Bersamaan dengan datangnya hari pasar Rantepao (hari pasar di Toraja jatuh enam hari sekali, berlangsung secara bergantian di enam pasar besar di Tana Toraja dan Toraja Utara ), saya mengajak tiga kawan yang menyusul ke Toraja untuk melihat kegiatan di pasar hewan. Sebagai pemandu yang baik, pk 06 pagi saya paksa mereka untuk keluar dari balik dekap hangatnya selimut ;). Karena niatnya hanya ke pasar, sebelum berangkat kami pun sekedarnya mencuci muka, menyikat gigi lalu keluar mencegat angkot jurusan Pasar Bolu yang lewat di depan rumah. Hari masih pagi, pk 08.30 tapi matahari mulai menyengat seakan berlomba dengan teriakan parau tukang obat di depan gerbang menuju pasar yang memekakkan kuping.
Jalanan menyempit dipadati dagangan yang digelar di kiri kanan, ditambah ramainya pedagang dan pembeli yang tumpah di pasar menyebabkan laju kendaraan tersendat. Daripada kepanasan di angkot, kami memutuskan untuk turun dan berjalan kaki ke tempat penjualan hewan.
Seorang anak memberi makan kerbaunya sambil menunggu pembeli di Pasar Bolu, Rantepao. Selain hewan ternak, di Pasar Bolu juga bisa dijumpai hasil bumi seperti sayuran, kopi, buah, daging, ikan serta aneka penganan tradisional. Beberapa kios souvenir khas Toraja juga bisa ditemui di tengah pasar dengan harga yang lebih miring dibandingkan dengan di Rantepao. Lalu ada satu lokasi di tengah pasar tempat penjualan baju bekas ekspor.
Sampai di ujung jalan sebelum berbelok ke tempat khusus ternak besar (kerbau, babi terkadang ada sapi dan kuda), aroma tuak (=nira) yang dijual dalam jerigen-jerigen di pojok kanan jalan menggelitik hidung dan membelokkan kaki untuk menghirup aromanya dari dekat.
Ada cukup banyak persediaan rumput hijau segar untuk makanan kerbau yang diletakkan dalam karung-karung terigu warna putih. Di tengah hiruk-pikuk manusia dan hewan yang hilir mudik di pasar, kami menjadi saksi berlangsungnya transaksi pembelian seekor kerbau.
Pedagang melepas kerbaunya ke tangan pembeli dengan harga 17 juta yang dibayar tunai di tempat! Katanya itu termasuk murah, karena sebelumnya ada transaksi sebesar 200 juta. Harga fantastis untuk seekor kerbau yang siap disembelih di satu upacara. Penentuan harga seekor kerbau bergantung pada ukuran dan warnanya.
Babi-babi yang dijual, diikat dalam posisi tidur pada potongan bambu dan dijejer dengan rapi.
Di sebuah lapak seorang calon pembeli sedang tawar menawar harga dengan pedagang untuk babi berwarna kulit kehitaman yang ia ditaksir.
Coba tebak, yang ini harganya berapa? Kerbau albino biasanya harganya berbeda dengan harga kerbau biasa.
Babi Inggris (albino), babi peranakan dan babi asli Toraja harga dan rasa dagingnya pun berbeda.
Menurut seorang pedagang kerbau yang saya jumpai, banyaknya pesta (=upacara adat) yang diadakan serempak di beberapa kampung menyebabkan permintaan hewan meningkat sehingga harga kerbau dan babi pun melambung. Seminggu di Toraja, kami sempat mendatangi upacara rambu solo’(=acara pemakaman adat Toraja) di empat kampung yang berbeda dimana kerbau dan babi tak pernah absen.
Bagaimana dengan harga babi? Seekor babi ukuran sedang hari itu dihargai 1,5 juta, tawar-menawar yang cukup alot pun terjadi antara pembeli dan pedagang.
Seorang calon pembeli yang sedang melihat-lihat babi di satu kandang mengatakan, ini kali kedua dia ke pasar mencari tambahan babi untuk upacara keluarganya. Semua transaksi di pasar dilakukan dalam bentuk tunai!
Setiap orang memiliki teknik sendiri-sendiri dalam membawa babinya, ada yang memanggul pulang babinya, mengikatnya di atas boncengan motor, mengikatnya di atas dorongan yang biasa dipakai untuk membawa material bangunan, atau membawanya di atas mobil bak terbuka.
Transaksi selesai, pembeli memanggul pulang babinya.
Jika lapar, ada warung-warung makanan di dalam maupun di luar pasar yang menawarkan sajian khas Toraja. Buat yang muslim, perlu berhati-hati dalam memilih menu yang ditawarkan. Dari pasar, kami mampir ke rumah kerabat minum es kelapa muda yang dicampur irisan gula aren, menikmati makan siang dan menyesap segelas tuak.
Mendengar info adanya acara ma’pasilaga tedong (=adu kerbau) yang sedang berlangsung di kampung Malakiri, selepas makan siang kami bergegas kembali masuk pasar. Kali ini terminal Pasar Bolu kami tuju untuk mencari angkutan umum. Sayang, angkutan yang melewati tempat tersebut sedang langka karena sebagian besar dicarter warga ke berbagai tempat acara.
Akhirnya setelah tawar-tawaran, kami sepakat mencarter satu angkot dalam kota untuk mengantarkan ke Malakiri dengan ongkos sekali jalan Rp 70,000. Pukul 19.00, kami baru turun dari Malakiri kembali ke Rantepao karena rindu air untuk membasuh diri yang seharian bau keringat ;)
Pasar Bolu Rantepao
Alamat: Jl. Poros Rantepao – Palopo, Bolu, Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Angkot: Rantepao – Terminal Pasar Bolu: Rp 3.000. Waktu berkunjung: pada hari pasar yang jatuh seminggu sekali. Rujukan : Hotel di Toraja, Tempat Wisata di TorajaLabel: Olyvia Bendon, Pasar, Rantepao, Tana Toraja, Toraja
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.