bisa melihat rumah-rumah sederhana di gerumbul tempat dimana rumah mendiang mBah Marijan berada. Kehijauan dan keheningan alam pegunungan yang damai itu telah terkoyak oleh dahsyatnya letupan Gunung Merapi.
Merapi, yang secara harafiah berarti Gunung Api, hanya berjarak beberapa kilometer dari Kota Yogyakarta. Merapi telah meletus 68 kali sejak 1548, tidak termasuk letusan-letusan dahsyat yang baru saja terjadi, setelah letusan sebelumnya pada Juni, 2006, mengikuti gempa tektonik yang mengguncang Yogya sebelumnya. Ketika bencana menyapa, di mana dan kapan saja, adalah saat dimana solidaritas sosial manusia diketuk pintunya.
Lava Merapi Kaliadem Sleman
Alamat : Kaliadem, Sleman, Yogyakarta. Lokasi GPS : -7.5832153, 110.4478312, Waze. Rujukan : Tempat Wisata di Sleman, Peta Wisata Sleman, Hotel di Yogyakarta.Label: Gunung, Sleman, Wisata, Yogyakarta
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.