Warung sotonya bisa dibilang lumayan sederhana, dengan sebuah rombong tempat meracik soto berada di bagian depan warung. Bangku-bangku serta meja segi empat dilapis plastik merah muda dengan ornamen bunga disediakan bagi pengunjung yang hendak makan di sana.
Setelah duduk dan menyebutkan pesanan makanan, hanya sebentar saja kami harus menunggu dan semangkok Soto Simpang Karya serta sepiring nasi pecah telah terhidang di meja. Disebut nasi pecah, sebuah istilah unik, karena bulir-bulir nasinya memang tidak bersatu.
Penampakan sepiring nasi pecah, yang di atasnya ditabur bawang goreng, potong kerupuk kecil dan potongan daun entah apa, mungkin seledri atau duan bawang. Porsi nasinya cukup banyak, dengan harga sepiringnya waktu itu masih Rp3.000. Sekarang mungkin sudah lima ribuan atau lebih, karena kunjungan saya ini terjadi beberapa tahun lalu.
Cara membuat nasi pecah sepertinya dengan mengatur jumlah air yang dipakai saat menanak nasi. Jika nasi biasa ditanak dengan perbandingan beras dan nasi mungkin sekitar 1:1, maka air yang dipakai untuk membuat nasi pecah barangkali 0,75 atau 0,8.
Selain cocok untuk makan soto karena nasinya tidak menggumpal, nasi pecah juga cocok untuk dibuat nasi goreng. Jika nasinya tak lengket tentu akan jauh lebih mudah untuk mengaduk-aduknya di wajan ketika menggoreng dengan telur dan bahan-bahan lainnya.
Soto Simpang Karya yang berwarna gelap ini harga semangkoknya waktu itu masih Rp.10.000. Sekarang mungkin sudah di kisaran 20 atau 25 ribu rupiah per mangkuknya. Seporsi soto berisikan potongan daging yang empuk, paru kering yang gurih, soun atau bihun dan ada pula perkedel kentang.
Seperti kebiasaan saya ketika makan Soto Sokaraja, saya tuangkan seluruh isi mangkuk Soto Simpang Karya ke dalam nasi hingga banjir. Ada kenikmatan tersendiri dengan cara makan seperti itu. Orang lain biasanya mengisi sendok dengan nasi dan lalu mencelupkan sendoknya ke dalam mangkuk untuk mengambil soto dan dagingnya, atau menungkan sedikit kuah dan daging ke piring dan lalu menyendoknya.
Di setiap meja disediakan paru goreng, sebagai tambahan jika paru yang sudah ada di dalam mangkuk soto dirasakan masih kurang banyak. Harganya waktu itu masih Rp6.000 per bungkus. Parunya bisa diremas saat masih di dalam plastik dan lalu dimasukkan ke dalam kuah soto, atau dimakan langsung sebagai ganti kerupuk.
Warung Soto Simpang Karya menempati tempat yang sekarang sudah sejak 1991, bergeser sedikit dari tempat lama yang berada di sebelahnya. Semoga saja jika Anda ke sana nanti lokasi warungnya tidak pindah lagi. Soto Simpang Karya buka setiap hari mulai jam 09.00 pagi sampai tutup sekitar jam 8 malam.
Cukup aman untuk mengatakan bahwa soto adalah salah satu jenis makanan yang paling populer di tanah air, karena hampir setiap daerah memiliki menu makanan ini. Walau pun rasa dan isi berbeda-beda, namun semuanya lezat.
Jika rajin makan dan rajin berburu soto, boleh jadi sudah mencoba sekitar 40-an jenis soto. Setidaknya saya pernah makan Soto Sokaraja, Soto Madura, Soto Kudus, Soto Padang, Soto Bandung, Soto Betawi, Soto Medan, Soto Lamongan, Soto Solo, Soto Banjar, Soto Bogor, dan Soto (Tauto) Pekalongan. Anda?
Soto Simpang Karya Padang
Jl. Dobi 2D, Simpang, Kota Padang, Sumatera Barat. Lokasi GPS: -0.95479, 100.35998, Waze. Info Padang : Tempat Wisata di Padang lainnya, Peta Wisata Padang, Hotel di Padang.Label: Kuliner, Padang, Sumatera Barat, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.