Foto Taman Buaya Bekasi

Patung buaya yang berada di halaman parkir ini agak berbeda sedikit gestur mulut dan badannya dengan yang ada di Taman Buaya Tanjung Pasir, Tangerang. Karena pemilik penangkaran buaya di kedua tempat itu sama, maka besar kemungkinan yang membuat kedua patung buaya itu adalah orang yang sama.



Segerombol buaya tampak tengah bersantai di kolam dan di daratan sekitaran tepiannya. Air kolam yang berwarna hijau menandai lamanya air itu diam menggenang di kolam dan tidak mengalir. Bisa dipahami, oleh sebab siapa pula yang sanggup mengusir sekian banyak buaya setiap beberapa bulan sekali untuk mengganti air kolam dengan yang baru.



Pemandangan pada sekawanan buaya di salah satu kolam penangkaran. Mereka betah berada dalam posisi diam dalam jangka waktu yang sangat lama, dengan mulut terbuka sekalipun.



Tempat pertunjukan atraksi buaya, debus Banten dan ular berbentuk setengah lingkaran yang disebut Arena Atraksi Joko Tingkir dan mestinya merupakan andalan penerimaan bagi Taman Buaya Indonesia Jaya. Namun pertunjukan yang pada papan tertulis sebulan dua kali semasa jayanya tempat wisata itu kini hanya dipertunjukkan selama sekitar semingguan setelah hari raya lebaran. Perijinan pertunjukan yang beresiko tinggi ini dan animo masyarakat yang tampaknya menjadi penyebabnya.



Di dalam kolam yang terpisah dan berukuran tak terlalu besar ini terdapat sejumlah kecil buaya dan seekor buaya putih yang bukan hanya badannya saja namun sampai matanya pun berwarna putih. Buaya ini terlihat sangat waspada saat berenang perlahan mendekati tempat saya berdiri, yang membuat saya pun menjadi berhati-hati karena saya tahu buaya bisa meloncat beberapa meter di atas air yang bisa membuat orang kaget.



Sebuah bangunan di pojokan area bertulis 'Arena Atraksi Joko Tingkir, Taman Buaya Indonesia Jaya'. Di bawah atap seng yang berkarat itu adalah tribun berundak yang menjadi tempat duduk penonton. Tembok tinggi dibuat untuk mencegah orang bisa mengintip pertunjukan dari luar, jika sedang ada atraksi.



Kolam buaya berbentuk bundar yang berada di bagian depan area Taman Buaya Indonesia Jaya. Jika tidak berendam mendinginkan tubuh maka buaya-buaya itu berbaring di tepian kolam. Mereka bisa betah dalam posisi diam dalam waktu yang sangat lama.



Air yang diam dalam waktu yang sangat lama membuat warna kolam menjadi hijau pekat. Tak jelas berapa bulan atau tahun sekali air kolam itu dikuras. Meski demikian tak terlihat ada sampah atau kotoran mengambang di permukaan airnya.



Seekor buaya tengah berbaring diam dengan ekor berada di atas saluran buangan air yang mengalirkan luberan air kolam ketika musim hujan tiba. Air luberan itu ditampung pada parit cukup dalam dalam yang dibuat mengelilingi kolam di luar tembok pengaman.



Berbeda dengan mulut manusia yang tak tahan dibuka dalam waktu yang lama karena akan membuat rahang pegal dan tenggorok kering, namun buaya-buaya itu sepertinya santai saja berbaring lama dengan moncong terbuka yang konon dimaksudkan untuk menjaga suhu tubuhnya karena mereka tak mempunyai kelenjar keringat.



Pandangan pada sisi kolam lainnya yang memperlihatkan dua ekor buaya berukuran besar dan seekor buaya lagi yang lebih kecil berada di tepian kolam. Buaya lainnya memilih untuk berendam di dalam air kolam, dengan kepala di atas air karena mereka bernafas dengan paru-paru, bukan insang.



Seekor buaya yang berukuran besar terlihat dengan sejumlah luka mengering di sekitar mulutnya. Berkelahi memperebutkan area kekuasaan, makanan, dan betina menjadi penyebab timbulnya luka-luka itu, yang jika terlalu parah bisa saja mengantarkannya pada kematian.



Meskipun ada cukup banyak buaya di kolam ini namun kami tak ada satu pun buaya yang mengeluarkan suara membuat suasana menjadi relatif hening. Buaya mungkin memang hanya bersuara ketika tengah bergairah, entah ketika sedang bercinta atau tengah bertarung dengan musuh sesama jantan.



Di bagian samping kanan hingga ke ujung area Taman Buaya Indonesia Jaya terdapat area bermain anak, dengan sejumlah permainan yang akrab dengan anak kecil. Meski kondisinya tak bisa dibilang bagus, namun cukup memadai bagi anak-anak untuk sekadar menghibur diri sebagai selingan setelah melihat kolam buaya.



Sejumlah patung binatang terbuat dari semen juga terlihat di sejumlah titik di area taman bermain anak. Selain bisa duduk di atas punggung patung binatang itu, anak-anak juga bisa berfoto di sana bersama orang tuanya.



Meski sudah banyak bagiannya yang terlihat menua, namun kompleks di dalam kawasan Taman Buaya Indonesia Jaya ini terlihat cukup bersih, menandai bahwa setidaknya ada usaha untuk merawat tempat ini meski areanya terbilang luas untuk bisa dibersihkan setiap harinya.



Ayunan di dekat patung buaya dengan beton yang terkelupas. Di sejumlah tempat, area di sekitar ayunan sudah dipasang alas empuk yang terbuat dari semacam karet sehingga aman bagi anak-anak meski jatuh sekalipun saat bermain.



Terowongan pendek dengan patung pria di atasnya. Di ujung sana terlihat beberapa orang tukang tengah bekerja untuk melakukan perbaikan di area sekitar kolam buaya.



Sebuah patung buaya yang terlihat dengan ekspresi yang cukup lucu di area taman bermain, meski sudah memerlukan polesan ulang agar menjadi lebih menarik dan segar.



Salah satu kolam berisi buaya yang lokasinya agak ke ujung kompleks dengan permukaan air yang nyaris tertutup semua oleh semacam lumut, kecuali pada bagian dimana terdapat buaya. Tak jelas apakah kolam ini digunakan sebagai tempat kawin buaya atau untuk keperluan lainnya.



Bergaya di patung buaya lain yang berukuran cukup besar, sementara di dekat tukang yang tengah bekerja di ujung sana terdapat luncuran yang biasanya digemari oleh anak-anak balita.



Foto yang memperlihatkan parit pemisah antara area kolam buaya dengan jalur pedestrian pengunjung sebagai upaya pengamanan. Di musim kering seperti saat kami berkunjung, parit itu terlihat kering kerontang, tidak sebagaimana saat musim penghujan tiba.



Tujuan utama penangkaran buaya seperti ini umumnya adalah untuk menjual kulitnya ke industri pembuatan tas, sepatu, dompet, sabuk, dan sejenisnya. Harga kulit buaya memang terbilang sangat baik, alias sangat mahal dan bisa mencapai puluhan juta per meternya, karena selain langka juga karena binatang ini dilindungi oleh undang-undang.



Area kolam buaya yang terlihat cukup bersih, meski ada tumpukan sampah dedaunan di dekat tembok. Sebagai binatang piaraan mereka tentu sudah terbiasa dengan petugas pembersih, dan akan menyingkir tanpa protes jika diusir dengan tongkat.



Pandangan pada kolam buaya yang cukup luas dan terlihat lumayan bersih. Selain kulitnya, buaya juga mendatangkan penghasilan bagi pemiliknya dengan menjual tangkur atau penis, serta dagingnya, namun secara resmi harus ada ijin tertulis dari dinas terkait jika hendak memotong seekor buaya. Telur buaya juga harganya lumayan mahal.



Buaya yang kulit warnanya lebih terang sepertinya adalah buaya betina, yang kulitnya lebih disukai bagi pengrajin kulit oleh sebab lebih lembut dibanding kulit buaya jantan yang lebih keras. Buaya adalah salah satu dari sedikit hewan purba yang masih bertahan hingga saat ini.



Patung harimau loreng yang berada di dekat luncuran anak. Di alam liar, buaya kadang menjadi mangsa harimau, meski harus melewati pertempuran dahsyat yang bisa menimbulkan luka parah bagi si pemangsa.



Penampakan dari kepala buaya yang ekornya buntung. Buaya buntung ini diletakkan dalam kandang terpisah dari buaya lainnya, dan menjadi salah satu daya tarik Taman Buaya Indonesia Jaya.



Kandang buaya dengan pagar dan kawat pelindung untuk memberi keamanan dan kenyamanan bagi pengunjung. Kawat pelindung memang sangat diperlukan karena buaya bisa meloncat cukup tinggi yang bisa membahayakan keselamatan pengunjung.



Penampakan pada bagian belakang buaya 'imut' itu yang memperlihatkan ekor buntungnya. Oleh karena tak memiliki ekor maka buaya ini memang terlihat rada aneh, meski badannya bisa dibilang sudah cukup besar.



Buaya yang sudah besar ini diletakkan di sebuah kolam khusus yang berada di bagian kanan area penangkaran. Boleh jadi tempat ini merupakan kolam yang diperuntukkan bagi buaya yang sudah siap untuk dijual, agar bisa dilihat dengan mudah oleh calon pembelinya.



Penampakan kolam khusus itu, yang tidak ada tepian keringnya, sehingga buaya hanya bisa berjemur dengan naik ke beton yang ada di bagian depan kolam yang dibuat dalam bentuk memanjang. Di sebelah kolam ini adalah kolam buaya albino.



Papan nama pada kolam Buaya Buntung dan Buaya Albino atau Buaya Putih. Di kolam ini saya hanya melihat buaya putih saja, dan tak melihat adanya buaya buntung, kecuali di kandang khusus yang telah saya lihat sebelumnya.



Di ujung sana adalah toilet yang diperuntukkan bagi pengunjung, dengan tanki air terlihat di sebelah kiri. Tak terlalu bagus kondisinya, namun cukuplah untuk membuang sisa metabolisme tubuh di sana.



Catatan yang memperlihatkan waktu pertunjukan atraksi debus buaya, yang saat ini hanya dilakukan setahun sekali, yaitu di sekitar lebaran.



Saung-saung tempat berteduh dan untuk membuka bekal makanan. Di sebelah kanan adalah kios-kios yang menjual makanan, minuman dan cindera mata yang sepertinya hanya dibuka di akhir pekan.



Patung buaya di halaman Taman Buaya Indonesia Jaya ini dibuat dengan cukup baik dengan bentuk yang sangat mirip tongkrongan aslinya.



Untuk menarik penonton yang haus hiburan di saat lebaran, selain atraksi buaya dan debus, pengelola juga menggelar acara musik dangdut dengan deretan nama artis yang mungkin sudah dikenal oleh masyaratak setempat.




Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.

, seorang pejalan musiman dan penyuka sejarah. Penduduk Jakarta yang sedang tinggal di Cikarang Utara. Traktir BA secangkir kopi. Secangkir saja ya! Juni 29, 2020.
©2024 Ikuti