Tidak terpikir bahwa kerusuhan meluas ke pinggir kota. Ingat obrolan santai sambil minum es campur ala Sumbawa pagi tadi dengan seorang mahasiswa mengenai asal kerusuhan. Awal terjadinya kerusuhan yang saya baca di media ternyata berbeda jika didengar langsung dari masyarakat.
Jarak antara Kota Sumbawa Besar menuju Pantai LaPade cukup jauh. Kira-kira 1 jam lebih tanpa hambatan. Seingat saya tidak ada lampu merah yang menghentikan kami. Seperti perjalanan saya di Pulau Sumbawa sebelumnya, di kiri-kanan jalan banyak pohon dan tanaman yang menyejukkan mata. Hewan ternak sapi dan kerbau juga dibiarkan lepas mencari rumput.
Warna hijau rerumputan di sepanjang jalan menuju Pantai LaPade
Mendekati kawasan Pantai LaPade, sebelumnya harus memasuki kawasan penduduk desa Pukat. Rumah penduduknya berbentuk rumah panggung yang katanya sebagian dihuni oleh pendatang luar Sumbawa. Saya menyukai arsitektur rumah panggung dan suasana desa Pukat yang asri ini.
Salah satu bentuk rumah panggung memasuki kawasan Pantai LaPade
Harga tiket masuk Pantai LaPade pada saat kunjungan saya kemarin lima ribu rupiah per orang, tidak termasuk biaya parkir. Saya rasa sepadan dengan kondisi pinggir pantai yang bersih dan juga fasilitas yang disediakan oleh pihak pengelola.
Di pantai ini juga ada taman bermain anak, yang kebetulan saat itu sedang dilakukan pengecatan ulang. Ada juga panggung musik untuk tambahan hiburan pengunjung yang hadir. Biasanya, panggung musik ini digunakan pada hari Sabtu dan Minggu.
Panggung musik yang berada di satu area Pantai LaPade
Kalau belum pernah main Perahu Kano, bisa di coba di sini, karena Pantai LaPade ada tempat penyewaan Perahu Kano. Jika hanya ingin bersantai, pengelola mendirikan Berugak dengan jumlah yang memadai bagi pengunjung pantai.
Pemandangan pinggir pantai LaPade
Nah yang unik adalah spanduk-spanduk yang tergantung di tembok, dekat dengan bangunan-bangunan Berugak. Isi spanduk bukan iklan tetapi berupa kalimat-kalimat renungan dan ada juga obrolan humor dengan bahasa tradisional yang saya kurang pahami artinya.
Spanduk-spanduk unik yang digantung di sepanjang tembok batas pinggir pantai LaPade itu.
Jika saja tulisannya dibuat juga dalam Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris jika perlu, tentu akan lebih menarik dan menghibur bagi pejalan yang lewat, sekaligus mengenalkan budaya tutur yang hidup di daerah ini.
Pemandangan indah juga terlihat dari lokasi parkir Pantai LaPade
Sudah mulai sore, saatnya kembali ke Sumbawa Besar, yang adalah ibukota Kabupaten Sumbawa. Jalan menuju pulang lebih akrab di mata saya, dibandingkan dengan saat kami berangkat. Keadaan jalannya sama ketika kami keluar dari Pelabuhan Poto Tano. Jadi kalau kita berkendara kira-kira satu jam dari Pelabuhan Poto Tano, maka akan melewati Simpangan Penyorong. Nah dari simpangan inilah kita akan menemukan tanda jalan menuju Pantai LaPade. Untuk amannya, tanya penduduk atau tukang ojek yang sedang menunggu penumpang jika ingin kesana.
Kami mampir sebentar di rumah makan Soponyono yang ada di pinggir jalan untuk makan sore. Rumah makan sederhana, menunya juga sederhana, tapi ternyata cukup enak. Bang One yang mengantar kami belum puas memamerkan pantai-pantai indah di Sumbawa. Sebagai putra asli daerah dia berhasil memaksa kami untuk mengunjungi satu lagi lokasi pantai yang searah dengan jalan pulang.
Pantai LaPade Sumbawa
Alamat : Kecamatan Utan, Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat. Lokasi GPS : -8.3928927, 117.0993769, Waze. Rujukan : Tempat Wisata di Sumbawa.Label: Fina Hastuti, Nusa Tenggara Barat, Sumbawa, Sumbawa Besar
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.