Sependek ingatan baru kali ini saya menemui sebuah petilasan di bibir sungai. Boleh jadi lokasi ini dipilih karena dahulu sangat sepi. Selain itu gerumbul pohon besar tua di belakang cungkup juga bisa menjadi pertimbangan. Sebuah catatan menyebut bahwa nama asli dari Sunan Geseng adalah Ki Cokrojoyo, orang yang dianggap sebagai sesepuh Desa Srimulyo, Piyungan, yang sekarang masuk wilayah Bantul.
Seperti banyak tokoh terkenal masa lalu, ada beragam versi tentang riwayat Sunan Geseng. Makamnya pun ada di beberapa tempat yang letaknya berjauhan satu sama lain. Persamaan dari semua versi cerita itu adalah bawha Sunan Geseng merupakan murid dari Sunan Kalijaga, dan ada kemiripan cerita bagaimana Ki Cokrojoyo sampai mendapatkan gelarnya yang berarti sunan yang gosong atau warna kulitnya kehitaman karena terbakar.
Cungkup petilasan Sunan Geseng itu semula saya kira sebuah pos jaga atau toilet, dan alasan utama saya mendekati bangunan itu memang lantaran saat itu perut terasa agak mulas dan hendak mencari toilet di sekitar bendungan. Namun tak ada toilet, tak ada pendopo.
Hanya ada satu lajur undakan yang menuju ke arah pintu cungkup, yang sayangnya digembok. Saya lupa, kalau toilet di kampung-kampung ya sungai, sehingga sering disebut secara berkelakar sebagai wc terpanjang di dunia. Cungkup petilasan Sunan Geseng ini merupakan satu-satunya bangunan yang ada di sekitar Bendung Bedegolan.
Tak ada papan atau kertas berisi informasi berisi nomor telepon kuncen yang bisa dihubungi oleh pengunjung. Sebenarnya Bambang, supir Alif Trans yang menemani saya, menawarkan untuk mencari dan menjemput kuncen petilasan, namun saya tak ingin terlalu lama berada di tempat ini sehingga tawarannya saya tolak.
Sebuah tulisan menyebutkan bahwa Sunan Geseng pada suatu ketika datang ke daerah Trukahan dan bertemu Ki Singapatra, orang yang membabad alas dan membuka wilayah itu. Ki Singapatra atau Ki Nayapatra adalah mertua Ki Badranala atau Ki Gede Panjer Roma, Adipati Panjer yang pertama. Belakangan saya sempat berkunjung ke makam Ki Badranala atau Ki Bodronolo yang berada di wilayah Desa Karangkembang, Kecamatan Alian.
Tengara pada dinding luar bangunan cungkup yang ditulis di atas keramik hitam itu berbunyi "Kramat Sunan / Kyai Geseng, dipugar tgl 28-5-2001 di Bedegolan". Ketika diangkat murid oleh Sunan Kalijaga, konon Ki Cokrojoyo diminta untuk bertapa di sebuah hutan selama setahun, versi lain menyebut bahwa Sunan Kalijaga meminta Ki Cokrojoyo menjaga tongkatnya ketika sang sunan melakukan dakwah berkeliling Jawa.
Ketika diangkat murid oleh Sunan Kalijaga, konon Ki Cokrojoyo diminta oleh beliau untuk bertapa di sebuah hutan selama setahun. Versi lainnya menyebutkan bahwa Sunan Kalijaga meminta Ki Cokrojoyo menjaga tongkatnya ketika sang sunan hendak melakukan dakwah berkeliling Jawa.
Ki Cokrojoyo lalu diminta memusatkan pikiran dan tekadnya dalam menjalanankan laku ibadah yang ditugaskan oleh sang sunan kepadanya. Ketika oleh suatu sebab yang tak dietahui hutan tempat ia bertapa terbakar, Ki Cokrojoyo tetap bertahan di tempat untuk melanjutkan laku tapanya, sehingga wajah dan tubuhnya menjadi gosong ketika Sunan Kalijaga datang menjenguknya.
Ki Cokrojoyo lalu mandi di Sendang Banyu Urip, dan setelah itu namanya kemudian dikenal orang sebagai Sunan Geseng. Kesetiaan dan keteguhan hatinya dalam menjalankan perintah sang guru, adalah merupakan sifat dan ahlak terpuji yang patut ditiru oleh generasi sekarang.
Berbeda dengan bagian bawahnya, bagian atas pohon tua di belakang cungkup petilasan Sunan Geseng Bedegolan ini tak begitu rimbun dahan dan daunnya, dan seperti pernah dipotong beberapa waktu sebelumnya. Sesuatu hal yang tak lazim terjadi di sebuah petilasan oleh karena orang biasanya takut untuk melakukannya, khawatir terkena kutuk.
Batang bagian luar pohon Tua di belakang cungkup itu sepertinya merupakan akar-akar gantung pohon beringin yang saking tuanya telah menjadi pohon sendiri, mengelilingi pohon utamanya yang telah mulai rapuh. Daunnya yang rimbun dan rapat membuat cungkup petilasan Sunan Geseng tidak terlihat dari arah belakang.
Sunan Geseng dan Ki Singapatra diketahui pernah mendirikan padepokan untuk mengajar olah kanuragan dan ilmu agama. Pada saat Perang Diponegoro, padepokan itu dipakai menyusun strategi perlawanan pasukan Panjer dibawah pimpinan Senopati Jamenggala untuk melawan Belanda. Bangunan padepokan itu kemudian digunakan sebagai tempat ibadah, direhab pada 1841, dan sekarang menjadi Masjid Darussalam.
Selain di Dusun Jolosutro di Bantul, Makam Sunan Geseng bisa di jumpai pula di daerah Kediri, dan di Desa Tirto, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, di kaki Gunung Andong. Sebagian orang lagi percaya bahwa di Petilasan Bedegolan inilah konon Sunan Geseng mandita hingga akhir hayatnya. Jika saja ada foto lawas yang memperlihatkan area sekitaran petilasan sebelum dibangun bendung mungkin akan sangat menarik.
Petilasan Sunan Geseng Bedegolan
Alamat : Bedegolan, Desa Jlegiwinangun, Kutowinangun, Kebumen. Lokasi GPS : -7.67585, 109.77576, Waze. Hotel, Tempat Wisata, Peta, Transportasi.Label: Bedegolan, Jawa Tengah, Kebumen, Petilasan, Wali, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.