Pegawai museum tentu juga butuh waktu untu beristirahat atau berlibur, karena mereka tetap masuk kerja di hari Sabtu dan Minggu, hari dimana pengunjung paling banyak datang. Koleksi benda di museum juga perlu dibersihkan secara menyeluruh, yang hanya bisa dilakukan oleh petugas ketika tak ada pengunjung.
Hanya saja perlu dipikirkan adanya dispensasi bagi pengunjung individu dari luar kota, yang jumlahnya tak banyak, dan entah kapan lagi bisa datang. Karena kepalang tanggung karena sudah berada di area Museum Adityawarman Padang, saya berjalan kaki berkeliling di pelataran bangunan utama museum untuk melihat-lihat jika ada yang menarik di sana.
Bangunan Museum Adityawarman Padang bergaya tradisional mengambil bentuk rumah gadang Minangkabau, yang disebut juga Rumah Bagonjong atau Rumah Baanjung, dengan sayap atap melengkung naik di sebelah kiri dan kanan yang lebih tinggi dari bagian tengahnya.
Ada yang menyebut bahwa bentuk rumah gadang itu meniru atau terinspirasi dari bentuk kapal, alat transportasi yang digunakan nenek moyang mereka sewaktu datang ke daerah ini. Bentuk atap pada rumah gadang disebut bergonjong atau menyerupai tanduk kerbau. Gonjong sendiri artinya makin ke ujung makin lancip bentuknya.
Konon dahulu pernah diselenggarakan acara adu kuat antara kerbau milik utusan dari Majapahit dengan kerbau petinggi setempat. Kerbau orang Minang sebelum tanding dibuat lapar agar lebih ganas dan dipasang tanduk buatan dari besi sebanyak 3 pasang. Meskipun kerbau orang Majapahit lebih besar, namun bisa dikalahkan dalam pertarungan itu.
Di halaman Museum Adityawarman Padang yang sangat luas itu saya menjumpai beberapa instalasi patung dan koleksi museum luar ruang lainnya. Salah satunya seperti terlihat pada foto di atas. Di bawah bangunan bergonjong kecil tanpa dinding itu terdapat sebuah kereta dengan sepasang roda besar.
Kereta itu membawa peti kayu cukup besar yang mungkin dahulu digunakan untuk membawa benda berharga. Tak jelas apakah kereta ini dulu ditarik oleh orang, atau oleh binatang seperti kuda, sapi, atau kerbau. Jika oleh orang, selain satu di depan untuk menarik kereta, ada pula satu orang di belakang untuk mendorongnya.
Patung seorang pria seukuran orang sebenarnya, berpakaian dan bertutup kepala tradisional Minangkabau berwarna coklat kekuningan, diletakkan di samping kereta dalam posisi duduk dengan satu lutut menekuk ke atas. Pria itu terlihat sedang asik meniup sebuah seruling yang berukuran besar dan panjang.
Tampak muka bangunan Museum Adityawarman Padang yang elok, dengan patung utuh sepasang pria wanita yang mengenakan pakaian adat Minangkabau, berdiri di sebelah anak tangga seolah menyambut pengunjung yang datang ke sana.
Pembuatan bangunan Museum Adityawarman Padang yang luasnya sekitar 2.855 m2 ini mulai dikerjakan pada tahun 1974, didirikan di atas tanah seluas sekitar 2,6 hektar. Peresmiannya dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Prof. Dr. Syarif Thayeb pada tanggal 16 Maret 1977.
Nama Adityawarman disematkan untuk museum ini sebagai penghormatan terhadap Raja Pagaruyung abad XIV M, yang kebesaran pemerintahannya diketahui dari sebuah prasasti di Saruaso, Lima Kaum, Pagaruyung, serta Arca Bhairawa dan candi Padang Rocok di Sijunjung. Adityawarman adalah raja dari Dinasti Mauli, penguasa Kerajaan Melayu yang dahulu ibu kota kerajannya berada di Dharmasraya, sebelum pindah ke pedalaman Minangkabau.
Adityawarman dikukuhkan menjadi penguasa di Malayapura Swarnnabhumi atau Kanakamedini pada tahun 1347 bergelar Maharajadiraja Srīmat Srī Udayādityawarma Pratāpaparākrama Rājendra Maulimāli Warmadewa. Patung besar dan elok dari Adityawarman sebagai Bhairawa bisa dilihat di galeri foto travelog Museum Nasional.
Sebuah monumen berbentuk silinder besar menggendong empat silinder lebih kecil, yang mengingatkan saya pada roket, tampak didirikan di halaman depan museum. Di atas monumen ada benda bulat yang mungkin melambangkan bola Bumi. Di bagian depan monumun ada sebuah patung pria yang tengah duduk dengan bambu runcing di tangannya.
Pada badan momumen terdapat tulisan yang berbunyi: "Untuk kami Nusa Djaja, Kamulah Gugur Derita Sengsara, Kamu Bertugu di Jiwa Bangsa, Lambang Bermutu Selama Masa". Sedangkan di bagian belakang monumen ini terdapat tulisan naskah proklamasi, serta ada torehan 9 Maret 1950, yang merupakan tanggal dimana Padang dikembalikan ke pangkuan RI melalui SK. Presiden RI Serikat (RIS), No.111, 9 Maret 1950.
Koleksi Museum Adityawarman Padang dibagi dalam sepuluh kelompok, yaitu arkeologika, biologika, etnografika, filologika, geologika/geografika, historika, keramologika, numismatika/heraldika, seni rupa, dan teknalogika. Ada pula koleksi benda purbakala peninggalan dari Kerajaan Dharmasraya, berupa tiruan patung Bhairawa dan patung Amoghapasa.
Di ruang utama Museum Adityawarman ada sejumlah diaroma yang menampilkan adat busdaya masyarakat Minangkabau yang menggunakan sistem matrilineal dimana perempuan memegang peran kuat di keluarga. Di museum ini pengunjung juga bisa melihat peragaan pelaminan pernikahan adat Minangkabau, serta koleksi benda bersejarah Suku Mentawai.
Museum Adityawarman Padang
Alamat: Jl Diponegoro 10, Padang, Sumatera Barat. Lokasi GPS: -0.95527, 100.35613, Waze. Hotel di Padang, Tempat Wisata di Padang, Peta Wisata Padang.Label: Museum, Padang, Sumatera Barat, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.