Ada beberapa jenis telur punya yang bisa dijumpai oleh pengunjung di sekitar tepian Pantai Padang. Selain telur Penyu Belimbing, di sekitaran pantai juga dijual telur Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), telur Penyu Hijau (Chelonia mydas), dan telur Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea). Entah jika ada jenis penyu yang lain lagi.
Waktu itu pemerintah daerah tampaknya belum memiliki keinginan kuat untuk menghentikan perdagangan telur penyu yang telah berlangsung turun temurun dari sebelum berdirinya republik ini. Karena pembiaran ini, beberapa sumber menyebutkan bahwa Pantai Padang merupakan tempat perdagangan telur penyu terbesar di Indonesia.
Ibu Darmi tengah menunggu pembeli di lapaknya yang relatif sederhana, tipikal lapak pedagang tradisional yang mementingkan hasil ketimbang penampakan. Di depannya terlihat deretan kantung plastik yang berisi tumpukan telur penyu. Telur-telur penyu ini dijual dengan harga bervariasi, mulai dari Rp.5.000 - Rp.7.000.
Kunjungan saya ini terjadi beberapa tahun lalu, sehingga jika pun telur punya masih diperdagangkan dengan bebas di sana, harganya sudah tentu sudah berubah menjadi lebih mahal. Sukur, jika perdagangan telur penyu sudah ditertibkan, dan bila pun masih ada maka hanya menjual telur hasil penangkaran dari jenis yang tidak dilindungi.
Merubah kebiasaan menjual dan memakan telur penyu yang sudah berlangsung puluhan tahun tidaklah mudah, apalagi jika itu menyangkut persoalan perut keluarga yang tak mengerti dengan segala macam aturan konservasi. Karenanya dibutuhkan pendekatan yang baik dan bijak untuk menatanya.
Telur penyu yang telah kosong, setelah isinya diminum dengan bumbu serai, daun kunyit, daun pandan, daun limau, bawang putih, dan garam. Rasa telur penyu memang sepertinya agak aneh, jelas berbeda dengan rasa telur ayam biasa, sehingga memerlukan sejumlah bumbu untuk membuat rasanya menjadi lebih mudah diterima.
Menurut penuturan Ibu Darmi, ia menerima pasokan orang yang mengambil telur penyu dari Pantai Padang, Pariaman, Pulau Pandan, Pulau Penyu, Pulau Toran, Pulau Air, serta dari pulau-pulau lainnya. Rantai perdagangan ya seperti itu. Ada pemasok, dan ada pula penjual yang melayani konsumen akhir.
Pak Bahar, suami Ibu Darmi, di depan lapaknya, yang terkesan agak curiga kepada tamunya. Para penjual telur penyu ini tampaknya juga telah menyadari bahwa penjualan telur penyu, terutama jenis tertentu, sebenarnya telah dilarang oleh undang-undang. Wajar jika ada kekhawatiran bahwa mata pencaharian mereka suatu saat akan terganggu.
Kekhawatiran seperti itulah yang mesti dibantu untuk diatasi oleh pemerintah daerah dan mungkin relawan serta aktivis lingkungan. Perlu ada substitusi dagangan, bukan hanya bagi penjual, namun juga bagi pemasoknya yang tentu akan kelimpungan jika tak ada lagi pedagang yang mau menampung telur hasil buruannya.
Deretan lapak di Jalan Muara Pantai Padang yang tertangkap kamera pada malam hari itu. Lapak-lapak penjual telur penyu ini mulai melayani pembeli sejak jam 8 pagi dan baru tutup lewat jam 11 malam. Terakhir saya berkunjung ke Pantai Padang adalah tahun lalu, namun saya tak mencari pedagang telur penyu, sehingga tak tahu apakah masih ada di sana. Mudah-mudahan tidak ada lagi.
Diperlukan kerjasama banyak pihak untuk menertibkan perdagangan telur penyu Pantai Padang ini. Penutupan lokasi semata tentu tidak menyelesaikan masalah, karena perdagangan bisa berpindah ke tempat lain, dilakukan secara diam-diam, atau diekspor ke negeri jiran. Mata pencaharian penjual juga tentunya perlu dipikirkan. Namun seperti kata pepatah, dimana ada kemauan di situ ada jalan.
Telur Penyu Pantai Padang
Alamat : Jalan Muara, Pantai Padang. Lokasi GPS : Google Maps, Waze. Info Padang : Tempat Wisata di Padang, Peta Wisata Padang, Hotel Padang.Label: Kuliner, Padang, Penyu, Sumatera Barat, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.