Kata 'tedak' memiliki arti turun, bisa juga berarti keturunan, dan 'siten' berasal dari kata 'siti' yang berarti lemah atau tanah, dan oleh karena itu ada yang menyebutnya sebagai ritual mudhun lemah (turun tanah).
Meski keluarga Jawa mungkin sudah jarang melakukan ritual budaya ini, namun akan ada masanya ketika orang merasa rindu dengan tradisi leluhur dan lalu melakukannya pada anak atau cucunya. Tradisi tua akan selalu menemukan cara untuk tetap bertahan hidup.
Ritual Tedak Siten di Museum Indonesia
Ritual Tedak Siten dilakukan ketika usia anak telah mencapai 7 lapan Kalendar Jawa atau 8 bulan lebih sedikit pada Kalender Masehi, dimana selapan adalah 35 hari.
Pada usia 7-8 bulan anak-anak memang umumnya mulai belajar berdiri untuk kemudian mencoba berjalan tegak dengan kakinya, tidak lagi menggunakan kedua lututnya untuk bergerak kesana kemari.
Momen ketika anak mulai berusaha berdiri dan berjalan dengan sempoyongan memang merupakan salah satu momen penting dalam perkembangan seorang anak, dan karena itu layak untuk ditengarai waktunya.
Meski anak tak bakal ingat, namun ritual Tedak Siten membuat orang tua akan selalu ingat dan bisa menceritakannya nanti. Apalagi sekarang bisa membuat dokumentasi video untuk diterbitkan di YouTube, Instagram maupun TikTok, sehingga kelak si anak bisa tertawa-tawa melihatnya.
Perlengkapan Tedak Siten
Meski bisa ada variasi dalam menyiapkan bahan dan perlengkapan ritual Tedak Siten, berikut ini adalah uba rampe yang biasa digunakan:- jadah 7 warna
- tangga dari batang tebu wulung
- kurungan ayam
- buku dan peralatan menulis
- mainan anak
- air bersih
- ayam panggang
- pisang raja dan buah-buahan lainnya
- udhik-udhik (uang koin bercampur bunga)
- jajanan pasar
- jenang aneka rupa
- tumpeng nasi kuning, lengkap dengan gudangan (aneka sayuran rebus dengan sambal kelapa parut), dll.
Prosesi Ritual
Ada sejumlah prosesi yang dilakukan oleh orang tua dan anaknya dalam ritual Tedak Siten ini, dengan urutan seperti di bawah ini.- Membasuh kaki
Ayah membopong anak dan sang ibu membasuh kakinya dengan air bersih, atau ibu yang membopong dan ayah yang membasuh.
Ini merupakan perlambang bahwa ketika anak hendak menapaki bumi atau menapaki kehidupan, ia memulainya dengan membersihkan diri, hati, dan pikirannya terlebih dahulu. - Menapaki tujuh jadah
Si anak berdiri dengan dituntun oleh orang tuanya untuk berjalan menapakkan kakinya satu per satu di atas 7 jadah yang setiapnya berbeda warna, yaitu jadah merah, jadah putih, jadah hijau, jadah kuning, jadah biru, jadah merah jambu, dan jadah ungu.
Ini merupakan perlambang bahwa dalam menapaki kehidupannya nanti, semoga si anak akan selalu mendapatkan pitulung atau pertolongan dari Tuhan Yang Maha Esa. Pitu dalam bahasa Jawa adalah bilangan tujuh.
Merah: berani, agar anak berani dalam menapaki kehidupan
Kuning: kekuatan lahir batin
Putih: suci
Merah jambu: cinta pada orangtua, leluhur, saudara, dan sesama
Biru: jiwa yang tenang
Hijau: alam dan kesuburan
Ungu: kesempurnaan - Tangga Tebu Wulung
Orang tua kemudian membimbing anaknya menaiki 7 anak tangga dari batang tebu wulung.
Tebu merupakan kiasan antebing kalbu atau batin yang mantap, suatu modal spiritual yang diperlukan dalam menghadapi tantangan hidup dan agar tidak gampang menyerah untuk menggapai apa yang dicita-citakannya. - Kurungan Ayam
Anak lalu dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang di dalamnya sudah diletakkan mainan, buku dan alat tulis, beras, mainan (pesawat, mobil balap, moge, binatang dsb), dll.
Benda di dalam kurungan yang diambil si anak bisa memperlihatkan ketertarikan atau minat si anak, yang mungkin bisa menjadi hobi atau pekerjaan yang akan dijalaninya nanti ketika sudah beranjak dewasa. - Memandikan Si Anak
Prosesi berikutnya adalah si anak dimandikan oleh orang tua dengan air bersih yang ditaburi bunga, dan kemudian si anak dipakaikan pakaian baru. Airnya disiapkan pada malam sebelumnya, antara pukul 10-12 malam.
Ritual ini merupakan perlambang harapan orang tua agar ketika sudah dewasa nanti si anak akan mengharumkan nama keluarga dan dirinya sendiri. - Menebar Udhik-Udhik
Dalam prosesi ini, udhik-udhik dibagikan atau ditebar kepada semua yang hadir dalam prosesi Tedak Siten, sebagai perlambang harapan dan doa agar si anak diberi rezeki yang cukup dan bisa membantu orang yang sedang kesusahan.
Label: Jawa, Tradisi
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.