Dahulu kala hidup seorang saudagar kaya yang mengumpulkan hartanya dengan cara berdagang hingga ke negeri-negeri yang sangat jauh.
Alkisah pada suatu hari ia berangkat meninggalkan rumahnya dengan menunggang kuda untuk menjalankan perdagangannya.
Ketika terik matahari yang kejam menjadi semakin tak tertahankan, ia memutuskan untuk duduk berlindung di bawah gerumbul pohon rindang sambil mengisi perutnya dengan camilan dan beberapa butir kurma yang dagingnya tebal dan manis.
Selesai makan kurma, ia melemparkan biji kurmanya itu ke kejauhan, namun tiba-tiba muncul jin Ifrit yang berbadan raksasa. Ia datang mendekat dengan mengacungkan sebatang pedang yang sangat tajam berkilau sambil berteriak dengan suara mengguntur:
"Berdiri kau, agar aku bisa membunuhmu seperti kau telah membunuh anakku!"
Saudagar itu merasa heran dan di tengah keterkejutan dan ketakutannya ia bertanya:
"Kapan aku membunuh anakmu wahai jin yang baik?"
"Kapan? Biji-biji kurma yang kau lempar itu menghantam dada anakku dan membuatnya mati."
Saudagar itu merasa sangat menyesal dan dengan suara masgul ia berkata,
"Maafkanlah aku karena sungguh tak sengaja melakukannya, namun jika itu kehendakmu untuk menebus kesalahanku maka ketahuilah hai Ifrit, bahwa aku adalah seorang beriman yang tak tahu bagaimana cara berbohong.
Hartaku banyak, dan aku punya beberapa anak dan seorang istri, juga ada sejumlah harta simpanan di rumahku yang dipercayakan kepadaku.
Karena itu ijinkan aku pulang agar bisa memberikan harta itu kepada yang berhak, dan setelah selesai aku berjanji akan kembali ke tempatmu ini agar kau bisa melakukan apa yang kau mau. Allah menjadi saksi kata-kataku".
Ifrit percaya pada saudagar itu dan membiarkannya pergi.
Saudagar itu pun pulang ke rumahnya. Ia lepaskan haknya atas hartanya dan membagi-bagikannya kepada anak-anak, isteri dan sanak saudaranya, setelah membayar lebih dulu seluruh hutang-hutangnya serta mengembalikan semua harta dan barang dagangan yang dipercayakan kepadanya ke pemiliknya masing-masing.
Terakhir ia memberitahu istri dan anak-anaknya tentang nasib yang telah menimpanya. Mendengar itu mereka semua menangis. Saudagar itu tinggal bersama keluarganya sampai akhir tahun, dan menjelang pergantian tahun ia berpamitan kepada keluarga, tetangga dan teman-temannya. Saudagar itu kemudian berangkat dengan diiringi isak tangis yang memilukan.
Tak lama kemudian tibalah saudagar itu di gerumbul pepohonan untuk memenuhi janjinya di hari pertama tahun baru. Ketika sedang menangisi nasibnya, datanglah seorang syekh yang menuntun seekor kijang.
Ia memberi salam kepada si saudagar, dan kemudian bertanya:
"Mengapa engkau tinggal sendirian di tempat yang dihantui oleh jin ini?"
Saudagar itu pun menceritakan apa yang telah dialaminya dengan jin Ifrit. Mendengar kisah si saudagar, Syekh itu merasa sangat heran, dan berkata:
"Demi Allah saudaraku, engkau memiliki iman yang sungguh langka! Ceritamu itu begitu luar biasa, dan jika saja ditulis di bagian dalam sudut mata maka itu akan menjadi cermin yang baik untuk berhati-hati."
Kemudian Syekh itu duduk di samping si saudagar, dan berkata: ‘Demi Allah! Aku akan berada di sini bersamamu, saudaraku, sampai aku melihat sendiri apa yang terjadi antara engkau dan Ifrit."
Syekh itu duduk di sana, berbincang dengan saudagar itu, dan melihatnya hampir pingsan karena ketakutan dan kengerian ditelan kesedihan mendalam dan pikiran yang kacau.
Tak berapa lama kemudian, datanglah syekh kedua yang menuntun dua anjing greyhound berbulu hitam. Ia juga bertanya mengapa mereka tinggal di tempat yang dihantui jin itu.
Syekh kedua itu pun diberitahu ceritanya dari awal sampai akhir. Ketika ia baru saja duduk, syekh ketiga datang mendekat dengan membawa seekor keledai berbulu coklat kemerahan. Setelah mengucap salam, ia mengajukan pula pertanyaan sama seperti syekh-syek sebelumnya.
Sekali lagi mereka menceritakan kisah saudagar itu dari awal sampai akhir. Belum lagi syekh itu duduk, datanglah jin Ifrit diringi oleh badai pasir yang hebat. Ifrit memegang pedang tajam berkilau di tangan kanannya dan percik api terlihat menyembur dari matanya yang besar.
Ia lalu mancengkeram si saudagar dan berkata: "Sekarang aku akan membunuhmu sebagaimana
kau telah membunuh anakku yang merupakan nafas hidupku dan cahaya api di hatiku."
Si saudagar mulai menangis dan meratap, dan ketiga syekh itu pun ikut pula menangis. Namun syekh pertama yang membawa kijang, mengumpulkan keberaniannya dan mencium tangan jin sambil berkata:
"Wahai pemimpin para Raja Jin yang perkasa, jika saja kisah diri dan kijangku ini bisa membuatmu kagum, maka berilah aku sebagai imbalannya sepertiga dari darah saudagar ini!"
Jin Ifrit menjawab:
"Tentu saja, wahai syekh yang mulia. Jika ceritamu memang begitu luar biasa, dengan senang hati aku akan memberimu sepertiga dari darah saudagar ini!" (berlanjut ke "Kisah Syaikh dan Kijangnya Bagian ke-1", dari Kisah 1001 Malam)
Label:
Dongeng,
ilham,
Kisah 1001 Malam
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.