Ketika melewati Kota Tomohon, dalam perjalanan menuju Tondano, kami melihat beberapa orang berjalan di tepian jalan dengan pakaian merah berumbai indah dan topi dengan hiasan bulu burung, bersenjatakan tombak dan pedang.
Mereka adalah para penari Tarian Kabasaran. Pakaian para penari ini biasanya terbuat dari kain tenun Minahasa asli dan kain kain tenun merah “Patola” dari Tombulu yang tidak ada di wilayah lainnya di Minahasa.
Foto Patung Opo Dotu Tololiu Tua yang memperlihatkan ruwetnya area di sekitar patung, dengan tiang dan kabel-kabel listrik telepon berseliweran yang merusak keindahan pemandangan.
Bukan hanya masalah bagi Tomohon, namun penataan wilayah perkotaan, dan kemudian pedesaan, menjadi masalah besar di hampir semua kota di Indonesia. Ketika ada pejabat yang menginginkan perubahan pada lanskap kota, mungkin sudah sangat terlambat, dan akan memakan biaya sangat besar untuk merubahnya.
Di bawah Patung Opo Dotu Tololiu Tua itu ada inskripsi yang berbunyi "Tonaas Rarangkang Pakasaan Tombulu Ma Esa-esaan Wo Ma Leo-Leo san se Tou Minaesa Wo Rondoren Un Banua. Pakatuan Wo Pakalawiren" yang diresmikan pada tahun 1974 oleh J.F. Lumentut.
Tidak ditemukan banyak informasi mengenai siapa Opo Dotu Tololiu Tua itu, selain bahwa ia adalah salah satu dari 14 Dotu yang datang di Wanua Wulauan, permukiman baru yang pembuatannya diprakarsai oleh Alexander Hendrik Daniel Supit pada Tahun 1899.
Alexander Hendrik Daniel Supit adalah Pejabat Pemerintahan Belanda di Distrik Tondano-Toulimambot, yang diberi tugas sebagai Hukum Kedua (Kepala Kecamatan) setelah Perang Tondano usai.
Meski detail patung boleh dikatakan tidak dikerjakan dengan cukup baik, namun gestur dan ekspresi wajahnya bisa menggambarkan jiwa dan semangat yang hendak ditampilkan dari sosok ini.
Patung Opo Dotu Tololiu Tua terletak di pertigaan, dengan tombak di tangan kiri dan pedang di tangan kanan, kami lihat tidak lama setelah kami melewati para penari Kabasaran.
Saya sempat mengambil beberapa buah foto sebagian dari penari Kabasaran yang kami lihat itu. Senjata tajam yang dibawa para penari adalah warisan leluhurnya, karena penari Kabasaran adalah penari yang diturunkan secara turun temurun. Tarian Kabasaran umumnya terdiri dari tiga babak, yaitu Cakalele yang menunjukkan keganasan berperang untuk memberi rasa aman kepada tamu agung.
Babak kedua disebut Kumoyak, dimana penari mengayun-ayunkan senjata mereka dan bergerak maju mundur untuk menenteramkan hati dari rasa marah saat berperang. Kumoyak berasal dari kata “koyak”, yang berarti membujuk roh musuh yang telah dibunuh dalam peperangan. Babak ketiga disebut Lalaya’an, dimana para penari menari mengekspresikan kegembiraan dan melepaskan diri mereka dari rasa marah.
Para penari Kabasaran ini harus berekspresi garang dan tidak boleh tersenyum, kecuali pada babak Lalaya'an. Keseluruhan tarian berdasarkan aba-aba pemimpin tari yang disebut “Tumu-tuzuk” (Tombulu) atau “Sarian” (Tonsea).
Patung Opo Dotu Tololiu Tua
Alamat : Pertigaan Kelurahan Matani Tiga Tomohon Tengah, Tomohon, Sulawesi Utara. Tempat Wisata di Tomohon, Hotel di ManadoLabel: Patung, Sulawesi Utara, Tomohon
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.