Hari Sembahyang menjelang Cia-Gwee Ce-it (Tahun Baru Imlek) sering disebut Ji Kau Jiet / Ji Kau Meh (jika jatuh pada tanggal 29). Juga dapat disebut Sa Cap Meh, jika jatuh pada bulan besar, tanggal 30. [Awal tulisan: Tradisi, Arti dan Makna Sembahyang Besar di Kelenteng]
Sementara di kalangan peranakan disebut dengan Chuxi.
Pada hari ini ada dua acara yang penting yang dilakukan, yaitu : 1. Siang hari Sembahyang besar kepada leluhur (Ti Sik) yang dilaksanakan di altar leluhur masing-masing keluarga. Dalam upacara persembahyangan ini orang memanjatkan doa ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa bagi ketenangan dan kedamaian abadi arwah keluarga yang telah tiada, sebagai perwujudan cinta kasih dan cinta berbakti.
Kelenteng Sin Tek Bio di Jakarta
2. Pada malam hari, yaitu saat Cu Si, pukul 23.00 - 01.00, diadakan sembahyang besar sujud dan syukur kepada Thian Yang Maha Esa. Pelaksanaannya dapat berupa Thiam Hio, atau dengan altar lengkap. Dalam persembahyangan ini orang menaikkan puji dan syukur ke hadirat Thian Yang Maha Esa atas segala Karunia yang telah Thian limpahkan sepanjang tahun, oleh rahmat Thian melewati tahun lama dan memasuki Tahun Baru.
Dengan kerendahan hati memohon pengampunan atas segala kekhilafan yang telah dilakukan serta memohon kemampuan dan kekuatan untuk memperbaiki kesalahan serta meningkatkan kehidupan yang luhur di dalam Jalan Suci yang Nabi bimbingkan, satya dan mampu menerima Firman di dalam kelurusan.
Tradisi sebelum Tahun Baru Imlek di kalangan masyarakat Tionghoa ini adalah pada malam harinya setelah Sembahyang kepada Leluhur diadakan makan malam bersama dengan sanak saudara yang dari jauh, sekaligus merupakan reuni keluarga.
Hidangan yang istimeva dan bermakna penuh harapan di tahun yang akan datang adalah seperti bakso ikan yang bermakna Tuan-Yuan (berkumpul), Ayam utuh (Quan-Ji) yang mengandung harapan agar semua anggota keluarga selamat dan sejahtera (Yi-Jia-An-Quan).
Makan tidak boleh terialu cepat, harus perlahan dan dinikmati, dan santapan harus dicoba satu persatu tidak boleh terlewatkan.
Selanjutnya acara “menunggu pergantian tahun” (shou-sui). Semua anggota keluarga berkumpul menceritakan pengalamannya masing-masing sambil makan manisan, kacang goreng sampai terang tanah.
Menunggu saat yang baik untuk berdoa / sembahyang bersama, membuka pintu rumah. Hari baru dan tahun baru telah tiba disambut dengan pintu yang terbuka lebar.
Bagi keluarga besar dimana anggota yang tua masih lengkap, acara shou-sui ini sangat diperhatikan, karena diyakini bisa memperpanjang usia. Oleh karena itu saat chuxi disebut juga sebagai “malam panjang umur” (chang-shou-ye).
Tradisi di Kelenteng Hok Tek Bio Purwokerto pada malam menjelang pergantian tahun, para umat dan simpatisan datang untuk bersembahyang dan menyalakan lilin yang melambangkan dan dipercaya sebagai penerangan hidup agar pada tahun depan yang akan dilewati selalu mendapat penerangan dari Thian Kong / Tuhan YME dan Para Suci sekalian. [bersambung ke Perayaan Malam Tujuh]
Label:
Kelenteng,
Tradisi
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.