Oktober 08, 2021

Catatan Tentang Pidato Presiden Joko Widodo di Pertemuan Majelis Rektor PTN Indonesia, 13 September 2021

Permisi..., meski sudah beberapa minggu lewat dari tanggal kejadiannya, namun saya merasa perlu untuk membuat catatan singkat tentang isi Pidato Presiden Joko Widodo pada Pertemuan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia, tanggal 13 September 2021, yang berlangsung di Auditorium Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Solo.

Oleh sebab pidato presiden ini memberi harapan bagi perbaikan ekosistem kampus. Harapan yang telah lama ditunggu agar kampus perguruan tinggi, setidaknya yang negeri, bisa lebih sehat, kondusif buat civitas academica, bebas dari elemen radikal, dan menyumbang bagi percepatan kemajuan bangsa serta tetap setia pada Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

Selama puluhan tahun perguruan tinggi telah menjadi target pengkaderan oleh kelompok yang hendak merusak tatanan negara, dengan mengimpor faham luar yang berlawanan dengan ideologi Pancasila dan hendak meniadakan penghormatan pada keragaman Bhinneka Tunggal Ika. Faham yang jika dibiarkan terus bakal memicu konflik dan bisa membahayakan Negara Kesatuan Indonesia.

Pidato presiden itu dimulai dengan menekankan lagi perubahan dunia yang sangat cepat dan pentingnya perguruan tinggi untuk memfasilitasi mahasiswa untuk sebesar-besarnya mengembangkan talentanya tanpa perlu pindah prodi, jurusan, maupun fakultas, dengan memperbanyak mata kuliah pilihan, baik di dalam maupun di luar kampus, dan juga belajar kepada praktisi dan dunia industri. Presiden menyebut itu sebagai esensi Merdeka Belajar di mana mahasiswa merdeka untuk belajar dan kampus juga memperoleh kemerdekaan untuk berinovasi.

Presiden Jokowi kemudian menekankan bahwa tugas universitas adalah melahirkan mahasiswa unggul dan utuh, sehat jasmani dan rohani serta berbudi pekerti baik, dengan sisi kebangsaan yang baik pula. Dua yang disebut terakhir adalah bagian pidato yang menurut hemat saya sangat penting. Dua hal biasa yang menjadi luar biasa oleh sebab menjadi teguran bagi para rektor sekaligus penyemangat untuk segera bertindak memperbaiki keadaan.

Ditegaskannya lagi bahwa tugas rektor dan seluruh jajarannya adalah mendidik mahasiswa, baik itu di dalam kampus maupun di luar kampus, dan agar tidak ada lagi pihak-pihak yang dengan leluasa bisa mendidik mahasiswa menjadi ekstremis atau radikalis.

Pesan dan perintah presiden ini harus segera diterjemahkan oleh para rektor dalam bentuk kebijakan dan aksi nyata untuk membuat perguruan tinggi mampu menghasilkan alumni mumpuni dengan bekal ilmu yang lebih lengkap, berbudi pekerti baik, serta memiliki kesadaran kebangsaan kuat, terjauhkan dari kontaminasi faham ekstrem radikal yang tak sesuai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

Peluang perekrutan dan indoktrinasi mahasiswa (dan dosen pengajar) oleh kelompok radikal harus segera dinihilkan, dan mereka yang sudah terkontaminasi hendaknya mendapat penanganan serius, keluar dari kampus dengan dipecat atau bersedia mengiktu program dideradikalisasi. Kesetiaan kepada ideologi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika harus menjadi syarat mutlak untuk bisa belajar dan mengajar di perguruan tinggi negeri, yang selanjutnya juga wajib diikuti oleh perguruan tinggi swasta.

Elemen-elemen antiradikalis, baik di dalam kampus maupun para alumni, hendaknya menggunakan momentum ini sebaik-baiknya dengan terus mendorong dan menyemangati para rektor dan majelis wali amanat untuk melaksanakan arahan dan perintah presiden secara tegas namun juga tetap bijak sebagaimana seharusnya kaum pendidik.

Berikut adalah video dan transkrip pidato Presiden Jokowi di bawah ini dikutip dari laman setkab.go.id.



Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Selamat pagi, Salam sejahtera bagi kita semuanya, Om Swastiastu, Namo Buddhaya, Salam kebajikan.

Yang saya hormati Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan,
Yang saya hormati Gubernur Jawa Tengah Bapak Ganjar Pranowo,
Yang saya hormati Ketua Umum Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bapak Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum., beserta para Wakil Ketua, Dewan Pengurus, dan seluruh Anggota Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia,
Bapak-Ibu Rektor dan Pimpinan Universitas yang saya hormati,
Hadirin dan undangan yang berbahagia.

Kita tahu, Bapak-Ibu Rektor, bahwa Revolusi Industri 4.0, disrupsi teknologi, pandemi ini mempercepat gelombang besar perubahan dunia, gelombang besar perubahan dunia. Sehingga yang terjadi adalah ketidakpastian itu sangat tinggi sekali. Sekali lagi, ketidakpastian itu menjadi tinggi sekali.

Oleh sebab itu, pendidikan tinggi harus memfasilitasi mahasiswa untuk mengembangkan talentanya dan mengubah pola-pola lama yang memang itu sudah saatnya kita tinggal. Jangan mahasiswa itu dipagari oleh terlalu banyak program-program studi di fakultas. Ini saya kira sudah berkali-kali saya sampaikan tapi akan saya ulang terus.

Sekali lagi, fasilitasi mahasiswa sebesar-besarnya untuk mengembangkan talentanya yang belum tentu sesuai dengan pilihan program studi (prodi), jurusan, maupun fakultas. Karena kita ingat pilihan prodi, jurusan, dan fakultas tidak selalu berdasarkan pada talenta. Dan ketidakcocokan itu kadang-kadang terasa saat kuliah, karena yang kita tahu orang bisa berkarir yang jauh dari ilmu di ijazahnya.

Ini yang sering saya berikan untuk contoh itu Pak Budi Gunadi Sadikin. Pak Budi Gunadi Sadikin itu fakultasnya di ITB Fakultas Teknik Fisika Nuklir, fakultasnya Teknik Fisika Nuklir. Kemudian kerjanya di bank, banking. Tapi nyatanya juga bisa melesat sampai menduduki tangga paling puncak Direktur Utama Bank Mandiri, melompat lagi jadi Menteri Kesehatan.

Sehingga menurut saya, sejak S1 itu mestinya bakat-bakat itu difasilitasi. Kenapa itu penting untuk difasilitasi? Karena semua nantinya ini akan hybrid, semua nantinya akan hybrid, karena tadi, ketidakpastian global dan karena perubahan dunia yang begitu sangat cepatnya. Sehingga menurut saya, sekarang ini mahasiswa harus paham semuanya, paham matematika, paham statistik, paham komputer, paham ilmu komputer, paham bahasa, dan bahasa itu bukan bahasa Inggris saja, ke depan bahasa coding.

Hati-hati mengenai ini. Perubahan ini akan cepat sekali karena pandemi, lebih cepat lagi karena pandemi. Artinya apa? Solusinya apa? Bahwa seorang mahasiswa itu tidak perlu pindah prodi, pindah jurusan, atau pindah fakultas untuk mengejar yang tadi saya sampaikan, yang tidak pas tadi. Tapi berilah kesempatan mahasiswa untuk mengambil kuliah sesuai talentanya. Ini yang harus kita fasilitasi. Artinya apa? Perbanyak mata kuliah pilihan, baik di dalam kampus maupun di luar kampus.

Sekali lagi, kita ini berada pada transisi perubahan besar dunia yang harus kita antisipasi. Berikan mahasiswa kemerdekaan untuk belajar, belajar kepada siapa. Belajar kepada praktisi, kepada industri, karena sebagian besar mahasiswa nanti akan menjadi praktisi, sebagian besar, artinya ada juga yang akan menjadi dosen, menjadi peneliti. Itulah esensi Merdeka Belajar di mana mahasiswa merdeka untuk belajar dan juga kampus juga memperoleh kemerdekaan untuk berinovasi.

Sekali lagi, karena semuanya nantinya akan hybrid. Hybrid knowledge, hybrid skills. Dan ke depan, bukan ke depan sekarang sudah terjadi, banyak job yang hilang banyak pekerjaan-pekerjaan lama hilang, dan muncul, tapi juga muncul banyak pekerjaan-pekerjaan baru. Ini yang harus diantisipasi oleh perguruan tinggi. Inilah kecepatan perubahan yang betul-betul kita tidak duga dan dipercepat lagi oleh karena ada pandemi. Ini yang semua secepatnya kita harus masuk ke transisi dan mulai beradaptasi dengan hal-hal seperti ini. Sekali lagi, oleh sebab itu, mahasiswa harus disiapkan untuk siap belajar, kembali lagi, siap belajar bahasa Inggris, siap belajar bahasa coding, disiapkan untuk ke sana.

Hybrid skills, dokter misalnya, tidak usah ke depan lah, sekarang harus mengerti mengenai robotik, karena surgery itu bisa dengan advanced robotic dan jarak jauh. Sudah terjadi, bukan akan, hanya kita saja yang harus segera mengejar ini. Artinya apa? Fakultas kedokteran mau tidak mau harus ada mata pelajaran/mata kuliah tentang robotik. Kalau kita tidak cepat mengubah hal-hal seperti ini, ditinggal kita. Pertanian IPB misalnya, masuk ke agritech, semuanya teknologi. Saya sampai enggak hafal, satu baru melihat, yang lain sudah keluar, besoknya sudah keluar lagi yang lain-lain.

Dan Bapak-Ibu semuanya sebagai pimpinan, sebagai rektor, yang paling cepat bisa beradaptasi, mengadaptasi perubahan-perubahan seperti ini siapa? Perguruan tinggi. Yang cepat membawa negara ini masuk ke transisi untuk masuk ke gelombang perubahan besar ini, perguruan tinggi. Artinya memang perlu skill-skill untuk hal-hal yang baru, yang sebelumnya tidak kita kenal. Dan kita semuanya harus selalu update terhadap teknologi, selalu. Agriculture technology, ada pemupukan pakai drone, ada pengairan, panen, pengolahan tanah, semuanya. Melihat teknologi begitu sangat cepatnya berubah.

Sekali lagi, karena ilmu sekarang ini cepat berubah. Sekarang mungkin Bapak-Ibu sekalian memberi kuliah/mata kuliah mengenai A, semester depan mungkin sudah tidak relevan lagi ilmu A ini. Apalagi yang diajarkan masih ilmu-ilmu 20 tahun yang lalu, ya sudah. Dan ini terjadi, kita harus ngomong apa adanya. Harian saja berubah kok, semester ini diajarkan A nanti semester berikut kita ajarkan A, mungkin sudah usang. Hati-hati mengenai ini.

Oleh sebab itu, kemampuan untuk adaptasi belajar terhadap disrupsi, terhadap ketidakpastian ini harus, ini wajib untuk kita semuanya, baik para rektor, para dosen, dan juga tentu saja para mahasiswa. Jangan sampai mahasiswa masih kita ajari dan ini jangan dibiarkan kita untuk belajar hal-hal yang rutinitas. Hati-hati mengenai ini. Hal-hal yang monoton, hati-hati mengenai ini, dan tidak berani mencoba hal-hal yang baru. Karena kita bisa belajar sekarang ini di mana saja.

Oleh sebab itu, tugas universitas adalah mencetak, adalah melahirkan mahasiswa yang unggul dan utuh. Sehat jasmani, sehat rohani, budi pekertinya baik, sisi kebangsaannya baik. Ini bukan tugas yang ringan karena kalau ndak, kebawa ke mana-mana anak-anak kita nantinya. Sekali lagi, sehat jasmani, sehat rohani, budi pekertinya baik, kebangsaannya baik.

Tugas rektor dan seluruh jajarannya bukan hanya mendidik mahasiswa di kampus saja, apalagi hanya di kelas. Hati-hati mengenai ini. Juga menjadi tugas para rektor dan jajarannya yang berkaitan dengan yang di luar kampus, artinya di luar kampus pun menjadi tugas rektor dan seluruh jajarannya. Hati-hati, di dalam kampus dididik mengenai budi pekerti, di luar kampus ada yang didik jadi narkoba, pecandu narkoba. Untuk apa kita kalau enggak bisa menjangkau ke sana. Di dalam kampus dididik mengenai Pancasila, kebangsaan, di luar kampus ada yang didik mahasiswa kita jadi ekstremis garis keras, jadi radikalis garis keras. Untuk apa.

Jadi terakhir, tanggung jawab rektor itu ya di dalam kampus dan juga di luar kampus. Urusan hal-hal yang kecil-kecil saja harus memang harus kita perhatikan. Urusan makan mahasiswa itu harus dicek betul. Mohon maaf saya ingat di UGM di Jogja dulu sering sekali mahasiswa itu terkena penyakit bareng-bareng, Hepatitis, saya ingat, kemudian tifus. Karena apa? Warung-warung makan mahasiswa, yang saya juga dulu mengalami, kalau nyuci piringnya di ember, airnya satu ember, dipakai pagi sampai tengah malam. Berikan mereka air mengalir. Mahasiswa kita jadi pembawa penyakit semuanya. Hal-hal kecil-kecil tapi, ya percuma kalau orang sepintar apa pun kalau tidak sehat untuk apa. Itu yang tadi saya sampaikan, unggul dan utuh. Sekali lagi tanggung jawab rektor, iya di dalam kampus, iya di luar kampus.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan. Terima kasih. Saya tutup.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Semoga saja arahan presiden yang jelas dan tegas ini bisa segera ditintaklanjuti oleh para rektor beserta seluruh jajaran dan perangkat kampusnya masing-masing, untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Demikianlah kurang lebihnya mohon maaf, permisi..., pamit dulu.
Label: Inspirasi, Jokowi, Politik
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.

aroengbinang, seorang penyusur jalan.
Traktir BA secangkir kopi? Scan via 'Bayar' GoPay.