Kelenteng Tjo Soe Kong Tangerang, yang juga dikenal oleh penduduk setempat dengan sebutan Kelenteng Tanjung Kait dan Rong Jia Yi Da Bo Gong Miao, kami kunjungi setelah beberapa saat sebelumnya meninggalkan area Pantai Tanjung Kait. Kedua tempat itu jaraknya hanya sekitar 500 meter sehingga sayang jika tidak mampir. Kelenteng tua yang memiliki halaman luas itu berada sekitar 100 m dari tepi jalan utama.
Meski demikian, untuk berkunjung pejalan tampaknya harus membawa kendaraan sendiri karena waktu itu belum ada angkutan umum ke sana. Selain rute yang disebutkan dalam tulisan Pantai Tanjung Kait, pejalan bisa lewat Jl Daan Mogot, belok kanan setelah Penjara Anak-Anak Tangerang (sebelah kiri jalan), belok kiri ke Jl Buroq, lanjut Jl Dr. Sitanala, belok kiri ke Jl Jembatan Pintu Sepuluh, seberangi jembatan, belok kanan ke Jl Sangego Raya.
Di sini pejalan bisa mampir di Bendungan Pintu Air Sepuluh di kanan jalan. Setelah itu ikuti terus Jl Sangego Raya, ketemu jembatan pertama belok kiri, lalu langsung belok kanan setelah menyeberangi jembatan ke Jl Karet Kota Bumi, ikuti terus sampai bertemu perempatan dengan Jl Raya Mauk, belok kanan ke Jl Raya Mauk, setelah Pasar Sepatan di sebelah kiri ketemu pertigaan yang ada tugu ditengah2nya ambil arah kanan masuk ke Jl Paku Haji, lewat saluran irigasi belok ke kiri masih di Jl Paku Haji, lurus terus sampai habis Jl Paku Haji sambung ke Jl Desa Kramat, mentok ketemu Jl Kalibaru, belok ke kiri. Ketemu perempatan, belok ke kiri ke Jl Desa Sukawati, ikuti terus jalan ini.
Bangunan Kelenteng Tjo Soe Kong Tanjung Kait ini tidak dibuat menghadap ke laut, yang jaraknya ke tepiannya sekitar 200 m, namun menghadap ke arah Barat. Ini agak tak lazim karena biasanya sebuah kelenteng dibuat menghadap ke laut atau memunggungi gunung. Pada atap bangunan utama Kelenteng Tjo Soe Kong ini saya tidak melihat ada patung sepasang naga yang tengah memperebutkan mustika, tidak juga burung Hong. Kelenteng ini terkesan sederhana jika dilihat dari luar.
Di bagian depan kelenteng ada tengara yang mewartakan pembangunan kembali kelenteng yang dimulai pada 21 Maret 1959, lengkap dengan nama-nama panitia serta inspekturnya. Ada pula hiolo Thian untuk memuja Dewa Langit di halaman depan ini, dengan ukiran kepala raksasa di kiri kanannya. Juga sepasang pagoda tempat pembakaran kertas (Kim Lo). Dua pagoda berbentuk segi enam setinggi empat meter ini kabarnya masih aseli. Dulu ada kanopi polikarbonat pada halaman dalam yang merusak pemandangan, namun sudah dibongkar.
Sesuai nama kelentengnya, altar utamanya digunakan untuk bersembahyang bagi Kongco Tjo Soe Kong, yaitu seorang tabib dari jaman Dinasti Song yang sering menolong orang sakit tanpa meminta imbalan. Ia digambarkan dalam posisi duduk di atas singgasana, mengenakan jubah berwarna merah dengan sulaman benang emas.
Tjo Soe Kong, yang lahir dengan nama Tan Ciu Eng, berasal dari Cuanciu di Provinsi Hokkian. Ia wafat pada masa pemerintahan Kaisar Wi Cong dari Dinasti Song. Bisa dimengerti mengapa Kelenteng Tjo Soe Kong tidak dibuat menghadap ke laut, karena tuan rumah utamanya bukanlah Thian Siang Sing Bo, Dewi pelindung para pelaut.
Lagipula Kelenteng Tjo Soe Kong tidak didirikan oleh para pelaut, namun oleh para petani tebu keturunan Tionghoa yang tinggal di daerah Mauk, Tangerang. Di bagian lain Kelenteng Tjo Soe Kong terdapat altar bertuliskan Kongco Obat.
Sakit memang tidak menyenangkan, dan sakit bisa membawa maut pada anggota keluarga, sehingga bisa dimengerti jika ada penghormatan dan pemujaan terhadap tabib yang bisa menyembuhkan penyakit. Sedangkan di bagian belakang Kelenteng Tjo Soe Kong terdapat altar pemujaan Budha, terletak di dalam bangunan Dharmasala yang dibuat setengah terbuka, dipisahkan dengan sebuah halaman terbuka dari bangunan induk.
Sepasang patung Ciok-Say (singa) terbuat dari batu andesit berada di halaman Kelenteng Tjo Soe Kong Tanjung Kait. Singa yang jantan menimang bola itu diletakkan di atas batu dengan relief kuda dan singa serta ornamen lengkung, sedangkan Ciok-Say betina seperti biasa sedang bermain dengan anaknya.
Di belakang patung singa ada batu berbentuk bulat dengan ukiran daun dan bebungaan indah, serta rilief binatang. Mungkin ini batu nisan pemberian seorang tuan tanah terkaya di Batavia bernama Andries Teisseire (1746 - 1800), yang dibawanya langsung dari Tiongkok saat kelenteng mulai dibangun. Andries mencatat keberadaan Kelenteng Tjo Soe Kong pada 1792, sedangkan kapan didirikannya tidak diketahui pasti.
Berdasarkan inskripsi beraksara Tionghoa pada tempat pembakaran kertas, Kim Lo di sisi Utara dibangun pada 1873 dan merupakan sumbangan Huang Qingsog dari Tingzijiao (Pasar Gelap, Batavia). Akan halnya Kim Lo di sisi Selatan dengan tulisan “Pavilion of Precious Protection” dibangun pada 1868, sumbangan Zheng Cheng An.
Cerita yang beredar, ketika Gunung Krakatau meletus pada 1883, penduduk banyak yang mengungsi di dalam kelenteng dan terselamatkan dari terjangan tsunami. Cerita ini kemudian dibuat dalam lagu Gambang Kramat Karam yang kabarnya masih dimainkan oleh kelompok gambang kromong.
Salah satu tempat pemujaan utama di dalam Kelenteng Tjo Soe Kong adalah altar Hok Tek Ceng Sin, Dewa Bumi, yang dipuja orang untuk mempermudah dan memperlancar mengalirnya rezeki bagi para pedagang dan petani.
Rupang Dewa Bumi diapit oleh sepasang lilin merah raksasa terdapat simbol-simbol Konghucu, yaitu Yin-Yang, Pat Kwa, dan bentuk seperti labu bersayap dengan untaian anggur di lehernya. Di bawahnya terdapat tulisan 7-4-2521 dan 21-5-1870, yang tampaknya merupakan tahun dibuatnya altar ini.
Sembahyang bagi Hok Tek Ceng Sin lazimnya dilakukan pedagang pada tanggal 1 dan 15 Imlek tiap bulan untuk memohon perlindungan dan rejeki, lalu pada tanggal 2 bulan 2 Imlek untuk merayakan ulang tahun Hok Tek Tjeng Sin, dan pada tanggal 16 bulan 12 Imlek yang disebut “Wei ya” (penutup). Sedangkan para petani biasanya bersembahyang pada tanggal 15 bulan 8 imlek sebagai ungkapan rasa syukur.
Hal yang unik di Kelenteng Tjo Soe Kong adalah adanya altar Embah Rahman dan Empe Dato yang terletak di kiri kanan altar Hok Tek Ceng Sin, serta altar bagi Dewi Neng. Dahulu kala Embah Rahman adalah seorang jawara terkenal di wilayah Tanjung Kait, mungkin karena itu altarnya sering didatangi oleh orang yang tengah mencari pesugihan. Dewi Neng adalah orang pribumi di Tanjung Kait yang konon merupakan anak Kongco Tjo Soe Kong.
Alamat Kelenteng Tjo Soe Kong berada di Jalan Raya Tanjung Kait, Dusun Tanjung Anom, Desa Tanjung Kait, Kecamatan Mauk, Tangerang. Lokasi GPS : -6.0161492, 106.539064, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Hotel di Tangerang, Hotel di Tangerang Selatan, Tempat Wisata di Tangerang, Peta Wisata Tangerang.
Label:
Banten,
Kelenteng,
Tangerang,
Tanjung Kait,
Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.