Berwisata ke Pulau Bali selain menikmati alamnya, tentunya menikmati seni budayanya seperti halnya pertunjukan seni tari tradisional diantaranya Tari Barong, Tari Legong dan Tari Kecak. Kami memutuskan untuk menyaksikan Tari Barong di Lotus Kafe Ubud dan Tari Kecak di Pura Ulutawu Bali. Sebenarnya ada pilihan tempat lain untuk menyaksikan Tari Kecak, yaitu di Ubud, Garuda Wisnu Kencana dan di tempat yang kami pilih Pura Uluwatu. Kelebihan Tari Kecak di Pura Uluwatu, yaitu sambil menikmati pesona laut dan sunset di garis pantai Uluwatu yang indah selain itu penampilan Tari Kecak di Uluwatu pertunjukannya ada setiap hari, sehingga memudahkan wisatawan untuk mengatur jadwalnya.
Saya baru pertama kali menyaksikan Tari Kecak di Pura Uluwatu Bali pada saat itu di awal Agustus 2018, sehingga euforianya sangat terasa. Segera bergegas pergi dari hotel tempat kami menginap, di daerah Legian Kuta setelah makan siang. Tepatnya Jam 3 siang menuju Uluwatu dengan tujuan agar waktunya lebih leluasa, ternyata salah perkiraan karena jalanan ke kawasan Uluwatu sangat padat dan macet dengan bus pariwisata yang juga bertujuan sama ke Pura Uluwatu untuk menonton pertunjukan Tari Kecak. Alhasil kami cukup lama terjebak dalam kemacetan, sambil berbincang dengan driver yang bercerita beberapa hari lalu ada kecelakaan bus pariwisata yang ditumpangi warga negara China yang terperosok ke dalam lembah di pesisir jalanan Uluwatu, karena tidak kuat menanjak dan mungkin kondisi bus yang kurang prima.
Biasanya jika berwisata ke Uluwatu, mampir ke tempat surfing yang sangat terkenal menyaksikan peselancar memainkan papannya dengan ombak besar. Banyak turis mancanegara terutama warga negara Australia yang sengaja menginap di seputar Uluwatu hanya bertujuan bermain surfing mengejar ombak Uluwatu yang kabarnya tempat yang menyenangkan di dunia untuk surfing setidaknya itu pendapat para pencinta surfing. Tempatnya sangat curam, untuk menuju ke pantainya harus melalui ratusan anak tangga. Pesiar ke daerah Uluwatu kali ini kami memilih menyaksikan Tari Kecak di Pura Uluwatu, dan tidak berwisata ke tempat lain di daerah Uluwatu seperti pantai tempat surfing, Garuda Wisnu Kencana ataupun Pantai Dream Land.
Sesampai di Pura Uluwatu ternyata penuh orang di dekat pintu masuk, sebagian antri masuk dan sebagian lagi mengantri untuk membeli tiket on the spot seharga 100 ribu, sedangkan pembelian melalui online seharga 80 ribu. Kami bergegas memasuki arena pertunjukan yang berada di atas, di desain untuk pertunjukan dengan tempat duduk memutari arena berupa tangga bersusun dan penari tepat berada di tengah-tengah. Arena pertunjukan ini menampung kurang lebih 600 orang, dengan pemandangan laut lepas Uluwatu yang indah.
Ternyata, ketika kami memasuki arena pentas sudah sangat penuh dengan penonton yang datang lebih awal dari kami. Agak kesulitan mencari tempat duduk yang tersisa, akhirnya menemukan tangga yang kami duduki tidak terlalu srategis karena tidak langsung menghadap gapura dan laut lepas, jadi bila ingin melihat sunset harus menoleh ke sebelah kanan. Tapi tak mengapa karena memang sudah tidak ada pilihan, daripada duduk di bawah berdekatan dengan para penari, lebih baik duduk di tempat yang lebih atas sehingga lebih luas pandang. Patut berbangga bahwa antusias wisatawan untuk menyaksikan tarian tradisional Bali sangat besar, terbukti dengan penuhnya tempat duduk hingga berdesakan.
Acung jempol untuk yang mengorganisir pertunjukan Tari Kecak di Uluwatu Bali, tentunya mereka bekerja sama dengan agen travel. Apalagi pertunjukan setiap hari berlangsung tetap penuh dan tidak pernah kekurangan penonton, penonton hari itu melebihi kapasitas salah satunya karena musim liburan panjang. Saya mendapat posisi di tengah-tengah turis dari India dan Swedia, dan setiap penonton diberikan lembaran catatan tentang Tari Kecak yang diterjemahkan ke berbagai bahasa, sehingga memudahkan para turis memilih bahasa sesuai dengan bahasa negaranya.
Ada hal yang patut mereka kaji ulang, bahwa kenyamanan penonton dan penari harus dipertimbangkan dengan baik, karena menurut pengamatan saya penonton yang melebihi kapasitas membuat konsentrasi penonton dan terpecah serta ruang gerak penari sangat terbatas. Lingkaran di tengah-tengah untuk pertunjukan sebagian diambil oleh penonton untuk duduk lesehan karena tidak kebagian tempat duduk di tangga. Selain itu harus memperhatikan keselamatan penonton jangan menampung penonton bila tempat duduk yang semestinya sudah penuh.
Senja temaram di Pura Uluwatu saat pertunjukan Tari Kecak, di sebelah gapura tempat keluar masuk penari dipasang umbul-umbul dari kain berwarna kuning. Sunset yang ditunggu-tunggu seperti bagian dari pementasan, sangat mempesona dan menyatu dengan pertunjukan. Skenario Tuhan berbicara, sehingga pementasan ini melebur dengan alam. Pura Luhur Uluwatu Bali hampir setiap hari ramai oleh kunjungan wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara. Lokasi pura Luhur Uluwatu berdiri diatas tebing yang menghadap ke laut selatan. Di tempat inipun kita bisa melihat kera yang berlalu-lalang, namun harus berhati-hati karena kera nya cukup jahil dengan gesit menyambar barang bawaan atau yang menempel di tubuh kita, seperti tas dan kacamata.
Tari Kecak adalah jenis tarian yang tidak diiringi dengan alat musik atau gamelan apapun, hanya diiringi dengan suara nyanyian puluhan penari pria. Adapun Tari Kecak ini membawakan kisah Rama dan Shinta. Awalnya tidaklah demikian, karena tarian ini adalah tarian sakral seorang Sang Hyang yang kerasukan dan berkomunikasi dengan Dewa dan leluhur yang disucikan. Sedangkan penari menjadi media penghubung para Dewa dan leluhur untuk menyampaikan amanatnya. Menurut catatan yang saya baca mulai di tahun 30 han Tari Kecak menyisipkan epos Ramayana, dan beberapa kurun waktu ini Tari Kecak sering kali disisipkan candaan yang diperankan oleh Hanoman, sepertinya untuk kepentingan ekonomis dan untuk sisi menghiburnya. Walau sebenarnya menurut saya mengurangi kesakralan dari tujuan utama tarian tersebut.
Pada awal tarian sebelum puluhan penari kecak muncul, sosok pendeta hindu melakukan ritual dengan menyalakan dupa dan api di obor. Ketika para penari kecak sudah berada di area pertunjukan, sang pendetapun memberkati para penari dengan memercikan air suci. Para penari bertelanjang dada dan mengenai sarung kotak-kotak khas bali duduk membuat lingkaran memulai aksinya setelah prosesi ritual selasai dengan meneriakan "cak cak kecak" tanpa henti dengan alunan nada.
Satu persatu tokoh dalam kisah Ramayana muncul bergantian, seperti tokoh jahat Dewi Kakayi ibu tiri dari putera mahkota dari kerajaan Ayodya yang diasingkan dari istana ayahandanya Sang Prabu Dasarata. Ditemani adik laki-lakinya Laksamana serta istrinya bernama Dewi Sita yang setia, Sri Rama pergi ke hutan Dandaka, dan kedatangan mereka diketahui oleh Prabu Dasamuka atau Rahwana, seorang raja yang lalim, dan Rahwana pun terpikat oleh kecantikan Dewi Sita. Ia lalu membuat upaya untuk menculik Dewi Sita dengan dibantu oleh patihnya yang bernama Marica. Dengan kesaktiannya, Raksasa Marica menjelma menjadi seekor kijang emas yang cantik dan lincah. Dengan demikian maka mereka pun berhasil memisahkan Sita dari Rama dan Laksamana. Rahwana lalu menggunakan kesempatan ini untuk menculik Dewi Sita dan membawanya kabur ke Alengka Pura.
Kemudian Rama dan Laksamana berusaha menolong Sita dari cengkraman raja yang sangat kejam itu. Berkat bantuan bala tentara kera di bawah panglima Hanoman yang perkasa, mereka berhasil mengalahkan bala raksasa Rahwana yang dipimpin oleh Meganada puteranya sendiri. Akhirnya Rama berhasil merebut kembali istrinya dengan selamat. Cerita ini saya baca dari lembaran yang dibagikan kepada penonton. Sekarang sudah jarang pertunjukan Tari Kecak yang kerasukan roh, malahan di akhir pertunjukan tokoh Hanoman menghibur penonton dengan mencandai penonton. Apapun itu, konsep pertunjukan Tari Kecak di Uluwatu Bali terbilang sangat sukses. Di akhir pertunjukan kami kebingungan untuk keluar dari arena, sehingga memutuskan untuk menunggu sebagian besar penonton keluar duluan daripada berdesak-desakan.
Pulau Bali yang pandai menggali potensi seni budayanya menyandingkan dengan keindahan alamnya, patut dicontoh oleh daerah lain di Indonesia. Bagaimana melestarikan dan memasyarakatkan seni budayanya, selain dicintai dan diminati juga untuk meningkatkan ekonomi. Bayangkan saja bila sehari penonton dipukul rata sekitar 300 orang dan pertunjukan berlangsung setiap hari dengan tiket sehari 100 ribu, silahkan hitung berapa pendapatan mereka. Semoga bukan hanya pengelolanya saja yang makmur, namun para seniman yang terlibat di dalamnya mendapat sesuatu yang pantas sebagai penggiat budaya. Sebagai penutup saya sarankan bila akan penonton Tari Kecak di Pura Uluwatu, jam 4 sore sudah berada di lokasi supaya mendapat posisi yang strategis, adapun pintu masuk dan loket tiket dibuka jam 5. Apakah berminat? Selamat menonton dan salam budaya.
Saya baru pertama kali menyaksikan Tari Kecak di Pura Uluwatu Bali pada saat itu di awal Agustus 2018, sehingga euforianya sangat terasa. Segera bergegas pergi dari hotel tempat kami menginap, di daerah Legian Kuta setelah makan siang. Tepatnya Jam 3 siang menuju Uluwatu dengan tujuan agar waktunya lebih leluasa, ternyata salah perkiraan karena jalanan ke kawasan Uluwatu sangat padat dan macet dengan bus pariwisata yang juga bertujuan sama ke Pura Uluwatu untuk menonton pertunjukan Tari Kecak. Alhasil kami cukup lama terjebak dalam kemacetan, sambil berbincang dengan driver yang bercerita beberapa hari lalu ada kecelakaan bus pariwisata yang ditumpangi warga negara China yang terperosok ke dalam lembah di pesisir jalanan Uluwatu, karena tidak kuat menanjak dan mungkin kondisi bus yang kurang prima.
Biasanya jika berwisata ke Uluwatu, mampir ke tempat surfing yang sangat terkenal menyaksikan peselancar memainkan papannya dengan ombak besar. Banyak turis mancanegara terutama warga negara Australia yang sengaja menginap di seputar Uluwatu hanya bertujuan bermain surfing mengejar ombak Uluwatu yang kabarnya tempat yang menyenangkan di dunia untuk surfing setidaknya itu pendapat para pencinta surfing. Tempatnya sangat curam, untuk menuju ke pantainya harus melalui ratusan anak tangga. Pesiar ke daerah Uluwatu kali ini kami memilih menyaksikan Tari Kecak di Pura Uluwatu, dan tidak berwisata ke tempat lain di daerah Uluwatu seperti pantai tempat surfing, Garuda Wisnu Kencana ataupun Pantai Dream Land.
Sesampai di Pura Uluwatu ternyata penuh orang di dekat pintu masuk, sebagian antri masuk dan sebagian lagi mengantri untuk membeli tiket on the spot seharga 100 ribu, sedangkan pembelian melalui online seharga 80 ribu. Kami bergegas memasuki arena pertunjukan yang berada di atas, di desain untuk pertunjukan dengan tempat duduk memutari arena berupa tangga bersusun dan penari tepat berada di tengah-tengah. Arena pertunjukan ini menampung kurang lebih 600 orang, dengan pemandangan laut lepas Uluwatu yang indah.
Ternyata, ketika kami memasuki arena pentas sudah sangat penuh dengan penonton yang datang lebih awal dari kami. Agak kesulitan mencari tempat duduk yang tersisa, akhirnya menemukan tangga yang kami duduki tidak terlalu srategis karena tidak langsung menghadap gapura dan laut lepas, jadi bila ingin melihat sunset harus menoleh ke sebelah kanan. Tapi tak mengapa karena memang sudah tidak ada pilihan, daripada duduk di bawah berdekatan dengan para penari, lebih baik duduk di tempat yang lebih atas sehingga lebih luas pandang. Patut berbangga bahwa antusias wisatawan untuk menyaksikan tarian tradisional Bali sangat besar, terbukti dengan penuhnya tempat duduk hingga berdesakan.
Acung jempol untuk yang mengorganisir pertunjukan Tari Kecak di Uluwatu Bali, tentunya mereka bekerja sama dengan agen travel. Apalagi pertunjukan setiap hari berlangsung tetap penuh dan tidak pernah kekurangan penonton, penonton hari itu melebihi kapasitas salah satunya karena musim liburan panjang. Saya mendapat posisi di tengah-tengah turis dari India dan Swedia, dan setiap penonton diberikan lembaran catatan tentang Tari Kecak yang diterjemahkan ke berbagai bahasa, sehingga memudahkan para turis memilih bahasa sesuai dengan bahasa negaranya.
Ada hal yang patut mereka kaji ulang, bahwa kenyamanan penonton dan penari harus dipertimbangkan dengan baik, karena menurut pengamatan saya penonton yang melebihi kapasitas membuat konsentrasi penonton dan terpecah serta ruang gerak penari sangat terbatas. Lingkaran di tengah-tengah untuk pertunjukan sebagian diambil oleh penonton untuk duduk lesehan karena tidak kebagian tempat duduk di tangga. Selain itu harus memperhatikan keselamatan penonton jangan menampung penonton bila tempat duduk yang semestinya sudah penuh.
Senja temaram di Pura Uluwatu saat pertunjukan Tari Kecak, di sebelah gapura tempat keluar masuk penari dipasang umbul-umbul dari kain berwarna kuning. Sunset yang ditunggu-tunggu seperti bagian dari pementasan, sangat mempesona dan menyatu dengan pertunjukan. Skenario Tuhan berbicara, sehingga pementasan ini melebur dengan alam. Pura Luhur Uluwatu Bali hampir setiap hari ramai oleh kunjungan wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara. Lokasi pura Luhur Uluwatu berdiri diatas tebing yang menghadap ke laut selatan. Di tempat inipun kita bisa melihat kera yang berlalu-lalang, namun harus berhati-hati karena kera nya cukup jahil dengan gesit menyambar barang bawaan atau yang menempel di tubuh kita, seperti tas dan kacamata.
Tari Kecak adalah jenis tarian yang tidak diiringi dengan alat musik atau gamelan apapun, hanya diiringi dengan suara nyanyian puluhan penari pria. Adapun Tari Kecak ini membawakan kisah Rama dan Shinta. Awalnya tidaklah demikian, karena tarian ini adalah tarian sakral seorang Sang Hyang yang kerasukan dan berkomunikasi dengan Dewa dan leluhur yang disucikan. Sedangkan penari menjadi media penghubung para Dewa dan leluhur untuk menyampaikan amanatnya. Menurut catatan yang saya baca mulai di tahun 30 han Tari Kecak menyisipkan epos Ramayana, dan beberapa kurun waktu ini Tari Kecak sering kali disisipkan candaan yang diperankan oleh Hanoman, sepertinya untuk kepentingan ekonomis dan untuk sisi menghiburnya. Walau sebenarnya menurut saya mengurangi kesakralan dari tujuan utama tarian tersebut.
Pada awal tarian sebelum puluhan penari kecak muncul, sosok pendeta hindu melakukan ritual dengan menyalakan dupa dan api di obor. Ketika para penari kecak sudah berada di area pertunjukan, sang pendetapun memberkati para penari dengan memercikan air suci. Para penari bertelanjang dada dan mengenai sarung kotak-kotak khas bali duduk membuat lingkaran memulai aksinya setelah prosesi ritual selasai dengan meneriakan "cak cak kecak" tanpa henti dengan alunan nada.
Satu persatu tokoh dalam kisah Ramayana muncul bergantian, seperti tokoh jahat Dewi Kakayi ibu tiri dari putera mahkota dari kerajaan Ayodya yang diasingkan dari istana ayahandanya Sang Prabu Dasarata. Ditemani adik laki-lakinya Laksamana serta istrinya bernama Dewi Sita yang setia, Sri Rama pergi ke hutan Dandaka, dan kedatangan mereka diketahui oleh Prabu Dasamuka atau Rahwana, seorang raja yang lalim, dan Rahwana pun terpikat oleh kecantikan Dewi Sita. Ia lalu membuat upaya untuk menculik Dewi Sita dengan dibantu oleh patihnya yang bernama Marica. Dengan kesaktiannya, Raksasa Marica menjelma menjadi seekor kijang emas yang cantik dan lincah. Dengan demikian maka mereka pun berhasil memisahkan Sita dari Rama dan Laksamana. Rahwana lalu menggunakan kesempatan ini untuk menculik Dewi Sita dan membawanya kabur ke Alengka Pura.
Kemudian Rama dan Laksamana berusaha menolong Sita dari cengkraman raja yang sangat kejam itu. Berkat bantuan bala tentara kera di bawah panglima Hanoman yang perkasa, mereka berhasil mengalahkan bala raksasa Rahwana yang dipimpin oleh Meganada puteranya sendiri. Akhirnya Rama berhasil merebut kembali istrinya dengan selamat. Cerita ini saya baca dari lembaran yang dibagikan kepada penonton. Sekarang sudah jarang pertunjukan Tari Kecak yang kerasukan roh, malahan di akhir pertunjukan tokoh Hanoman menghibur penonton dengan mencandai penonton. Apapun itu, konsep pertunjukan Tari Kecak di Uluwatu Bali terbilang sangat sukses. Di akhir pertunjukan kami kebingungan untuk keluar dari arena, sehingga memutuskan untuk menunggu sebagian besar penonton keluar duluan daripada berdesak-desakan.
Pulau Bali yang pandai menggali potensi seni budayanya menyandingkan dengan keindahan alamnya, patut dicontoh oleh daerah lain di Indonesia. Bagaimana melestarikan dan memasyarakatkan seni budayanya, selain dicintai dan diminati juga untuk meningkatkan ekonomi. Bayangkan saja bila sehari penonton dipukul rata sekitar 300 orang dan pertunjukan berlangsung setiap hari dengan tiket sehari 100 ribu, silahkan hitung berapa pendapatan mereka. Semoga bukan hanya pengelolanya saja yang makmur, namun para seniman yang terlibat di dalamnya mendapat sesuatu yang pantas sebagai penggiat budaya. Sebagai penutup saya sarankan bila akan penonton Tari Kecak di Pura Uluwatu, jam 4 sore sudah berada di lokasi supaya mendapat posisi yang strategis, adapun pintu masuk dan loket tiket dibuka jam 5. Apakah berminat? Selamat menonton dan salam budaya.
Tari Kecak di Pura Uluwatu
Jalan Raya Uluwatu, Kawasan parkir Pura Uluwatu Desa Pecatu, Pecatu, Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali 80361. Harga Tiket masuk OTS 100 ribu, Harga Tiket online 80 ribu (082146442745) Pertunjukan berlangsung Pukul 18.00 - 19.00.Sponsored Link
Sponsored Link
Sponsored Link
Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.