Ketika memasuki area Masjid Raya Ganting, saat itu mata saya segera tertumbuk pada bangunan seperti tenda yang berdiri tepat di depan masjid. Sayang sekali, karena bangunan ini praktis menutup hampir separuh pemandangan ke Masjid Raya Ganting dari arah depan.
Pada saat bencana gempa dahsyat yang terjadi pada tahun 2009, Masjid Raya Ganting memang mengalami kerusakan yang parah, dan tampaknya masih belum sepenuhnya selesai diperbaiki pada saat saya berkunjung. Selain membawa trauma, gempa kadang juga membawa rasa ketidakpastian dan kekhawatiran akan kesia-siaan membangun jika gempa terjadi lagi.
Salah satu dari dua menara Masjid Raya Ganting dan puncak atap masjid yang berbentuk tumpang susun tiga, sama seperti di Masjid Agung Demak. Atap tumpang banyak digunakan oleh masjid-masjid di nusantara sebelum bentuk kubah menjadi lebih populer, meskipun bentuk kubah sebenarnya tidak dikenal pada jaman nabi.
Masjid Raya Ganting ini pertama kali dibangun pada tahun 1805 dan selesai pada 1810, dipelopori Angku Gapuak, Angku Syekh Haji Uma yang dimakamkan di belakang masjid, dan Angku Syekh Kapalo Kotoahun, sebagai ganti masjid kayu beratap rumbia yang berada di kaki Gunung Padang.
Meskipun Islam sudah masuk ke Sumatera Barat setidaknya sejak abad ke-15, kronik Tiongkok Xin Tangshu bahkan menyebutkan bahwa pada tahun 675 orang-orang Ta-Shih (Arab) telah mempunyai perkampungan di pantai barat Sumatra, namun Masjid Raya Ganting disebut sebagai masjid tertua di Padang. Boleh jadi sebelum tahun itu kebanyakan tempat shalat berupa surau.
Bagian teras depan Masjid Raya Ganting yang sudah mulai terlihat rapi, dengan pilar-pilar ganda berjejer menyangga langit-langit masjid. Dengan relatif seringnya gempa melanda Kota Padang, mudah-mudahan struktur bangunan Masjid Raya Ganting ini sudah disesuaikan agar lebih tahan terhadap guncangan bumi.
Menurut catatan sejarah, pada tahun 1918 Masjid Raya Ganting menjadi tempat bersidangnya seluruh ulama Minangkabau untuk membahas pelaksanaan pemurnian ajaran Islam. Sudah sejak awal abad ke-19, sejumlah ulama Minangkabau berusaha membebaskan ajaran Islam dari pengaruh adat setempat. Konflik terbuka pun tak terelakkan antara kaum paderi dan adat, yang mengakibatkan Minangkabau jatuh ke tangan Belanda.
Ruang utama Masjid Raya Ganting juga sudah terlihat cukup rapi, dengan pilar-pilar tegak utuh yang semuanya berjumlah 25, sama seperti jumlah nabi dan rasul. Saat itu mihrab Masjid Raya Ganting belum lagi selesai diperbaiki. Kain putih dipakai untuk menutup bagian yang masih sedang diperbaiki.
Ruangan masjid yang panjang membuat langit-langit masjid, yang tampak sederhana tanpa ornamen menarik, terlihat rendah. Masjid yang bangunannya bergaya Neoklasik Eropa ini memiliki panjang 42 m
dan lebar 39 m, dengan 2 menara.
Masjid Raya Ganting juga menjadi tempat embarkasi haji pertama di Sumatera Tengah setelah berfungsinya pelabuhan Emmahaven (Teluk Bayur ). Pada 1921, H. Karim Amarullah (HAMKA) mendirikan sekolah Thawalib di pekarangan Masjid Raya Ganting, yang alumninya mendirikan Persatuan Muslim Indonesia, cikal bakal Partai Masyumi.
Jika dilihat dari arah depan, Masjid Raya Ganting tertutup sebagian oleh bangunan sementara yang tampaknya sudah lama berada di sana. Mudah-mudahan bangunan sementaranya saat ini sudah dibongkar oleh karena sangat merusak pemandangan, dan perbaikan Masjid Raya Ganting benar-benar telah selesai dikerjakan.
Masjid Raya Ganting
Alamat: Jl. Ganting, Padang, Sumatera Barat. Lokasi GPS: Google Maps, Waze. Wisata Padang lainnya, Peta Wisata Padang, Hotel Padang.Label: Masjid, Padang, Sumatera Barat, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.