Patung Jenderal Sudirman dibuat pada posisi tegak, tangan disamping, ujung celana masuk ke dalam sepatu boot, dan sebilah pedang tampak menggantung di pinggang sebelah kiri. Pakaian yang dikenakan Jenderal Sudirman tampak menyerupai seragam PETA, kesatuan dimana Sudirman memperoleh pendidikan militernya.
Sudirman lahir dari ayah Karsid Kartowirodji, seorang pegawai Pabrik Gula Kalibagor, dan ibu bernama Siyem yang merupakan keturunan Wedana Rembang. Ia ikut pendidikan formal di Sekolah Taman Siswa, dan kemudian di HIK (sekolah guru) Muhammadiyah Surakarta yang meskpun tidak sampai tamat ia menjadi guru di sekolah HIS Muhammadiyah di Cilacap.
Monumen Jenderal Sudirman, atau Monumen Panglima Besar Djendral Soedirman, dengan patung Jenderal Besar Soedirman berdiri di atas sebuah tugu dengan torehan prasasti di empat sisinya. Umbul-umbul di sisi kanan itu pada jalan yang mengarah ke Gedung Balai Kota Surabaya. Monumen ini diresmikan pada 10 November 1970 oleh Presiden Soeharto dalam rangkaian peringkatan Hari Pahlawan, sebagaimana tertera pada tulisan pada tugu bagian depan monumen.
Masuknya Jepang merubah jalan hidup Sudirman, dimulai ketika ia masuk menjadi bagian tentara Pembela Tanah Air (PETA) dan mendapat pendidikan kemiliteran oleh tentara Jepang di Bogor (sekarang Museum PETA), kemudian menjadi Komandan Batalyon di Kroya, Jawa Tengah, dan Panglima Divisi V/Banyumas sesudah terbentuknya TKR dengan pangkat kolonel.
Sudirman adalah perwira PETA yang berhasil mendinginkan pemberontakan PETA Gumilir sehingga tidak sampai mengalami nasib seperti 6 perwira PETA Blitar, termasuk Supriyadi, yang dipenggal kepalanya oleh tentara Jepang pada pemberontakan PETA Blitar. Supriyadi yang diangkat oleh Presiden sebagai panglima tertinggi TKR tidak sempat menduduki pos-nya karena keburu tewas.
Pandangan samping pada Monumen Jenderal Sudirman Surabaya ketika seorang pengendara sepeda motor melintas di sampingnya. Puluhan dan bahkan ratusan ribu pengendara sepeda motor dan mobil lewat di sana, namun saya kira tak banyak yang menyempatkan untuk berhenti barang sejenak, memberi penghormatan dan melihat prasasti yang ada di sana.
Pada sisi sebelah kiri tugu monumen tertulis kutipan kata-kata Panglima Besar Jenderal Soedirman yang diberikannya sebagai arahan kepada prajurit TKR dalam menghadapi peperangan melawan Belanda yang hendak menjajah Indonesia kembali, yaitu 1. Percaya kepada diri sendiri, 2. Teruskan perjuangan kita, 3. Pertahankan rumah dan pekarangan kita sekalian, 4. Tentara kita jangan sekali-kali mengenal sifat menyerah kepada siapapun juga yang menjajah dan menindas kita kembali, 5. Ingat bahwa prajurit Indonesia bukanlah prajurit sewaan dan buka prajurit yang menjual tenaganya karena hendak merebut sesuap nasi, 6. Satu-satunya hak milik nasional republik yang masih tetap utuh tidak beroba-robah meskipun harus menghadapi segala macam soal dan perobahan adalah hanya Angkatan Perang Republik Indonesia.
Pandangan lebih dekat pada Monumen Jenderal Sudirman Surabay dengan taman bunga yang terlihat cukup terpelihara di sekitarnya. Di latar belakang adalah menara GPIB Maranatha yang terletak tidak jauh dari lokasi monumen. Sudirman adalah panglima pertama tentara Indonesia yang dipilih pada Konperensi Tentara Keamanan Rakyat di Jogja pada 12 November 1945. Saat itu, Sudirman yang lahir di Bodas Karangjati Purbalingga pada 24 Januari 1916 baru akan menginjak usianya yang ke-30 tahun.
Prasasti pada tugu di sisi belakang monumen menunjukkan bahwa monumen ini dipersembahkan oleh Letnan Jenderal M Yasin sebagai bekas Pangdam VII/Brawijaya, beserta seluruh warga ABRI (TNI waktu itu) / Sipil dan masyarakat Jawa Timur. Kemudian ada tulisan "Kepada nusa dan bangsa Indonesia dengan kata-kata mutiara dari almarhum Jenderal Soedirman untuk diwariskan kepada generasi yang akan datang. Hari Pahlawan, Surabaya, 10 Nopember 1970"
Monumen Jenderal Sudirman Surabaya dilihat dari arah samping belakang dengan lekak-lekuk pakaian dan selempang baju yang tampak natural serta sebuah samurai panjang dipegang oleh tangannya yang kiri. Tugu pada sisi kanan patung ini juga berisi kata-kata Jenderal Soedirman yang sama dengan yang ada di sisi kiri tugu patung.
Pada 12 Desember 1945, lima minggu setelah berakhirnya pertempuran Surabaya, Sudirman memimpin pasukan TKR dalam sebuah serangan serentak terhadap kedudukan Inggris di Ambarawa. Pertempuran yang kemudian terkenal dengan sebutan Palagan Ambarawa itu berlangsung selama lima hari dan berhasil memaksa pasukan Inggris untuk mundur ke Semarang. Kemenangan di Palagan Ambarawa ini membuat Presiden Soekarno tidak memiliki alasan lagi untuk menunda pelantikan Sudirman sebagai Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan Perang RI, yang dilakukan pada 18 Desember 1945, sekaligus memberinya pangkat Jenderal.
Pada Agresi Militer II Belanda, 19 Desember 1948, ketika semua pemimpin politik memilih untuk tetap berada di dalam Kota Jogjakarta dan kemudian ditangkap Belanda dan dibawa ke luar Pulau, Sudirman yang sudah lemah karena penyakit TBC memilih untuk memimpin perang gerilya melawan pasukan Belanda dengan rute perjalanan mencapai 1000 km di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Baru setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda pada 1949, Jenderal Soedirman bisa kembali ke Jakarta bersama Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.
Panglima Besar Jenderal Sudirman meninggal dunia di Magelang pada 29 Januari 1950 di usianya yang baru saja genap 34 tahun. Jasadnya kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara di Semaki, Yogyakarta. Pada 1997, pemerintah Orde Baru memberinya gelar Jenderal Besar Anumerta bintang lima, sebagaimana yang diberikan pemerintah kepada Soeharto dan AH Nasution.
Monumen Jenderal Sudirman Surabaya
Alamat : Jl. Yos Sudarso, Surabaya. Lokasi GPS : -7.26174, 112.74631, Waze. Rujukan : Hotel di Surabaya, Tempat Wisata di Surabaya, Peta Wisata SurabayaLabel: Jawa Timur, Jenderal Sudirman, Monumen, Surabaya, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.