Museum Bank Indonesia menempati gedung bergaya neo-klasik dengan area parkir cukup luas. Gedung yang dibangun pada 1828 ini sebelumnya digunakan Bank Indonesia Kota dan De Javasche Bank. Rancangan gedung dikerjakan oleh biro arsitek terkenal Ed Cuypers dan Hulswit.
Memasuki lobi bisa dilihat bangunan tua megah ini dirawat dengan baik. Langit-langit gedung yang berdinding beton tebal ini sangat tinggi, yang sengaja dibuat agar hawa di dalam ruangan menjadi lebih sejuk oleh sebab perputaran udara yang lebih baik. Sependek ingatan, sudah tiga kali saya berkunjung ke museum yang elok ini.
Kaca Patri
Memandang arah ke kanan dari lobi akan terlihat deretan kaca patri indah yang dipasang tahun 1935 pada dinding depan museum. Di baris atas kolom tengah kaca patri itu ada lukisan wanita dengan lambang Kota Batavia dan Surabaya. Baris tengahnya merupakan lukisan kegiatan bersenian, berurut-turut dari kiri ke kanan: menari, fotografi, film, drama, pembuatan gerabah, dan pembuatan patung perunggu.Sedangkan pada baris paling bawah berupa lukisan kaca yang menggambarkan kegiatan masyarakat di Hindia Belanda, yaitu membajak sawah, mengumpulkan rotan, kapal mesin uap, kapal layar Belanda, petani panen, dan dua orang wanita tengah membatik.
Menurut catatan, di gedung Museum Bank Indonesia Jakarta terdapat sedikitnya 324 kaca patri, yang kesemuanya dibuat di Atelier Jan Schouten, Delft, Belanda, pada periode 1922 - 1935. Seni dan lukisan kaca patri mulai berkembang sejak jaman Gotik pada abad ke-12, dan kolonial Belanda membawanya ke Indonesia.
Ruang Peralihan
Ruangan pelayanan pengunjung lantai dua Museum Bank Indonesia terlihat bernuansa klasik. Dari ruang itu kami masuk ke ruangan peralihan dengan suguhan permainan interaktif dari proyektor bersensor canggih, menyajikan tayangan hologram tiga dimensi, dimana keping-keping uang melayang akan berhenti saat 'dijebak' tangan pengunjung.Di sebelahnya ada ruangan teater Museum Bank Indonesia dengan tempat duduk 40-an, dan setelah menunggu beberapa menit film mulai diputar yang berisi seputar sejarah perbankan serta peran Bank Indonesia. Selesai menonton kami masuk lorong dengan langit tinggi dengan instalasi pria bercelana komprang memanggul sekantung rempah-rempah.
Sejak lama Asia Tenggara ramai perdagangan rempah, porselen, sutera, dan budak asal Afrika, dengan alat tukar rempah, kerang, manik, moko, dan belencong. Pada abad 9-13 sejumlah kerajaan di Nusantara menerbitkan alat tukar uang emas, timah, perak, dan tembaga. Lukisan dan miniatur kapal dan perlengkapannya juga ada di Museum Bank Indonesia ini.
Penjelajah Asing
Di ujung lorong terdapat potret penjelajah asing yang singgah di Nusantara dan sebagian berpengaruh pada kolonisasi, yaitu Marcopolo (Italia, 1254 - 1324), Laksamana Cheng Ho (1371 - 1436), Afonso d'Alburquerque (Portugis, 1453 - 1515), Cornelis de Houtman (Belanda, 1565 - 1599), dan Sir Henry Middleton (Inggris, 1604).Marcopolo pada 1290-an diutus Kublai Khan mengantar putri Kokachin ke Persia lewat Nusantara. Kisah perjalanannya memicu ekspedisi ke Timur, dan Eropa untuk pertama kali mendengar sistem uang kertas Tiongkok. Laksamana Cheng Ho melakukan tujuh kali ekspedisi yang membuka jalur perdagangan dengan 35 negara, termasuk sejumlah kerajaan di Nusantara.
Afonso d'Alburquerque menduduki Malaka pada 1511, lalu menguasai Maluku dan jalur perdagangan India - Nusantara - Tiongkok. Ekspedisi Cornelis de Hotman memicu datangnya pedagang Belanda ke Nusantara, yang pada 1602 mereka membentuk Vereenigde Oos-Indische Campagnie (VOC, Persekutuan Dagang Hindia Timur) dipimpin oleh Heren XVII.
Pada 1610 VOC membangun basis di Batavia dan memulai sejarah panjang penjajahan dan penjarahan kekayaan Nusantara. Selanjutnya di Museum Bank Indonesia ada poster, instalasi, foto, dan benda yang menggambarkan jalan panjang yang harus dilalui bangsa Indonesia hingga mencapai puncaknya pada proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Emas
Sebuah ruangan yang elegan di Museum Bank Indonesia berisi informasi terkait emas dan peranannya dalam keuangan negara. Ada tumpukan batangan emas tiruan dalam ukuran asli di dalam ruangan kaca tembus pandang. Sejak lama emas telah digunakan sebagai standar satuan nilai karena stabil dari waktu ke waktu dan diterima di semua negara di dunia.Ketika uang kertas pertama kali dikeluarkan oleh bank, untuk mendapat kepercayaan masyarakat agar mau menggunakannya maka bank harus memiliki cadangan emas sebagai jaminan (emas moneter). Dengan demikian masyarakat bisa sewaktu-waktu menukarkan uang kertasnya dengan cadangan emas bank, sesuai nilai tukar yang berlaku saat itu.
Meski emas tak lagi dipakai sebagai jaminan bank, namun masih sangat penting sebagai salah satu cadangan devisa negara yang bisa dicairkan saat krisis nilai tukar, krisis politik atau krisis ekonomi. Emas juga bisa dipakai sebagai alat bayar untuk kewajiban internasional, dan sebagai sarana hedging atau untuk meningkatkan penerimaan.
Tempat penyimpanan emas moneter di Bank Indonesia berketebalan dinding 65 cm dengan pengamanan ketat dan berlapis. Ketika Jepang menyerbu Hindia Belanda, cadangan emas De Javasche Bank diselamatkan ke Australia dan Afrika Selatan. Setelah Bank Indonesia berdiri menggantikan De Javasche Bank maka emas moneter menjadi milik Bank Indonesia.
Koleksi Mata Uang
Ada suatu masa dimana setiap daerah menerbitkan mata uang ketika bank sentral belum berfungsi dengan baik. Diantara daerah yang menerbitkan mata uang sendiri adalah Sumatera Utara, Jambi, Magetan, Aceh, Sumatera Selatan, Kedu, dan banyak lagi lainnya. Koleksi mata uang itu, sebagian disebut Bon, ada di Museum Bank Indonesia.Ada instalasi di Museum Bank Indonesia yang memperlihatkan suasana bank jaman kolonial secara hidup dan sangat memikat. Ada pula kisah seputar krisis moneter 1998 serta peran Bank Indonesia untuk memulihkan stabilitas moneter. Setelah itu kami keluar ruangan dan berada di balkon lantai dua yang menghadap ke halaman tengah museum.
Bagian terakhir yang kami kunjungi di Museum Bank Indonesia adalah koleksi mata uang kertas dan logam dari jaman sebelum perang kemerdekaan hingga sekarang, dalam ruangan tersendiri. Kaca pembesar yang bisa digeser diletakkan di atas lemari kaca tempat penyimpanan koleksi mata uang, sehingga pengunjung bisa melihat dengan lebih jelas.
Museum Bank Indonesia diresmikan pada 15 Desember 2006 oleh Burhanuddin Abdullah Gubernur BI waktu itu. Meskipun renovasi besar-besaran Museum Bank Indonesia telah diresmikan pada 21 Juli 2009, namun lebih dari setahun kemudian baru benar-benar pengerjaannya selesai dan berwujud memikat seperti yang bisa dilihat pada saat ini.
Akses dengan Bus TransJakarta Koridor 1 Blok M - Kota turun di Halte Kota lanjut jalan kaki, masuk ke terowongan, mampir dulu ke Museum Bank Mandiri.
Selesai dari Museum BI bisa lanjut ke Museum Wayang di Taman Fatahillah. Kereta Komuter Jurusan Bogor-Kota, Depok-Kota, Bekasi-Kota, Tanjung Priok - Kota, Tanah Abang-Kota turun di Stasiun Jakarta Kota, lanjut jalan kaki menyeberang jalan.
Alamat Museum Bank Indonesia berada di Jl. Pintu Besar Utara No. 3, Jakarta Barat, telp. 021-2600158, ext. 8111 (Senin libur), 8102, 8100. Lokasi GPS : -6.137109, 106.81318, Waze. Jam Buka : 07.30 - 15.30 Selasa s/d Jumat; 08.00 - 16.00 Sabtu s/d Minggu. Senin dan hari libur nasional tutup. Harga tiket masuk : gratis. Rombongan 30 orang lebih baiknya registrasi dahulu. Nomor Telepon Penting, Hotel di Jakarta Barat, Hotel Melati di Jakarta Barat, Peta Wisata Jakarta Barat, Peta Wisata Jakarta, Rute Lengkap Jalur Busway TransJakarta, Tempat Wisata di Jakarta.
Label: Jakarta, Jakarta Barat, Museum, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.