Juni 13, 2020

Foto Museum Bank Indonesia

Memandang arah ke kanan dari lobi akan terlihat deretan kaca patri indah yang dipasang tahun 1935 pada dinding depan museum. Di baris atas kolom tengah kaca patri itu ada lukisan wanita dengan lambang Kota Batavia dan Surabaya. Baris tengahnya merupakan lukisan kegiatan bersenian, berurut-turut dari kiri ke kanan: menari, fotografi, film, drama, pembuatan gerabah, dan pembuatan patung perunggu.



Ruangan pelayanan pengunjung lantai dua Museum Bank Indonesia terlihat bernuansa klasik. Dari ruang itu kami masuk ke ruangan peralihan dengan suguhan permainan interaktif dari proyektor bersensor canggih, menyajikan tayangan hologram tiga dimensi, dimana keping-keping uang melayang akan berhenti saat 'dijebak' tangan pengunjung.



Potret penjelajah asing yang datang ke Nusantara dan sebagian memberi pengaruh besar pada terjadinya kolonisasi di wilayah ini, yaitu Marcopolo (Italia, 1254 - 1324), Laksamana Cheng Ho (1371 - 1436), Afonso d'Alburquerque (Portugis, 1453 - 1515), Cornelis de Houtman (Belanda, 1565 - 1599), dan Sir Henry Middleton (Inggris, 1604).

Pada 1290-an Marcopolo diutus oleh Kublai Khan mengantar putri Kokachin ke Persia lewat kepulauan Nusantara. Cerita perjalanan Marcopolo mendorong lebih banyak ekspedisi ke Timur, dan saat itulah bangsa Eropa mendengar sistem uang kertas Tiongkok. Cheng Ho melakukan ekspedisi sebanyak tujuh kali yang membuka jalur perdagangan dengan 35 negara, termasuk kerajaan Nusantara.



Ruangan elegan Museum Bank Indonesia ini berisi informasi terkait emas dan peranannya dalam keuangan Negara Republik Indonesia. Ada tumpukan batangan emas imitasi ukuran asli di ruangan kaca. Emas digunakan sejak lama sebagai standar satuan nilai karena stabil dari waktu ke waktu dan diterima di semua negara di dunia.



Ruangan peralihan dengan suguhan permainan interaktif menarik dari sebuah proyektor khusus dengan sensor canggih menyajikan tayangan hologram tiga dimensi, dimana keping-keping uang melayang berjatuhan.



Keping-keping uang logam itu akan berhenti dan memberikan informasi di layar saat berhasil ‘dijebak’ oleh tangan pengunjung. Sebuah permainan interaktif yang menghibur dan informatif. Ruang peralihan ini mempersiapkan pengunjung sebelum masuk ke Ruangan Teater.



Sebuah diorama di Museum Bank Indonesia di ruang sejarah Pra-BI dengan detil indah yang memperlihatkan kegiatan para kuli angkut yang tengah menaikkan barang ke atas kapal. Diorama ini tak lagi saya lihat setelah museum direnovasi.



Undakan menuju lantai dua Museum Bank Indonesia dengan pilar-pilar tinggi setelah melewati pos pemeriksaan dan detektor metal. Di sebelah kanan di lantai dua ini adalah tempat penitipan tas dan pintu masuk ke museum. Sebelah kiri adalah pintu keluar dari museum.



Tampak muka Gedung Museum Bank Indonesia dilihat dari arah sisi sebelah kanan. Bangunan dari jaman kolonial ini masih terlihat megah.



Gedung Museum Bank Indonesia dilihat dari depan, yang menunjukkan keanggunan dan gaya arsitektur bangunannya. Rancangan gedung yang sekarang digunakan oleh Museum Bank Indonesia ini dikerjakan oleh biro arsitek terkenal bernama Ed Cuypers dan Hulswit.



Museum Bank Indonesia diresmikan pada 15 Desember 2006 oleh Burhanuddin Abdullah Gubernur BI waktu itu. Meskipun renovasi besar-besaran Museum Bank Indonesia telah diresmikan pada 21 Juli 2009 oleh SBY, namun lebih dari setahun kemudian baru benar-benar pengerjaannya selesai dan berwujud memikat seperti yang bisa dilihat pada saat ini.



Ruangan teater Museum Bank Indonesia memiliki tempat duduk memanjang bertingkat yang bisa memuat 40-an orang, dan setelah menunggu beberapa menit film pun mulai diputar yang berisi seputar sejarah perbankan serta peran Bank Indonesia. Rupanya karena pemutaran film inilah pengunjung harus menunggu di luar pintu masuk museum jika kursi di sini sudah penuh.



Instalasi seorang pria bercelana komprang memakai baju lengan panjang tak dikancing tengah memanggul sekantung rempah-rempah yang disorongkan sebelumnya oleh pria lainnya yang berjongkok dengan satu lutut menyentuh tumpukan karung tinggi.



Instalasi tonggak kayu dan lukisan kapal. Sejak lama Asia Tenggara merupakan wilayah sangat ramai yang memperdagangkan rempah, porselen, sutera, dan bahkan budak asal Afrika. Sebagai alat tukar digunakan rempah, kerang, manik-manik, moko, dan belencong. Pada abad ke-9 sampai ke-13 sejumlah kerajaan di Nusantara telah menerbitkan alat tukar berupa uang logam dari emas, timah, perak, dan tembaga. Uang dari China juga banyak beredar saat itu.



Miniatur Jung Jawa, kapal dagang layar yang melayari Laut Jawa pada sekitar abad ke-16, hingga sampai ke Madagaskar. Masa kejayaan maritim kerajaan Nusantara surut setelah semua Jung di yang ada di Jepara dibakar oleh VOC pada 1618, 1628, dan 1628.



Teks dalam dua bahasa yang membantu pengunjung untuk lebih memahami apa yang hendak diceritakan oleh koleksi dan instalasi yang ada di Museum Bank Indonesia.



Kompas, peta, teleskop dan sejumlah peralatan pelayaran lainnya yang digunakan orang pada jaman dahulu untuk mengarungi samudera.



Jung Java atau Perahu Jung Jawa dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Faktor VOC dan orientasi Kesultanan Mataram yang tak lagi ke laut membuat kekuatan maritim semakin menyusut dan pudar.



Foto para penjelajah yang pernah singgah di Nusantara, lengkap dengan kisah singkatnya di bagian bawah foto. Dari kiri ke kanan adalah Marcopolo, Laksamana Cheng Ho, Afonso d’Alburquerque, Cornelis de Houtman, dan Sir Henry Middleton.



Tulisan yang berisi sejarah singkat Marcopolo dan Laksamana Cheng Ho yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.



Sebuah instalasi dalam ukuran sebenarnya yang dibuat dengan detail sangat baik menggambarkan suasana di Bank Courant en Bank van Leening. Lokasi bank itu pada 1746 - 1809 berada di Tijgersgracht Timur, tepat disamping timur Taman Fatahillah.

Sebelumnya, berdasar resolusi 20 Agustus 1746 Gubernur Jenderal van Imhoff memutuskan pendirian Bataviasche Bank van Leening, namun tak berkembang. Mossel, Gubernur Jenderal sesudahnya, mendirikan Bank Courant pada 1 September 1752, dan lalu menggabungkannya dengan Bank van Leening menjadi Bank Courant en Bank van Leening yang menjadi cikal bakal perbankan nasional.



Instalasi elok yang menggambarkan situasi di depan loket kasir bank pada jaman kolonial. Tulisan pada kanan tengah berbunyi "Kashouder".



Seorang pria Belanda, yang sepertinya pemimpin bank, tampak sibuk menulis atau membubuhkan tanda tangan pada setumpuk kertas di atas meja di depannya. Pada dinding menempel sebuah almanak bertahun 1780.



Instalasi yang menggambarkan situasi yang terjadi pada loket bank yang sama, diambil dari bagian dalam loket, dari sisi petugas bank.



Ekspedisi Cornelis de Hotman yang memicu datangnya pedagang-pedagang Belanda untuk datang ke Nusantara dan akhirnya pada 1602 mereka bersekutu membentuk Vereenigde Oos-Indische Campagnie (VOC, Persekutuan Dagang Hindia Timur) yang dipimpin Heren XVII. Pada 1610 VOC membangun basis di Batavia dan memulai sejarah penjajahan dan penjarahan kekayaan Nusantara yang sangat panjang.



Sebuah instalasi elok yang menggambarkan bagaimana negara-negara dan bangsa Eropa yang semakin maju mereka semakin serakah untuk menjajah, berturut-turut dari bangsa Belanda, Inggris, dan Perancis, membuat jalan yang sangat panjang menuju kemerdekaan.



Di sebelah kanan adalah dokumentasi foto orang-orang Belanda di Batavia pada jaman kolonial, keluarga dan kegiatan mereka, serta situasi kota dan bangunannya. Di sebelah kiri menceritakan novel Max Havelaar karya Multatuli yang menggambarkan kesengsaraan rakyat jajahan di Hindia Belanda dan membuat marah politikus serta rakyat Belanda, melahirkan Politik Etis.



Seragam tentara Belanda dalam ukuran sebenarnya, lengkap dengan lambang bendera, topi dan senjata, yang diletakkan dalam boks kaca di bawah lantai museum.



Pada masa pendudukan, militer Jepang juga menerbitkan uang, sementara uang De Javasche Bank dan uang Pemerintah Belanda masih berlaku. Bank-bank Belanda dan Inggris ditutup oleh pemerintahan pendudukan, diganti dengan bank-bank Jepang. Pada 1944 Djawa Hokokai membentuk Fonds Kemerdekaan Indonesia untuk menghimpun dana rakyat bagi Perang Asia Timur Raya. Setelah Jepang menyerah, dana itu menjadi bagian modal kerja Yayasan Pusat Bank Indonesia.



Seragam tentara Kekaisaran Jepang, lengkap dengan lambang bendera, topi, tanda pangkat dan samurai, juga diletakkan di dalam boks berpenutup kaca di bawah lantai museum.



Rangkaian poster dan tulisan yang menggambarkan sejarah dan tantangan perbankan nasional pada saat proklamasi 17 Agustus 1945 hingga masa Republik Indonesia Serikat. Sesuai amanat UUD 45 untuk membentuk bank sentral bernama Bank Indonesia maka dibentuk terlebih dahulu Yayasan Pusat Bank Indonesia, dimodali dari Fonds Kemerdekaan Indonesia, yang kemudian bergabung dengan BNI pada Agustus 1946.



Seragam pejuang berwarna putih berlatar bendera merah putih, lengkap dengan bambu runcing yang menjadi salah satu senjata utama pada waktu revolusi fisik.



Seragam tentara Indonesia lengkap dengan tanda-tanda kepangkatan namun tanpa senjata. Kain merah putih diikatkan pada leher menyerupai pandu, serta ada pula topi.



Diantara daerah yang menerbitkan mata uang sendiri pada awal kemerdekaan adalah Sumatera Utara, Jambi, Magetan, Aceh, Sumatera Selatan, Kedu, dan banyak lagi lainnya. Koleksi mata uang itu, sebagian disebut Bon, terlihat pada foto di atas.



Mata uang Republik Indonesia Serikat (RIS) bernilai lima dan sepuluh rupiah yang keduanya bergambar Presiden Soekarno di salah satu sisinya. Sisi lain gambarnya juga sama, hanya warna uangnya saja yang berbeda.



Mata uang daerah, seperti mata uang dari Tapanuli, Sumatera, Daerah Militer Istimewa Sumatera Selatan, dan dari beberapa daerah lainnya.



Riwayat perubahan logo Bank Indonesia yang semula mengadopsi logo De Javasche Bank dengan mengganti huruf J dengan huruf I, dengan tujuh peubahan dari tahun 1953 sampai 2005. Tiga logo terakhir (sejak 1990-an), selain muncul pada uang terbitan Bank Indonesia, juga digunakan sebagai logo korporat.



Pada 1824, pemerintah kolonial Belanda membentuk Nederlansche Handelsmaatschappij (NHM) untuk menangani ekspor hasil tambang dan hasil bumi dari Hindia Belanda yang terus berkembang pesat. Pada 1828 Raja Willem I mengeluarkan oktroi yang mendasari pendirian De Javasche Bank sebagai bank sirkulasi dan fasilitator perdagangan di Hindia Belanda. NHM ikut menyetor modal awalnya. De Javasche Bank berkembang pesat dan membuka cabang di berbakai kota di Hindia Belanda, juga membuka cabang di Amsterdam pada 1891.



Pada 19 Juni 1951 pemerintah republik membentuk Panitia Nasionalisasi De Javasche Bank dan Khouw Bian Tie dikirim ke Belanda untuk mengatur pembelian saham DJB yang diperdagangkan di Bursa Efek Amsterdam. Dalam waktu dua bulan hampir seluruh saham DJB bisa dibeli.



Pada 1958 hampir separuh pengeluaran uang pemerintah digunakan untuk memulihkan keamanan di dalam negeri akibat terjadinya pemberontakan. Karena penerimaan negara sangat terbatas terutama dari komoditas ekspor maka tak ada jalan selain mencetak uang. Akibatnya pasokan uang berlebih namun barang langka, sehingga inflasi melonjak tinggi.



Tongkat Komando dan Palu Bank Tunggal yang digunakan oleh Jusuf Muda Dalam. Ia adalah Menteri Urusan Bank Sentral, sekaligus Gubernur Bank Sentral, yang pada periode 1965 - 1966 melebur Bank Indonesia dengan bank-bank pemerintah lainnya menjadi Bank Tunggal. Pada 9 September 1966, Komando Peradilan Subversi menjatuhkan hukuman mati bagi Jusuf Muda Dalam dengan tuduhan tindak pidana subversi, kepemilikan senjata api, korupsi, dan perkawinan yang dilarang undang-undang (ia memiliki enam orang istri).



Pada tahun 1960-an pemerintahan Presiden Soekarno banyak mendirikan bangunan megah untuk membuktikan kekuatan Indonesia, terutama kepada negara-negara Barat yang dianggap sebagai penjajah baru. Indonesia kala itu bersahabat dengan Blok Timur, Rusia dan Cina. Arsitek-arsitek dari Uni Soviet datang ke Indonesia untuk membantu mendirikan berbagai bangunan menyambut Olimpiade ciptaan Soekarno, yaitu Ganefo atau Games of the New Emerging Forces.



Semangat Soekarno untuk tampil hebat dalam penyelenggaraan Ganefo membuat Indonesia memiliki Hotel Indonesia, Jembatan Semanggi, Gedung Conefo yang sekarang menjadi Gedung MPR/DPR, Tugu Monas, Masjid Istiqlal dan Stadion Gelora Bung Karno, meskipun harus dibayar dengan situasi ekonomi yang makin memburuk.



Instalasi yang menggambarkan seorang wanita tengah membatik. Usaha batik rakyat merupakan salah satu sektor usaha kecil yang dibantu dan didorong untuk berkembang dengan dana dari bank.



Instalasi patung yang menggambarkan bengkel pande besi, salah satu usaha rakyat yang mendapat dorongan dari perbankan dengan dana bersuku bunga rendah dan persyaratannya ringan.



Instalasi yang menggambarkan kerjasama BI dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan serta Gerakan Pramuka di awal Orde Baru setelah Bank Tunggal dibubarkan, untuk meningkatkan minat menabung pelajar guna menggalang dana masyarakat. Ini melahirkan program deposito berjangka dengan suku bunga tinggi (1968) dan tabungan berhadiah (1969).



Instalasi yang menggambarkan cara menabung secara tradisional dengan menggunakan celengan, yang dipecah jika membutuhkan dana. Tabanas dan Taska lambat laun berhasil menggantikan cara menabung masyarakat, dan dana yang terkumpul bisa dipakai untuk membiayai pembangunan dan mendanai sektor produktif.



Poster yang menceritakan mimpi buruk bagi ekonomi dan rakyat Indonesia saat terjadi krisis di segala lini pada periode 1997 - 1998. Salah satunya adalah rupiah sempat terjun bebas.



Peristiwa terkait perbankan di era krisis ekonomi. Pada 3 September 1997 pemerintah memutuskan melikuidasi bank-bank yang tidak sehat. Pada 8 Oktober 1997 pemerintah memutuskan meminta bantuan IMF untuk menanggulangi krisis. Pada 21 Oktober pemerintah menyampaikan usulan penutupan tujuh bank, namun IMF menghendaki lebih, dan akhirnya disepakati 16 bank yang harus segera dilikuidasi.



Menggambarkan dering telepon di Bank Indonesia yang tak pernah berhenti saat krisis moneter pada 1998, karena banyak bank yang tak punya uang, dan uang rakyat di bank juga terancam hilang.



Momen bersejarah saat Presiden Soeharto menyatakan berhenti sebagai presiden setelah gagal membentuk kabinet efektif di tengah krisis multidimensi yang berat. Soeharto digantikan BJ Habibie yang berhasil menstabilkan pemerintahan dalam waktu yang singkat. Manuver para politisi di MPR membuat Habibie tersingkir, dan Megawati yang mestinya menjadi presiden juga tersingkir digantikan oleh Gus Dur, yang kemudian dijatuhkan oleh orang-orang yang sama, menjadikan Megawati akhirnya sebagai presiden.



Instalasi pohon yang menggambarkan pentingnya pertumbuhan ekonomi berkualitas dan berkesinambungan, yang menjadi prasyarat utama bagi tercapainya kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera.



Halaman tengah Museum Bank Indonesia berbentuk segi empat dengan lantai yang dikeramik penuh. Pohon-pohon rendah hanya ditanam di dalam pot beton untuk penyegar mata. Di sebelah kanan ada akses ke lantai bawah menuju ke toilet, dan bisa juga langsung keluar.



Kaca patri yang indah ini ada di dinding undakan ke bawah dari lantai dua yang menuju ke halaman tengah. Di bagian atas selain lukisan manusia juga ada tulisan "De Javasche Bank Opgericht Anno 1828". Tulisan di baris tengah adalah "Soerabaja", "Batavia", dan "Samarang".



Berfoto menggantikan wajah Kartini pada uang pecahan sepuluh ribu rupiah yang sudah langka di peredaran.



Penampakan tumpukan emas batangan yang disimpan di Bank Indonesia sebagai emas moneter, menjadi salah satu cadangan strategis bagi negara yang bisa digunakan sewaktu-waktu terutama disaat krisis.



Koleksi uang yang diterbitkan Bank Indonesia untuk menggantikan semua uang yang diterbitkan sebelumnya untuk menjadikan Indonesia sebagai wilayah kesatuan moneter. Uang yang dibuat dimulai dari pecahan satu rupiah, dua setengah, lima, sepuluh, dua puluh lima, lima puluh, seratus, lima ratus, dan seribu rupiah. Semuanya bergambar Presiden Soekarno di salah satu sisinya.



Koleksi uang BI seri Dwikora bertahun 1964 bernilai lima sen, dengan foto depan sukarelawan wanita, dan bagian belakang ragam hias roset.



Poster yang menceritakan riwayat diberikannya wewenang kepada Bank Indonesia untuk mengeluarkan semua jenis uang dalam berbagai pecahan. Penerbitan uang pemerintah yang terakhir adalah seri Seokarno pada tahun 1964.



Uang kertas nominal seratus rupiah bertanda tahun 1960 merupakan uang Bank Indonesia Seri Soekarno (Irian Barat) dengan bagian depan Presiden Soekarno dan bagian belakang pria dan wanita penari Batak.



Uang kertas Bank Indonesia Seri Pekerja Tangan, yaitu pengrajin perak (1958), pembatik (1958), dan pemahat patung Bali (1963). Pada kotak yang sama juga dipajang Seri Bunga dan Burung.



Uang nominal satu rupiah yang merupakan Uang Pemerintah Seri Sandang Pangan bertahun 1960, dengan Petani di Sawah Padi di bagian depan dan bagian belakang Palawija.



Uang Bank Indonesia Seri Dwikora nominal satu sen bertahun 1964 dengan gambar petani mengenakan caping di bagian depan, dan ragam hias roset di bagian belakang.



Uang alumunium nominal 10 sen bertahun 1962 dengan gambar Presiden Soekarno di bagian depan, padi kapas di bagian belakang, dan tulisan Kepulauan Riau di bagian samping.



Uang Bank Indonesia pertama bertahun 1952 dengan lukisan Pangeran Diponegoro di bagian depan dan corak dua burung Garuda di bagian belakang.



Uang Bank Indonesia pertama nominal seribu rupiah bertahun 1952 dengan ukiran patung Padmapani Candi Prambanan di bagian muka, dan corak pohon dalam lingkaran di bagian belakang.



Uang Seri Bunga dan Burung bertahun 1959, sebelah kiri nominal sepuluh rupiah dengan lukisan burung Hoya di bagian depan, dan empat ekor burung Kakatua di bagian belakang. Sebelah kanan nominal lima rupiah bergambar Bunga Sedap Malam di bagian depan dan empat ekor Burung Murai di bagian belakang.



Uang pemerintah Seri Sandang Pangan nominal dua setengah rupiah bertahun 1960, dengan lukisan petani di Kebun Jagung di bagian depan, dan padi jagung di bagian belakang.



Uang pemerintah nominal dua setengah rupiah bertahun 1951 dengan gambar pemandangan pantai bertebing dan pohon kelapa di bagian depan.



Uang pemerintah RIS nominal sepuluh rupiah bergambar Presiden Soekarno bertanggal "Djakarta 1 Djanuari 1950" dengan tanda tangan Menteri Keuangan. Nomor serinya adalah 060779.



Koleksi uang sepuluh ribu rupiah dengan gambar Jenderal Sudirman yang kini sudah langka dijumpai. Pada awal munculnya uang 100.000 rupiah, kedua uang ini sering tertukar karena warna merahnya cukup mirip.



Uang darurat nominal dua pulih lima rupiah yang diterbitkan di Serang pada 15 Desember 1947 oleh Residen Banten dengan gambar Masji Agung Banten bernomor seri 038099.



Memasuki lobi lantai dua Museum Bank Indonesia bisa dilihat bangunan tua megah ini dirawat dengan baik. Ruangan lobi yang tinggi dengan atap melengkung terlihat kokoh dan indah.



Uang DJB Seri Coen II bertahun 1927 nominal 100 gulden dengan foto Jan Peterszoon Coen di bagian depan dan gedung DJB di bagian belakang.



Teks penjelasan tentang kaca patri ini diletakkan di ujung serambi atas museum, menghadap ke arah pintu masuk dan kaca patrinya. Tulisan itu menyebutkan bahwa seni kaca patri muncul di jaman Gotik pada abad ke-12, dan dibawa ke Indonesia oleh Belanda untuk menghias bangunan kolinial. Di Museum Bank Indonesia ada 314 kaca patri yang semunya dibuat di Delft, Belanda.



Uang kuningan bernilai 2 Gantang Bras, diameter 2,3 cm dengan ketebalan 1,2 mm. Pada bagian depan bertulis "Gantang Bras" dan bagian belakang bertulis "De Guigne Freres", "Sumatra", dan "Deli" di lingkaran tengahnya.



Pandangan samping pada dinding dimana kaca patri dipasang. Lukisan pada kaca patri akan terlihat sangat indah ketika cahaya matahari menyinarinya. Komposisi warna serta tarikan garis geometris pada kaca tampak dibuat dengan halus dan mengagumkan.



Uang logam kuningan bernilai 4 Gantang Bras, diameter 3,2 cm, tebal 1,2 mm. Pada bgian depan bertuliskan "Gantang Bras", dan di bagian belakang "De Guigne Freres", "Sumatra", dan "Deli" di lingkaran tengah.



Prasasti yang menandai peresmian pendahuluan Museum Bank Indonesia oleh Gubernur Bank Indonesia saat itu, yang dilakukan pada 15 Desember 2006. Saat itu ruangan dalam masih sangat sederhana, hanya panel-panel papan yang ditempeli poster.



Uang logam tembaga nominal 25 cents, diameter 3 cm, tebal 0,9 mm, dengan tulisan "Soengy Diskie Estate Twenty Five Cents" di bagian depan, dan di bagian belakang ada tulisan dengan huruf China.



Pandangan dekat pada salah satu bagian lukisan kaca patri dengan garis-garis lengkung yang membentuk komposisi indah. Permukaan kaca sengaja dibuat tak rata untuk menciptakan dimensi bias warna elok.



Baris kaca patri lainnya yang memperlihatkan figur orang yang tengah melakukan berbagai kegiatan berdasar profesinya. Dalam proses pembuatannya, kaca cair berwarna dari pemanasan pasir silika pada suhu 1375 derajad Celcius dituang ke nampan besi dan dututup dengan cetakan dengan permukaan tak rata setelah agak keras.



Baris kaca patri lainnya yang memperlihatkan kegiatan produktif manusia, termasuk bertani dan memelihara ternak. Pada baris yang lain ada pula lukisan wanita sedang membatik.



Sebuah poster yang menceritakan kondisi perbankan pada jaman Hindia Belanda. Perang Jawa (disebut juga Perang Diponegero) yang membuat Belanda nyaris bangkrut menyebabkan Johannes van den Bosch menerapkan Tanam Paksa (1830 - 1870) yang sangat menyengsarakan rakyat. Kisah penderitaan rakyat yang diangkat dalam novel Max Havelaar karya Multatuli melahirkan Politik Etis menyusul kemarahan politikus dan rakyat Belanda pada pemerintah Hindia Belanda. Banak-bank perkreditan didirikan untuk mendorong perekonomian rakyat.



Pada 1958 masalah keamanan telah menyedot uang pemerintah dalam jumlah besar, menelan hampir separuh pengeluaran pemerintah. Pemerintah tak punya pilihan selain mengambil uang muka dari Bank Indonesia yang kemudian mencetak uang lebih banyak dan berakibat pada melonjaknya angka inflasi.




Label:
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.

aroengbinang, seorang penyusur jalan.
Traktir BA secangkir kopi? Scan via 'Bayar' GoPay.
©2024 Ikuti