Pada saat itu bulan pumama yang paling bulat dengan sinamya yang keperak-perakan, oleh karenanya pada tanggal itu alam semesta mempunyai daya dan pengaruh yang besar bagi manusia.
Apabila seseorang tidak diketahui hari lahirnya, maka hari itu ditetapkan sebagai hari ulang tahunnya.
Pada malam itu biasanya segenap keluarga masyarakat Tionghoa dimana pun berada selalu ingat dan berkumpul di keluarga masing-masing unuk memelihara tali persaudaraan dan menikmati bulan purnama sambil menikmati kue bulan, kacang, kwaci dan minuman.
Bulan yang bulat melambangkan keluarga yang berkumpul dan bersatu. Kacang dan kwaci melambangkan bibit kehidupan dan pertumbuhan.
Bulan ini merupakan musim panen bagi para petani. Pada bulan pumama yang bulat, cerah dan terang merupakan saat yang tepat memanjatkan puji syukur ke hadirat Thian (Tuban Yang Maha Esa) dan mengucapkan syukur kepada Malaikat Bumi (Hok Tek Tjeng Sin), lambang berkah, kuasa, kebesaran dan kebajikan Thian (Tuhan YME).
Sebagai sesajian khusus pada Sembahyang Thiong Chiu Pia adalah kue Thiong Chiu Pia atau kue pertengahan musim gugur, kue ini bentuknya bandar gepeng, menyerupai bentuk rembulan, ukurannya bervariasi.
Untuk penyajian di depan altar disusun mulai dan ukuran kecil dan paling bawah adalah ukuran yang terbesar.
Kue ini dibuat dari tepung terigu, di dalamnya berisi sari durian, sari nanas, sari cempedak, kacang, coklat, daging, dan lain-lain.
Kue khas lain adalah kue rembulan (Kue Bulan) yang dibuat dari kacang hijau, bentuknya juga bundar gepeng, pinggirannya bergerigi, pada sebelah mukanya kadangkala terlukis seekor kelinci di bawah pohon akasia.
Pelaksanaan Sembahyang Thiong Chiu Pia di Kelenteng Hok Tek Bio - Purwokerto dilaksanakan pada Peh-Gwee Cap-Go. Tradisi yang telah berjalan pada acara Sembahyang ini adalah berkah dari Kong Co Hok Tek Tjeng Sin yang berupa pinjaman Kue Thiong Chiu Pia (bisa diganti dengan sarana lainnya, berupa uang).
Berkah ini dapat diperoleh dengan memohon dan menanyakan dengan Bun Pwee kepada Kong Co untuk meminjam uang berkah atau kue Thiong Chiu Pia dan berjanji untuk mengembalikan pada tahun depan (pada acara Sembahyang Thiong Chiu Pia) dengan jumlah yang sesuai dengan janji yang telah diucapkan kepada Kong Co Hok Tek Tjeng Sin.
Setelah itu barulah dicatat oleh pengurus Rumah Ibadah mengenai besar pinjaman dan pemgembaliaannya.
Tentunya sebelum memohon diawali dengan sembahyang dahulu.
Legenda tentang Bulan Purnama
Konon pada jaman purba, matahari ada 10 sehingga suhu bumi panasnya luar biasa. Pada suatu ketika ada seorang ksatria ahli memanah bernama Hou Yi. Ia berhasil menolong umat manusia yang kepanasan dengan memanah jatuh 9 matahari, disisakannya 1 buah untuk kehidupan manusia.Atas jasanya tersebut maka ia diangkat menjadi raja, tapi sayang ia menjadi raja yang kejam dan lalim. Sebagai raja ia belum menemukan seorang gadis yang disukai untuk dijadikan sebagai permaisuri.
Pada suatu malam ia bertemu dengan dewa pengatur jodoh. Raja ini kemudian menanyakan jodohnya, maka Dewa itu mengatakan bahwa pernikahannya masih lama, karena jodohnya masih anak-anak.
Dewa ini memperlihatkan dari atas awan beberapa anak kecil yang sedang bermain dan menyebutkan bahwa salah satu dari anak kecil tersebut adalah calon istri raja.
Raja tersebut sangat marah karena dianggap sebagai penghinaan. Maka ia mengambil panah dan memanah anak tersebut, karena kesaktiannya maka anak panah itu mengenai sasarannya. Untung jiwa anak tersebut bisa tertolong dan tidak menyebabkan kematian.
Lebih dari 10 tabun kemudian raja menikah. Setelah perkawinan berlangsung, permaisuri yang bernama Chang O (Chang E) sering mengalami sakit bagian dada. Rupanya sakit tersebut akibat luka panah sewaktu kecil.
Permaisuri akhimya mengetahui bahwa suaminya (Raja Hou Yi) yang memanahnya. Dengan pertimbangan bahwa suaminya adalah raja yang sangat lalim dan kejam serta tidak bisa diperbaiki maka ia memutuskan untuk memakan obat dewa, tubuhnya menjadi sangat ringan dan melayang ke bulan dan bermukim di bulan.
Legenda ini sering disebut Chang E Ben Yue yang artinya Chang E memuja bulan. Dengan kepergian Permaisuri ke bulan, raja menyesal akan perbuatannya dan ia bertobat menjadi orang yang baik dan melepaskan diri sebagai raja.
Atas kesungguhannya itu, oleh dewa ia ditempatkan di matahari, maka secara bergantiaan matahari dan bulan menerangi bumi.
Makna Sembahyang Thiong Chiu Pia
Pada saat bulan pumama di pertengahan musim gugur, di belahan bumi utara, merupakan bulan purnama yang paling bulat dan cemerlang.Para petani sangat gembira di tengah musim panen, musim panen dihayati sebagai saat yang penuh berkah Tuhan Yang Maha Esa lewat bumi yang menghasilkan berbagai palawija.
Pada saat ini dilakukan sembahyang ke hadapan Malaikat Bumi (Hok Tek Tjeng Sin) sebagai pernyataan syukur, karena makna Hok Tek Tjeng Sin ialah malaikat sejati yang membawakan berkah atas Kebajikan.
Kue Thiong Chiu Pia melukiskan bulat dan cemerlangnya rembulan. Bulan seperti juga bumi melambangkan sifat Thian. Makna Thiong Chiu Pia yang melukiskan rembulan juga melambangkan Kong Co Hok Tek Tjeng Sin.
Di dalam upacara sembahyang Thiong Chiu hendaknya dihayati makna yang tersirat bahwa Thian Yang Maha Besar, Maha Pengasih dan segenap berkah karunia itu hendaknya mendorong dan meneguhkan Iman, menjunjung dan memuliakan kebajikan.
Menghormat ke hadapan Hok Tek Tjeng Sin hendaknya mengingatkan kita kepada sabda Nabi Ie Ien : “Yaitu sungguh milikilah yang satu-satunya, yaitu kebajikan. Dialah yang benar-benar berkenan di hati Tuhan. Jangan berkata Tuhan memihak padaku, harnya Tuhan senantiasa melindungi yang satu, yakni kebajikan”. [bersambung ke Makna Sembahyang Tung Che]
Label: Kelenteng, Tradisi
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.