Karena mengharapkan bertemu ikan warna-warni yang biasanya muncul sebelum tengah hari, maka kami siap menyeberang ke Bunaken dari pukul 6 pagi. Sandro, teman kami dari Manado telah menyewakan kapal sehingga kami tidak perlu tawar-menawar dengan orang yang biasa menawarkan kapalnya untuk menyeberang. Untuk sewa kapal seharian kami membayar 500 ribu rupiah. Biaya tersebut termasuk sewa kapal untuk menyeberang ke Bunaken, kembali ke Manado pada hari yang sama dan penyediaan pelampung keselamatan.
Menurut informasi, biasanya sewa kapal yang ditawarkan sekitar 600-700 ribu rupiah tergantung kesepakatan. Keahlian menawar sangat dibutuhkan di sana. Perjalanan dari pelabuhan menuju Pulau Bunaken sekitar 45 menit. Ombaknya sedang, cukup menggoyang kapal kecil kami. Walaupun begitu kami sangat bersemangat karena langit biru menghiasi perjalanan.
Pelabuhan Calaca Tempat Penyeberangan Menuju Pulau Bunaken. Dari Manado menuju pelabuhan Calaca, tempat penyeberangan menuju Pulau Bunaken, hanya butuh waktu kurang dari setengah jam.
Memasuki area Pulau Bunaken pengunjung dikenakan tiket masuk di Pos Pembayaran Tiket. Untuk wisatawan asing sebesar 50 ribu rupiah per satu kali kunjungan atau 150 ribu pertahun, untuk wisatawan domestik 2.500 rupiah, dan seribu rupiah bagi pelajar dan mahasiswa.
Pantai Pulau Bunaken di pagi hari yang cerah terlihat indah dengan hamparan pasir kecoklatan. Pantainya bersih dan terawat. Ketika tiba di Pulau Bunaken, suasana masih sangat sepi. Hanya terlihat beberapa orang saja. Tampaknya kita pengunjung pertama yang datang pada hari itu.
Pantai Bunaken dengan air laut berwarna kehijauan. Para pedagang kaus dan penyedia peralatan selam dan snorkeling terlihat mempersiapkan alat-alatnya. Mereka menawarkan memandu kami menyelam dengan tarif per orang 1 juta rupiah, belum pemandu. Cukup mahal dibandingkan lokasi lain di Indonesia. Akhirnya kami hanya melakukan snorkeling dengan tarif sewa peralatan 100 ribu rupiah lengkap.
Karena tidak mengetahui lokasi Taman Nasional Laut Bunaken yang baik untuk berenang, kami mencoba menggunakan jasa pemandu. Negoisasi harga berlangsung sangat alot. Di Bunaken tidak ada harga tetap sehingga membingungkan. Daripada gagal berenang akhirnya kami merayu si empunya kapal, Pak Ojong untuk menemani kami. Toh beliau memiliki sertifikat instruktur menyelam dari PADI dan sudah berumur sehingga lebih sabar dibanding anak-anak muda tadi.
Pak Ojong meminta kami menunggu karena ombak masih kurang bagus. Sambil menunggu kami mampir ke sebuah warung kecil untuk mencari teh panas. Pak Ojong memesankan kami pisang goreng khas Manado. Entah karena lapar atau memang cara penyajian pisang plus sambalnya yang menarik, pisang tersebut langsung kami serbu.
Untuk 10 potong pisang goreng kami membayar 25 ribu rupiah. Setelah ombak terlihat bersahabat, Pak Ojong langsung mengajak kami berangkat. Pak Ojong mengajak Nona, anaknya yang masih kecil. Kami diawasi 2 perenang profesional. Mengapa saya sebut profesional, karena Nona pun sangat pintar berenang di laut. Gaya berenangnya seperti putri duyung.
Pak Ojong membawa kami ke Taman Nasional Laut Bunaken yang tidak jauh dari garis pantai. Menurut beliau, sebagai awalan lokasi ini sangat cocok. Namun menurut saya tidak. Walaupun banyak, rata-rata ikannya hitam dan agak galak sehingga tidak menarik. Protes saya didengar oleh beliau, sehingga kami pindah lokasi.
Ikan Badut Menyambut Kita di Taman Laut Bunaken di lokasi kedua yang lebih menarik. Terumbu karangnya bagus-bagus dan ikannya beraneka. Kondisi bawah laut Bunaken sangat unik, kurang lebih 100 meter dari garis pantai posisi dasar lautnya mendatar dengan keragaman terumbu karang, selepas itu langsung tebing curam, tanpa ada kemiringan sebelumnya.
Keanekaragaman Binatang bisa dinikmati di Laut Taman Laut Bunaken. Di batas antara posisi mendatar dengan tebing, tumbuh terumbu karang berwarna-warni. Bunga karang yang paling banyak di Taman Nasional Laut Bunaken berbentuk spons dan bulu karpet. Di sini ikannya senang kue kering, jadi bekal kue dan pisang yang kami bawa dari pantai langsung habis mereka makan tanpa sisa.
Aneka Bunga Karang di Taman Laut Bunaken juga terlihat sedap dipandang. Tengah hari, karena kami sudah kehabisan tenaga. Kami memutuskan kembali ke pantai untuk makan siang dan akan kembali berenang setelah makan. Sampai di pantai ternyata sudah ramai. Grup wisatawan ramai berdatangan, kontras dengan suasana tadi pagi.
Kami memilih makan di salah satu warung. Mereka mematok harga satu orang membayar 50 ribu rupiah. Paket menunya adalah nasi, ikan, sayur dan air putih. Hmm cukup mahal. Pelayanannya juga agak lama. Untuk mempersiapkan paket makan siang untuk kami sebanyak 4 orang, mereka membutuhkan waktu lebih dari satu jam. Mungkin ini pekerjaan rumah bagi Dinas Pariwisata dan Dinas Kehutanan untuk mengelola pariwisata Pulau Bunaken agar lebih baik.
Waktu makan siang selesai, hari sudah menjelang sore. Kami putuskan tidak berenang namun meminta Pak Ojong untuk mengantarkan ke lokasi penyelaman Taman Nasional Laut Bunaken. Kami ingin melihat-lihat saja. Sepanjang perjalanan, dari atas kapal tetap terlihat pemandangan terumbu karang yang indah. Berbeda dengan lokasi pertama dan kedua, di lokasi ini ikan-ikannya tidak suka kue kering. Kata Pak Ojong mereka tidak terbiasa di beri makan. Berbeda jika dibandingkan dengan lokasi sebelumnya.
Adalah Pak Ojong yang tiba-tiba mengejutkan saya dengan menunjuk Gunung Lokon yang kembali mengeluarkan asap. Sehari sebelumnya, saya ke Manado dari Tomohon sekitar ½ jam sebelum Gunung Lokon mulai berasap. Namun saat itu langit sudah gelap sehingga asapnya tidak begitu kelihatan. Ternyata di perjalanan pulang dari Taman Nasional Laut Bunaken malah saya bisa melihatnya. Senangnya bisa melihat fenomena alam dari Laut Bunaken.
Sepanjang perjalanan pulang saya mengobrol dengan Pak Ojong. Beliau mengatakan bahwa terumbu karang di sekitar Taman Nasional Laut Bunaken mulai rusak. Sebenarnya bukan karena ulah orang yang tidak bertanggung jawab, melainkan karena arus laut yang cukup keras sehingga menghancurkan terumbu karang.
Selain itu upaya pelestarian terumbu karang di lokasi itu mulai ditinggalkan oleh LSM asing yang sebelumnya berada di Bunaken. Mereka mulai pindah ke wilayah Wakatobi dan Raja Ampat. Sayang sekali, seharusnya walaupun tidak ada LSM asing, pemerintah bersama penduduk setempat bisa bekerja sama untuk melestarikan terumbu karang di Pulau Bunaken.
Pak Ojong berpesan agar saya kembali lagi membawa teman-teman berkunjung ke Taman Nasional Laut Bunaken dan beliau berjanji akan membawa saya mengelilingi lokasi-lokasi lain yang lebih menarik, termasuk ajakan untuk melakukan snorkeling malam. Tawaran yang susah dilewatkan. Dia juga membuka rumahnya sebagai tempat menginap.
Taman Nasional Laut Bunaken
Manado, Sulawesi Utara. Rujukan : Tempat Wisata di Manado, Hotel di Manado, Peta Wisata ManadoLabel: Bunaken, Fina Hastuti, Manado, Sulawesi Utara, Taman Nasional
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.