Oktober 29, 2021

Nenek dan Ayamnya

Dahulu kala ada seorang nenek yang tinggal di kaki bukit bersama ketiga putrinya. Si nenek sangatlah miskin sehingga tak punya peliharaan kecuali seekor ayam yang sangat disayanginya. Si ayam betina itu selalu berkotek di dekat kakinya, dan si nenek selalu berupaya untuk menjaganya dengan baik.

Alkisah pada suatu hari ayam itu hilang. Meski si nenek telah mencari di sekeliling gubuknya sambil memanggil-manggil si ayam, tetapi tak kelihatan juga batang paruhnya, dan tidak ada orang tahu kemana perginya.

Nenek itu pun memanggil putri sulungnya, "Nak, pergilah untuk mencari ayam kita. Carilah sampai ketemu, meskipun kamu harus mengambilnya dari atas bukit."

Si sulung segera berangkat, tetapi ayam itu tetap tak bisa ditemukan olehnya. Ketika si sulung sedang beristirahat karena lelah, tiba-tiba ia mendengar suara dari celah batu,

Ayam kalian berkeliaran di dalam bukit!
Ayam kalian berkeliaran di dalam bukit!


Si sulung segera berjalan mendekati batu itu untuk melihat siapa yang beteriak, namun sebelum sampai ke celah batu ia sudah terjatuh ke dalam sebuah lubang jebakan. Ia melayang jauh ke dalam sebuah ruang bawah tanah.

Dasar lubang itu rupanya dilapisi jerami sehingga ia tak mengalami luka apa pun ketika sampai di bawah. Si sulung lalu berjalan melewati beberapa ruangan, yang setiap ruangan lebih indah dari ruangan sebelumnya.

Sesampainya di ruang terdalam, si sulung terkejut dan merasa sangat ketakutan karena di sana ada mahluk raksasa berwajah mengerikan. Ketika melihat si sulung yang cantik jelita si raksasa itu pun datang mendekat dan bertanya,

"Maukah kamu menjadi kekasihku?"

"Tidak! Aku tidak mau”, jawab si sulung dengan tubuh menggigil saking cemasnya.

Ia tak sudi menjadi kekasih raksasa itu meskipun diberi hadiah berapa pun juga! Yang ia inginkan hanyalah secepatnya kembali ke atas permukaan tanah, dan mencari ayam ibunya yang hilang.

Raksasa itu menjadi sangat marah sehingga si sulung ditubruknya dan kemudian dipenggal kepalanya. Kepala dan badan di sulung dilemparkannya ke ruang bawah tanah.

Si nenek di rumahnya menunggu dan menunggu dengan cemas, tetapi putri sulungnya tak juga datang. Akhirnya ia meminta putrinya yang tengah untuk pergi mencari kakaknya, sambil berpesan:

"Kamu juga bisa sambil mencari ayam kita."

Ketika si tengah sedang berjalan mondar mandir di atas bukit, suara dari celah batu itu kembali terdengar:

Ayam kalian berkeliaran di dalam bukit!
Ayam kalian berkeliaran di dalam bukit!


Karena penasaran ia pun mendekat, yang membuatnya terjatuh ke dalam lubang jebakan. Ia melewati ruangan-ruangan yang dilalui oleh kakaknya sampai bertemu dengan raksasa itu. Melihat ada seorang gadis cantik, si raksasa pun kembali memintanya untuk menjadi kekasihnya.

"Tidak! Aku tidak mau, yang aku inginkan hanyalah kembali ke atas sana untuk mencari ayam ibu kami yang hilang." Si raksasa marah, dan si tengah mengalami nasib yang sama seperti kakaknya.

Nenek itu dengan perasaan khawatir menunggu kedua putrinya yang belum pulang juga, sehingga akhirnya ia memanggil putri bungsunya,

“Nak, sekarang tidak bisa tidak kamu harus pergi mencari kakak-kakakmu. Sungguh menyedihkan kehilangan ayam kesayanganku, tapi akan jauh lebih sedih lagi jika kita harus kehilangan kedua kakakmu itu; dan kamu bisa sambil mencari ayam kita juga” karena hati si nenek yang perhatiannya masih saja tertuju ke ayam betina yang disayanginya itu.

Singkat cerita si bungsu akhirnya sampai juga di dekat celah batu itu, dan mendengar suara yang sama:

Ayam kalian berkeliaran di dalam bukit!
Ayam kalian berkeliaran di dalam bukit!


Ketika berjalan mendekat, ia juga terjatuh ke lubang yang sama.

Sesampainya di dasar lubang, ia pun berjalan melewati kamar-kamar itu. Namun si bungsu sama sekali tidak merasa takut, dan sempat menyelidiki keadaan sekitar hingga menemukan ruang bawah tanah. Ketika ia mengintip ke dalamnya terlihatlah mayat kedua kakaknya terbujur di dasar lubang.

Hampir saja ia ketahuan oleh sebab setelah si bungsu menutup pintu lubang ke ruang bawah tanah itu, raksasa berwajah mengerikan itu tiba-tiba muncul dan langsung bertanya kepadanya:

"Maukah kamu menjadi kekasihku?"

“Dengan senang hati”, jawab si bungsu yang cerdik, karena ia telah melihat bagaimana nasib kedua kakaknya.

Mendengar jawaban itu, si raksasa merasa sangat gembira dan memberi hadiah emas, perak, dan pakaian yang luar biasa indah. Si raksasa berkata bahwa si bungsu boleh meminta apa saja dan ia akan mendapatkannya.

Esoknya si Bungsu terlihat termenung dengan wajah muram. Raksasa itu bertanya apa yang terjadi, dan mengapa ia begitu bersedih.

"Maafkan aku," kata si bungsu, “tetapi aku merasa sangat sedih karena tak bisa pulang ke rumah ibuku. Dia tak bisa mencari makan dan minum sendiri, dan tidak ada siapa-siapa bersamanya.”

"Baiklah, aku mengerti" kata si raksasa, “walaupun aku tidak bisa membiarkanmu pulang, namun kamu bisa memasukkan daging dan minuman ke dalam karung, dan aku akan membawanya ke tempat ibumu.”

"Terima kasih," jawab si bungsu dengan gembira. Ia segera memasukkan banyak sekali emas dan perak ke dalam karung sebelum meletakkan sedikit makanan di atasnya.

Kemudian ia memberi tahu si raksasa bahwa karung itu sudah siap sambil berpesan bahwa raksasa itu tidak boleh membuka karungnya. Si raksasa menyanggupi dan segera pergi.

Setelah si raksasa keluar, si bungsu mengintip dari balik celah pintu jebakan. Belum jauh berjalan, si raksasa menggumam,

"Karung ini sangat berat, lebih baik aku memeriksa apa yang ada di dalamnya."

Namun ketika hendak membuka karung, si bungsu berteriak:

Aku bisa melihat apa yang kamu akan lakukan!
Aku bisa melihat apa yang kamu akan lakukan!


“Ah sial!” kata si raksasa terkejut, "kamu benar-benar memiliki mata yang sangat tajam!"

Si raksasa pun tidak berani lagi mencoba melihat isi karungnya. Ketika sampai di pondok si nenek, ia lemparkan karung itu ke dalam pondok, dan berteriak:

“Ini daging dan minuman dari putrimu; dia baik-baik saja.”

Beberapa hari kemudian, seekor kambing jantan jatuh melalui pintu jebakan.

“Siapa yang mengirim kamu hai binatang berjanggut panjang!” sergah si raksasa marah. Kambing itu pun ia penggal kepalanya, dan hendak dilemparkannya ke ruang bawah tanah.

"Oh!" pekik si bungsu terkejut, “mengapa kamu melakukan itu? Aku ingin punya kambing untuk teman bermain.”

"Waduh!" jawab si raksasa, "Tapi kamu tidak perlu bersedih, karena aku bisa segera menghidupkan kambing itu lagi."

Sesaat kemudian si raksasa mengambil sebuah botol yang digantung di dinding, lalu meletakkan kepala kambing jantan itu di tubuhnya lagi dan mengolesinya dengan minyak yang diambilnya dari botol. Ajaib, kambing itu hidup kembali.

“Luar biasa!” kata gadis itu pada dirinya sendiri; "minyak di dalam botol itulah yang aku butuhkan."

Beberapa hari kemudian ketika si raksasa sedang pergi, si bungsu cepat-cepat mengambil botol yang ada di dinding itu dan kemudian turun ke lubang jebakan melalui tangga. Setelah sampai di bawah, ditempelkannya kepala kakak sulungnya ke badannya dan diolesinya dengan minyak dari botol itu. Ajaib pula, kakak sulungnya itu hidup lagi.

Mereka pun berpelukan dengan sangat gembira, dan si bungsu menceritakan apa yang ia alami kepada kakaknya, dan apa yang ia akan lakukan untuk membebaskan mereka semua dari kurungan si raksasa itu. Si kakak merasa sangat bersyukur dan setuju dengan rencana si bungsu.

Kemudian si bungsu meminta kakak sulungnya untuk masuk ke dalam karung dan lalu meletakkan sedikit makanan di atasnya. Segera setelah si raksasa pulang, si bungsu berkata:

“Sayangku! Pergilah ke rumah ibuku untuk membawa makanan lagi. Tentu dia sudah merasa lapar dan haus, lagipula dia hidup sendirian di dunia ini. Namun berjanjilah untuk tidak melihat ke dalam karung.”

Si raksasa menganggukkan tanda setuju. Namun ketika ia sudah berjalan cukup jauh dari lubang di atas bukit, dia merasa karung itu menjadi sangat berat dan menggumam:

"Aku harus melihat apa yang ada di dalam karung ini, karena betapapun tajam matanya dia tidak akan bisa melihatku yang sudah pergi sejauh ini."

Tapi ketika hendak membuka karung, gadis yang ada di dalam karung itu berseru:

Aku bisa melihat apa yang kamu akan lakukan!
Aku bisa melihat apa yang kamu akan lakukan!


“Ah sial!” lagi-lagi si raksasa terkejut, "kamu memang memiliki mata yang sangat tajam", karena ia mengira bahwa gadis di dalam bukit itulah yang berbicara. Jadi ia tidak berani lagi untuk mengintip ke dalam karung, dan membawanya ke pondok si nenek secepat mungkin.

Setelah sampai di pintu, si raksasa melemparkan karungnya ke dalam pondok, dan berteriak:

“Aku membawa daging dan minuman dari putrimu; dia baik-baik saja.”

Esoknya, si bungsu melakukan lagi hal yang sama ke kakaknya yang satu lagi. Ia meletakkan kepala kakaknya di badannya dan mengolesinya dengan minyak dari botol, dan hiduplah sang kakak saat itu juga.

Mereka berpelukan dengan sangat gembira. Sama seperti sebelumnya, si bungsu meminta kakaknya masuk ke dalam karung, namun kali ini ia juga memasukkan emas dan perak sebanyak yang bisa ditampung karung itu, dan hanya ada sedikit makanan di atasnya.

“Sayangku”, kata si bungsu kepada si raksasa, “pergilah lagi ke rumah ibuku dengan membawa sedikit makanan, dan ingatlah bahwa kamu tidak boleh melihat ke dalam karung. ”

Si raksasa menurut, namun setelah berjalan cukup jauh ia merasa bahwa karung itu menjadi benar-benar sangat berat hingga membuatnya harus berjalan dengan sedikit terhuyung-huyung. Karena itu timbul lagi niatnya untuk memeriksa isi karungnya, namun baru saja ia hendak melepaskan ikatannya, tiba-tiba ia mendengar suara si gadis:

Aku bisa melihat apa yang kamu akan lakukan!
Aku bisa melihat apa yang kamu akan lakukan!


"Benar-benar sial", gerutu raksasa itu, "kamu memang memiliki mata yang luar biasa tajam."

Dengan tergesa-gesa si raksasa menggendong kembali karung itu dan kemudian melemparkannya ke dalam pondok si nenek sambil berteriak:

“Aku membawa makanan dari putrimu; ia baik-baik saja.”

Beberapa hari kemudian, ketika si raksasa hendak pergi keluar, si bungsu berpura-pura sakit.

"Sebaiknya kamu jangan pulang cepat", katanya, "aku tidak akan bisa menyiapkan makanan yang lezat sebelum tengah malam karena aku sedang tidak enak badan."

Setelah si raksasa pergi, si bungsu segera mengumpulkan jerami untuk membuat boneka seukuran dirinya dan dipakaikannya salah satu bajunya. Ia kemudian meletakkan boneka jerami itu di sudut ruangan di dekat cerobong asap. Setelah itu si bungsu kabur menuju ke rumah ibunya.

Setiba di rumah, si nenek dan kakak-kakanya menyambutnya dengan terharu. Mereka berempat pun saling berpelukan dan bertangisan dengan sangat gembira. Namun karena tahu bahwa tak lama lagi si raksasa pasti akan datang ke rumah mereka, si bungsu lalu menyewa seorang penembak jitu dan memintanya bersiap menunggu kedatangan si raksasa.

Menjelang tengah malam si raksasa pulang, dan hal pertama yang dia katakan adalah, “Beri aku sesuatu untuk dimakan.”

Tentu saja tak ada jawaban sepatah kata pun dari boneka jerami yang disangka gadisnya itu.

"Beri aku sesuatu untuk dimakan, kataku!" teriak si raksasa kesal, "aku hampir mati karena kelaparan."

Masih tidak ada jawaban.

"Beri aku sesuatu untuk dimakan!" raung si raksasa untuk ketiga kalinya.”Buka telingamu dan dengar apa yang kukatakan, atau kamu akan menyesal!” Tetap tidak ada jawaban. Si raksasa menjadi sangat marah dan dipukulnya boneka jerami itu, membuat lepas talinya dan batang jerami berhamburan ke segala arah.

Sadarlah si raksasa bahwa ia telah tertipu. Buru-buru ia memeriksa ke seluruh ruangan namun tak juga ditemukan olehnya jejak si gadis itu, dan ketika sampai ke ruang bawah tanah ternyata kedua gadis yang telah dibunuhnya itu pun hilang. Si raksasa menjadi sangat murka dan segera keluar ke permukaan bukit, lalu berlari secepat kilat menuju pondok di nenek,

"Kalian tunggu saja pembalasanku!"

Tetapi ketika ia sampai di halaman pondok, si penembak jitu itu meletupkan senapannya beberapa kali yang melukai si raksasa.

Merasa sangat kesakitan, si raksasa lari ke atas bukit dengan meninggalkan ceceran darah di belakangnya. Sesampainya di dekat batu di atas bukit itu ia pun terjatuh ke dalam lubang jebakannya sendiri dan mati karena luka-lukanya.

Si nenek dan anak-anak gadisnya akhirnya bisa hidup tenang dan makmur berkat kecerdasan si bungsu. Tak lama kemudian entah datang dari mana datangnya, ayam si nenek pulang sendiri ke rumah yang membuat mereka semua merasa sangat bahagia.

Disadur dari The Old Dame and Her Hen karya Sir George Webbe Dasent, di laman gutenberg.org.
Label: Dongeng, Inspirasi
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.

aroengbinang, seorang penyusur jalan.
Traktir BA secangkir kopi? Scan via 'Bayar' GoPay.